Menjalin komunikasi lintas partai tentunya bukan hal yang mudah dilakukan saat ini di tengah kegaduhan dan konflik politik yang seakan akan segera mencapai puncaknya. Kuatnya penolakan terhadap hasil Pilpres yang diduga sarat kecurangan serta berbagai peristiwa yang disinyalir sebagai upaya untuk memenangkan satu pasangan dengan cara yang tak baik.
Namun, bagi sekelompok pemimpin muda hal itu buka halangan. Perselisihan politik yang memanas dan seakan tidak ada habisnya itu bisa didinginkan dengan menggelar sebuah acara yang menyejukan. bertemat di Museum Kepresidenan di Komplek Istana Bogor, Rabu (15/5) kemarin, sebuah pertemuan bertajuk "Silahturahmi Bogor Indonesia" digelar dan diprakarsai oleh sekelompok politisi dan pemimpin muda.
Mereka yang hadir antara lain Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur NTB Zulkilfimansyah, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Wali Kota Tanggerang Selatan Airin Rachmi Diany, dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto serta Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid.
Banyak pihak mengapresiasi pertemuan itu. Terlepas dari siapa yang menginisiasi, sebuah perjalanan baru politik telah dimulai pasca Pilpres dan Pileg yang gaduh. Tujuan pertemuan jelas untuk menyatukan kekuatan-kekuatan dari segenap komponen bangsa untuk  membangun kebersamaan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Tuan rumah pertemuan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto memaparkan bahwa semua tokoh yang hadir memiliki kesamaan tujuan dan keinginan untuk menjaga silaturahmi apalagi di bulan Ramadhan.
Boleh saja Bima Arya menyebut pertemuan itu sebagai silaturahmi, namun dibalik semua itu tentulah ada agenda kebangsaan. Ditengah situasi dan kondisi politik yang rentan saat ini, jelas tradisi silaturahmi dan tabayun harus dilaksanakan agar tidak makin terjerumus pada perpecahan yang kian kasat mata terasa.
Pertemuan para tokoh muda nasional ini, jelas menggambarkan bahwa polarisasi yang kian kental harus diakhiri. Harus diakui pula bahwa ancaman perpecahan tengah menghantui kebersamaan kita sebagai rakyat Indonesia. Kedua kubu yang bersaing di Pilpres makin kuat bersitegang dalam pertarungan politik nasional di Pemilu 2019.
Pertemuan ini juga mempertemukan dua kubu di Pilpres yang bertikai. Dari kubu Koalisi Adil Makmur ada Agus Harimurti Yudhoyono, Zulkilfimansyah dan Emil Dardak serta Bima Arya Sugiarto yang merupakan kader Demokrat, PKS dan Partai Amanat Nasional. Sementara dari kubu Koalisi Indonesia Maju ada Ganjar Pranowo, Yenny Wahid, Abdullah Azwar Anas yang merupakan Kader PDI-P dan PKB.
Namun pertemuan itu berlangsung cair. Tidak ada sekat politik diantara mereka bersama. AHY, Bima, Ganjar, Ridwan Kamil dan lainnya menanggalkan seragam partai dan embel embel koalisi mereka. Para tokoh uda itu dapat berkumpul bersama, tersenyum karena kesamaan pikiran dan visi untuk menciptakan suasana politik yang damai dan tentram.
Ibarat kata perpatah, politik sekedarnya, silaturahmi selamanya. Politik tentu akan segera usai. SIlaturahmi tidak boleh usai dan berubah. Karena itu, berdiskusi bersama untuk kebaikan bangsa Indonesia harus dibudayakan.
Kita harus mengakui bahwa pertemuan ini telah memberi pada lukisan politik yang tengah mendung. Semoga kedepan apa yang dimulai kemarin menjadi awalan bagi wajah politik Indonesia masa depan yang cerah dan penuh harapan.