Menurut sejarah, ulos adalah kain yang dapat mengayomi dan memberikan kehangatan bagi penggunanya. Proses membuat ulos pun seperti perjalanan spiritual. Para penenun kain ulos tidak sekedar bekerja hingga ulos dapat dikenakan.Â
Menenun ulos dilakukan sambil mendoakan agar nantinya si pemakai ulos terhindar dari berbagai jenis marabahaya.Â
Masyarakat Batak sendiri akrab dengan frasa ‘mengulosi’, yaitu memakaikan ulos dalam upacara penting seperti pernikahan. Orang tua yang mengulosi anaknya menyimbolkan doa restu agar kehidupan pernikahan anaknya selalu dipenuhi kehangatan dan kebahagiaan.
Satu lagi yang menarik dari proses pembuatan ulos adalah tahapannya yang menggunakan bahan-bahan alami. Tak seperti pakaian modern yang menggunakan pewarna buatan, proses mewarnai kain ulos yang asli dilakukan menggunakan bahan-bahan alami, utamanya dari daun-daunan yang telah difermentasi untuk menghasilkan warna yang diinginkan.
Warna dasar seperti warna  biru dihasilkan dari tumbuhan Indigofera tinctoria. Warna merah dihasilkan dari kayu secang dan mengkudu, warna kuning dihasilkan dari kunyit.Â
Sementara itu, warna lain yang juga populer adalah hitam yang dihasilkan dari mencampurkan mengkudu dan Indigofera, dan warna hijau dari campuran Indigofera dan kunyit.
Mengembangkan Kawasan Toba sebagai daerah pariwisata tentu perlu melibatkan ulos sebagai salah satu warisan bangsa. Semakin banyak orang yang berwisata di DSP Toba, maka semakin besar pula peluang perputaran roda ekonomi untuk masyarakat Toba dan sekitarnya.Â
Hal ini juga menjadi peluang bagi para pemudi asli Toba untuk melestarikan budaya pembuatan ulos yang ramah lingkungan. Jika permintaan meningkat karena jumlah wisatawan meningkat, tentu akan banyak pemudi yang lebih tertarik untuk membuat dan melestarikan ulos, Heritage of Toba.
Kisah Pilu Di Balik Pertunjukan Sigale-GaleÂ
Apabila Anda berkunjung ke Pulau Samosir, salah satu wisata budaya Toba yang tidak boleh dilewatkan adalah pertunjukan Sigale-gale.Â