Langkah SBY ini tidak saja mendapat tanggapan positif, namun juga ditindaklanjuti oleh beberapa tokoh diantaranya Mantan Ketua Mahkamah Konstiyusi Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, Mantan Menteri BUMN dan tokoh Pers Dahlan Iskan serta Ibu Negara Presiden RI ke Empat, Ny. Hj. Sinta Nuriyah Abudurrahman Wahid.
Kita patut memberikan apresiasi dan juga ikut serta bersama semua tokoh itu untuk berjuang mewujudkan Indonesia yang makin adil dan makmur dan bebas dari keributan politik karena perbedaan pandangan dan visi politik.
Sejak awal, harus diakui bahwa gejala keretakan di masyarakat semakin nyata terlihat. Kita bahkan sampai pada kesimpulan bahwa bangsa sebesar dan seluas Indonesia ini memang belum siap untuk menggelar hajatan politik serentak dan sebesar itu sekaligus. Namun itu adalah pekerjaan rumah yang harus dan hanya bisa diselesaikan jika semua rakyat bersama sama.
Rekonsiliasi yang ditawarkan SBY, bukanlah rekonsiliasi pihak yang kalah menerima begitu saja kekalahan dan pihak yang menang kemudian merayakan kemenangannya.
Rekonsiliasi yang dimaksud SBY adalah rekonsiliasi yang berdasarkan pada hukum dan kebenaran. Tentu saja hal itu harus dilakukan. Rekonsiliasi itu juga meliputi tiga hal utama yaitu sikap kompromi kedua belah pihak dengan mengedepankan keselamatan bangsa diatas semua kepentingan kedua calon dan pendukungnya, kedua, mencari solusi yang sama sama menguntungkan dan yang terakhir adalah rekonsiliasi yang saling menghormati proses pemilu dengan azas saling membuka diri dan menahan diri dari sikap ego.
Kini usai putusan MK, Saya melihat tawaran SBY ini wajib dicermati agar polarisasi yang terjadi di tengah warga negara dapat dihentikan dan diselesaikan. Semua pihak harus pula menahan diri. Kubu petahana dan Kubu Oposisi semestinya harus bisa menahan para timses mereka untuk tidak mengeluarkan pendapat yang justru akan memperkeruh suasana.
Rekonsiliasi seharusnya menjadi kata yang tidak hanya gampang diucapkan, namun harus mudah pula untuk dilaksanakan. Rekonsiliasi juga bukanlah kongkow-kongkow antar politisi semata, ia adalah sebuah gerakan perdamaian yang berbabis pada kebenaran dan hukum. Bukan pada bagi bagi kue kekuasaan dan belah semangka belaka.
Karena itulah orang Minang menyebut kalimat Biduk Lalu Kiambang Bertaut. Usai Pilpres, usai pula perdebatan dan persaingan. Dan Jokowi juga sudah mengajak semua komponen bangsa untuk kembali bersama sama memandang ke depan untuk Persatuan Indonesia.
Akhir kata, selamat Pak Jokowi, selamat Kiyai Ma'ruf. Selamat juga untuk Pak Prabowo dan Bang Sandiaga Uno. Kedepannya kita perlu menyaksikan sebuah politik yang lebih mengedukasi dan beretika.
Politik harus dijalankan dengan kegembiraan dan bukan dengan kening berkerut. Sampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat dan pendukung Bapak bapak sekalian untuk menjaga perdamai dan melupakan kompetisi politik sampai disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H