Saat ini Indonesia menduduki pertumbuhan E-Commerce tertinggi di Dunia yakni sebesar 30,5%, nyaris 3 kali lipat dari rata-rata pertumbuhan global di tahun 2024 . Data ini sesuai dengan data eCBD menyatakan bahwa "Negara-negara di Asia menempati 8 peringkat dari 10 yang tertera dalam negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat dan Indonesia diproyeksikan tumbuh lebih dari 30%,". Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki 270 juta penduduk dan sebagian generasi muda mendukung penuh dalam hal teknologi dan informasi. Hasil laporan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) (2023) mengatakan bahwa 80% penduduk Indonesia telah terkoneksi internet dan menyebabkan mudahnya mengakses platform e-commerce.
Banyak negara asing juga yang ikut berkolaborasi menjual produknya di e-commerce Indonesia. Seperti China, Korea Selatan, Singapura, Jepang dan lain-lain. Salah satu produk yang mereka jual ialah skincare. Institue for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan “50% produk perawatan kulit dan kecantikan yang dijual di lokapasar (marketplace) Indonesia adalah barang impor dari China dan 20% barang impor dari negara lain.” Hal ini menyebabkan turunya nilai jumlah jual produk kecantikan lokal di e-commerce Indonesia.
Penyebab dari dominasi produk impor ialah mereka berani menjual produk mereka dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk lokal. Selain itu, strategi pemasaran produk impor pun jauh lebih agresif. Mereka rela mengajak kerjasama dengan artis ternama di Indoensia dan mengajak kerjasama dengan ratusan influencer Indonesia. Menurut Nielsen (2020) menyatakan bahwa “Konsumen di Asia, termasuk Indonesia, sering kali lebih percaya pada produk asing karena mereka merasa produk tersebut telah terbukti lebih berkualitas, berdasarkan pengalaman pribadi atau cerita dari teman dan keluarga.”
Dari akun tiktok Dosenskincare (2024) mengatakan bahwa jika hal ini terus berlanjut, maka bukan hanya owner Indonesia saja yang merasakan hasilnya. Tetapi masyarakat juga. Produk mereka dibuat di negara sendiri, otomatis uang tidak akan berputar di negera Indonesia. Melainkan di China. Uang yang seharusnya dapat dirasakan oleh masyarakat kembali tapi malah masuk ke China.
Apabila produk lokal tetap memakai strategi yang sama pada sebelumnya, maka produk lokal akan mengalami penurunan pangsa pasar dan juga akan mengalami kesulitan dalam persaingan UMKM. Selain memperbaiki gaya strategi dari penjual produk lokal, dalam hal ini pemerintah dan admin e-commercepun harus ikut berkolaborasi dalam mengembalikan pasar kecantikan lokal.
Menurut Nielsen (2020) dalam diskusi pelaku UMKM :
Salah satu yang kami usulkan ada tanggung asal barang, bukan cuma asal penjual. Jadi, kita bisa memetakan mana barang impor dan lokal. Sehingga nanti akan mendorong semua platfrom wajib mendukung barang-barang lokal, dengan cara memberikan diskon dan insentif harga untuk produsen-produsen lokal. Kami juga meminta untuk mengenakan biaya, baik administrasi, pajak, dan sebagaianya untuk produk-produk impor. Sehingga pemerintah melindungi dan di sisi lain juga memberatkan produk impor.
Dominasi produk impor ini benar-benar mengancam keberlanjutan produk lokal. Selaku konsumen alangkah baiknya kita jika memilih dan mengedepankan produk lokal agar nilai pemasaran produk lokal kembali meningkat secara keberlanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H