Mohon tunggu...
Dianne Deivie Dirk
Dianne Deivie Dirk Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya ingin berbagi sebelum 'PULANG"

Catatan kampung, kampungan dan tinggal di kampung terpencil di Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Tidak, Hutan dijadikan Arena Belajar?

8 Maret 2014   19:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berada dihutan yang lebat, ditumbuhi pepohonan yang tinggi menjulang, suara jangkrik, burung , desiran angin, gemericik air, bermacam-macam suara yangterdengar sahut menyahutkemudian menemukan sumber air jernih menyejukkan wajah saat air tersebut membasuh wajah, sungguh suatu pengalaman yang indah dan menarik dan tak mudah dilupakan.

Sekitar tahun 80-an, hutan, gunung dan pantai selalu menjadi bagian dari tujuan perjalanan liburan sekedar mengisih waktu senggang atau kegiatan sengaja dirangkai untuk mengisi perjalanan kelompok Remaja/Pemuda dan siswa, mencari tempat-tempat yang menarik sebagai tempat yang berbeda untuk berkumpul. Waktu itu tidak terpikirkan bahwa justru perjalan ditempat-tempat seperti itu menumbuhkan rasa cinta yang membekas dan sulit untuk dilupakan terhadap alam natural yang diberikan oleh yang Maha Kuasa untuk kita manusia.

Hutan Kota Ranowulu area kota Bitung, Sulawesi Utara, hanya berjarak sekirabelasan km dariMinahasa Utara, sekira 49 km dari kota Manado adalah suatu tempat yang menjadi Hutan Lindung dan daerah dimana sumberair masyarakat Kota Bitung berasal. Setelah Kelurahan Danowudu, 10 kilometer dari pusatkota Bitung, Hutan lindung ini bisa kita jumpai.

Sadar atau tidak, Hutan Kota Ranowulu ini sudah menjadi aset masyarakat, namun sayangnya aset ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat untukmendidik dan menumbuhkan cinta generasi muda terhadap alam warisan untuk mereka. Tidak banyak guru-guru, tokoh-tokoh pemuda/remaja yang membawa kelompok-kelompoknya, siswa-siswanya untuk mengenalkan alam lebih dekat, memberikan pengalaman menarik sehubungan dengan alam. Tidak banyak yang mengedukasi generasi muda dengan cara terjun langsung kehutan itu sendiri.

Bangunan/rumah penunggu hutan kota ini nampak tua, tidak terawat bahkan boleh dikata rusak berat yang membuktikan kurangnya perhatian bahkan mungkin penghargaan terhadap hutan lindung ini. Media/Papan Informasi tanaman/pohon yang digantung didepan bangunan ditulis sekedarnya dengan spidol yang sudah luntur dan kelihatan asal jadi. Bagaimana menarik minat untuk membaca, mengetahui nama pohon, berikut bahasa Latinnya jika penampilannya saja sudah seperti papan yang terendam air lumpur akibat banjir bandang Manado, istilah Manado kremus (lusuh dan kotor).

Tidak tahu, apa alasan mengapa kondisi bangunan yang rusak dan tak terawat dan rusak berat i ini dibiarkan, mengapa media informasi dibuat alah kadarnya dan beberapa kali datang ketempat tersebut tanpa ada seorangpun yang bisa ditanyai, tidak ada informasi dimana bisa mendapatkan data dan informasi mengenai hutan kota ini.

Tidak ada juga upaya memberikan edukasi penegenalan secara langsung akan keberadaan Hutan Kota yang ada di Bitung ini kepada Remaja/Pemuda dan siswa-siswa seputaran kota ini untuk menumbuhkan rasa memiliki, cinta dan mengenalkan mereka pentingnya hutan kota dipelihara sehingga warisan ini bisa jatuh kepada generasi yang tepat, generasi yang terus memelihara, merawat dan memelihara alam itu sendiri dari masa ke masa.

Mungkin hanya sekedar mengikuti buku panduan kurikulum IPA yang dibahas dalam 1 bab atau bisa saja satu paragraf (maaf), yang menyentil fungsi hutan, sekedar melewati materi tersebut tanpa greget, improvisasi dan kreativitas untuk memberikan nilai lebih terhadap materi tersebut untuk anak didik.

Sementara di Jakarta, terpantau Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, blusukan ke Hutan Kota Rawa Malang, Cilincing untuk mendorongpelestarian Hutan Kota dan mengantisipasi ketersediaan lahan dan terus memelihara Hutan Kota di Jakarta untuk memelihara ekology Jakarta, mengurangi dampak banjir Jakarta , yang telah menjadi momok penduduk Jakarta Abad ini.

Cinta alam dan lingkungan, tidak akan mengakar dalam hati sanubari masyarakat Indonesia, nanti ketika sesorang sudah dewasa, namun edukasi dan pendekatan dalam menanamkan cinta hutan, alam dan lingkungan itu harus ditumbuhkan sejak dini, berikan ruang bagi generasi muda kita untuk mengenal alam lebih dekat, memberikan mereka pengalaman, kesempatan untuk melakukan, aksi menanam pohon ribuan pohon misalnya. Memanfaatkan wilayah sekitar yang ada, sehingga kebiasaan yang membudaya ini terus dibawanya seumur hidup.

Bukan hanya sekedar materi ajaran yang menampilkan tulisan dan gambar tapi, praktekkan itu dalam satu kegiatan ekstra yang membekas sebagai materi pokok setiap tahun ajaran hingga anak itu lulus pendidikan dasar 12 tahun. Semua itu dilegitimasi dalam Perpres, sehingga tidak ada yang kebingungan mencari payung hukumnya.

Agar supaya ditahun-tahun yang akan datang, tidak terjadi perambahan hutan, tidak ada yang tidak paham bahwa perusakan hutan akan berakhir dipenjara dan mewariskan malapetaka untuk generasi berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun