Cerita Rakyat Minahasa (SulawesiUtara)
Alkisah, disekira abad 17, didaerah Tombulu Minahasa, dekat daerah Tanahwangko yang namanya Negri Mandolang, daerah dekat Kota Manado sekarang, konon terangakatlah cerita tentang asal- usul Minahasa, TouMinahasa, sifat- sifat, tatakrama, pergaulannya, terlebih khusus menggambarkan kasih setia perempuan Minahasa kepada suaminya (pasangannya). Dengan menokohkan leluhur Minahasa seperti Pingkan, seorang perempuan yang terkenal elok parasnya, anggun, peramah kepada semua orang, juga Matindas, seorang Tuama (Laki-laki)Minahasa yang berhasil manaklukkan hati Wawene (Perempuan) Pingkan, ia sangat penyabar, baik hati, suka menolong, pekerja keras tapi seorang anak yatim piatu.
[caption id="attachment_376423" align="aligncenter" width="300" caption="Tanah Minahasa Utara, diambil dari Kaki Dian Airmadidi, Minahasa Utara, SULUT."][/caption]
Ada juga juga ada tokoh- tokoh pembantu seperti ibu Pingkan, Rumengan ayah Pingkan yang merupakn Tonaas (Kepala pemerintahan) daerah Tanahwangko, Raja Loloda Mokoagow, seorang raja Bolaang Mongondow yang adil dan bijaksana, Sora seorang nelayan yang gila harta dan Rotulung tak lain adalah adik kandung dari Rumengan atau paman dari Pingkan sendiri.
Dikisahkan seorang Pingkan adalah perempuan Minahasa yang sangat dikagumi banyak orang karena memiliki kecantikan yang  luar biasa, elok parasnya juga baik hati. Kecantikannya sudah terlihat sedari dia masih kecil, hingga setelah dewasa banyak pemuda yang ingin mempersuntingnya. SaatPingkan berusia 12 tahun dia mengalami sakit keras, penyakit yang cukup sulit untuk di mengerti orang hingga sulit untuk di obati (gurumi). Kemudian, suatu waktu datanglah seorang pemuda menolongnya, tak lain dialah Matindas.
Ketika orang tua Pingkan melihat Matindas, ada sesuatu yang lain dari diri pemuda itu dan meyakini bahwa dia mampu menyembuhkan Pingkan, setelahPingkan mulai sembuh, takjublah mereka dan mengucapkan banyak terima kasih.Waktu terus berjalan, hingga Pingkan dan Matindas mulai saling jatuh cinta dan akhirnya menikah. Pada suatu hari, sebuah patung yang dibuat Matindas yang menyerupai istrinya hilang saat ia pergi mencari ikan dilaut. Sialnya lagi pada waktu itu bangsa Mindano yang dikenal perampok sedang menyerbu tanah Minahasa bagian pesisir pantai sehingga Matindas tertawan oleh mereka. Pingkan isterinya tidak mengetahui hal itu, pikirnya, Matindas pergi untuk mencari nafkah.
[caption id="attachment_376425" align="aligncenter" width="300" caption="Kaki Dian di Minahasa Utara, SULUT, Indonesia"]
Dengan sabar Pingkan menunggu suaminya penuh harap, ia memang istri yang sangat baik, masyarakat sekitarpun senang akan Pingkan karena kebaikan Pingkan sudah dikenal oleh  banyak orang sedari Pingkan kecil dulu. Matindas beruntung beristrikan Pingkan, semakin hari cinta mereka semakin besar. Pingkan tidak pernah mengeluh oleh keadaan hidupnya bersama Matindas, ia berkata Matindas memang orang yang sangat miskin kerena latar belakang hidup Matindas yang tidak mempunyai saudara dan sudah ditinggalkan oleh orang tuanya. Namun alasan itu tidak menyurutkan hati Pingkan untuk hidup bersama Matindas didunia ini. "Kekayaan dan kemulian, boleh hilang sebentar saja, tetapi kasih sayang Pingkan kepada Matindas takkan hilang dirundung waktu. Tanpa Matindas, She Can’t faced the World, you know?
Tanpa sepengetahuan Pingkan, patung hilang yang mirip akan dirinya itu telah ditemukan oleh seorang nelayan. Patung itu telah diserahkan kepada seorang Raja dari Bolaang Mongondow yang bernama Loloda Mokoagow. Raja itu sangat tertarik dengan patung yang diterimanya, sampai- sampai istri- istrinyapun tidak dihiraukan lagi.
Pada suatu waktu ia bermimpi tentang seorang wanita yang menyerupai patung itu, dan ia sangat terpesona dengan Pingkan. Kemudian ia menyuruh perajurit- perajuritnya untuk mencari wanita itu. Setelah perajurit- perajurit raja itu menemukan Pingkan, mereka membujuknya yang diwakili oleh seorang yang bernama Sora (penasihat Raja yang sangat gila harta) untuk menemui raja Loloda. Tapi sangat disayangkan Pingkan tidak menghiraukan semua yang dikatakan oleh perajurit raja. Karena dia meyakini cinta tidak dapat dibeli dengan uang, peristiwa inipun diceritakan Pingkan kepada suaminya yang telah bebas dari tawanan dan dengan sangat berat melarikan diri dari bangsa Mindano itu. Matindas sangat terharu dan mengijinkan Pingkan istrinya untuk memilih mana yang terbaik bagi dirinyadan mereka berdua. Tetapi Pingkan tetap pada pendiriannya dan Matindaslah yang terbaik baginya baik dulu, sekarang bahkan sampai selama- lamanya. Mereka pindah ke Maaron (daerah sekitar Wilayah Kema, Minahasa Utara, Sulawesi Utara) dan disanalah mereka hidup bahagia, Matindas menjadi Tonaas (Tokoh Agama/Tokoh Masyarakat) disana.
[caption id="attachment_376427" align="aligncenter" width="300" caption="Kaki Gunung Klabat, Gunung tertinggi di Sulawes Utara"]
*Itulah sebabnya banyak Tou (orang Minahasa/Manado) dinamai Pingkan dan Matindas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H