Mohon tunggu...
Dira Nanda Ulvi
Dira Nanda Ulvi Mohon Tunggu... -

TEL-U

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja

3 April 2014   15:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah setahun lamanya aku sering ke tempat ini . Dulu aku ke sini dengan seseorang yang menjadi tempat ku bergantung impian dan cita-cita ku. Sosok lelaki yang menghabiskan sebagian umurnya hanya untuk merawatku dengan penuh kasih sayang. Sosok yang selalu aku panggil ayah. Ayah mengajarkan aku tentang senja dan tempat ini. Matahari yang samar-samar menampakkan pelangi di sudut cakrawala hingga membuat aku terkagum atas kebesaranNya. Indahnya senja membuat aku terbuai seraya dengan tingkah ayah yang membuat mulut tak henti tertawa seperti tak mempunyai rahang. Itu adalah kenangan terindah yang aku lewati bersama ayah dahulu yang kini hanya tinggal kenangan yang bisa di tulisankan dalam sebuah lembaran kosong. Kepergian ayah menjadikan aku sosok yang mengangumi senja. Ayah mengajarkan aku untuk menjadi senja yang selalu bersinar dengan indah di langit cakrawala meski hati teriris pilu.

Seperti biasa sore ini masih sama seperti saat aku bersama ayah dahulu. Bunyi demparan ombak yang menghantam batu karang, riak-riak air laut yang membawa butiran pasir ke sela jemari kakiku, dan hembusan angin laut yang kencang melepaskan sebo ku hingga rambut ikal ku terurai.  dari ratusan orang yang ada disini , tatapan ku tertuju pada seorang laki yang paruh baya yang ku rasa umurnya tak jauh dariku . Aku melihatnya dari kejauhan tatapannya begitu kosong kearah lautan lepas, sambil melempar batu yang ada di genggamannya. Ntah apa yang ada di fikiran lelaki itu tak ada seorang pun yang tau.

silih berganti aku selalu melihat sosok itu untuk kesekian kalinya. Sosok yang tinggi semampai dengan kulit sawo matang, beralis mata tebal, yang selalu menggunakan shall yang melingkar di lehernya, rambut cepak yang terhembus sepoyan angin laut, yang selalu terlarut dengan hearphone yang menutupi telinganya yang membawamu hanyut dalam setiap apa yang kau dengar. Yahh begitulah tentang mu , aku mengingat semuannya. “Apakah aku mengagumimu?” kurasa tidak , kita tak saling kenal mungkin tak kan pernah kenal. Tapi setiap aku melihatmu semua terasa berbeda , ada yang menyanggal di hati ku “Apakah ini cinta?” oh tuhan pikiran ku mulai tak karuan. Aku disini hanya melihatmu dari kejauhan dan selalu begitu. Entah berapa langkah kaki atau berapa meter jarak kita. Aku selalu melihatmu seorang diri, setiap hari di kala senja. Kau penuh misteri ingin hati ini menyapa mu unutk berbagi cerita dan menanyakan apa gerangan mu selalu di sini. Setiap satu ayunan langkah ku menuju ke tempatmu mulutku terasa terkunci hingga membisu.

Setiap hari aku hanya terperangkap dalam tatapan yang penuh misteri. “Siapa kamu?” “kenapa kamu selalu disini?” dikala senja . kata-kata itu terus dan terus menjadi tanda tanya besar di memori ku. Tempat duduk kayu yang dibalut cat coklat tua yang berpaparan di setiap tepian laut. Aku selalu melihatmu di sana dengan tatapan mu yang penuh rahasia yang tak satu pun bisa menterjemahkannya.

Hari ini aku merasa berbeda , aku tak pernah melihat sosok mu lagi. Sosok yang penuh misteri yang duduk di tempat itu. “Kamu kemana?” “Apakah kamu tak merindukan senja?”. Tanda tanya selalu berbaris di otak ku, tak satu pun akan terjawab. Seminggu berlalu aku tak pernah melihatmu lagi seperti dahulu. Setiap hari hatiku selalu berbisik, di kala senja aku merindukanmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun