Sabtu pekan lalu, Presiden Jokowi meresmikan penggratisan biaya bagi kendaraan yang ingin memanfaatkan jembatan Tol Surabaya - Madura (Suramadu). Kebijakan pembebasan tarif tol Jembatan Suramadu itu sebagaimana kita ketahui bersama menuai pro dan kontra dari sebagian orang Indonesia.
Ada yang setuju dengan langkah Jokowi namun tak sedikit pula yang memprotes langkah tersebut dan menyebutnya sebagai pencitraan untuk meraup suara warga Madura. Alasan pastinya jelas hanya Presiden yang tahu apa motifnya menggratiskan biaya pemanfaatan jembatan tersebut.
Jembatan Suramadu adalah sebuah jembatan yang menghubungkan pulau Jawa dengan pulau Madura. Pada awalnya perencanaan pembangunan jembatan yang menghubungkan pulau Jawa dan pulau Madura ini dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Lalu perencanaan itu terus dimatangkan dimasa pemerintahan sesudahnya terakhir ditetapkan akan dilanjutkan dimasa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Pembangunan fisik jembatan itu sendiri dilakukan pada masa pemerintahan Presiden SBY dan SBY jugalah yang meresmikan jembatan itu sebagai jalan tol antar pulau. Jembatan Suramadu ini mempunyai panjang 5.438 meter, Keberadaan jembatan itu sendiri sempat diprotes karena dikhawatirkan akan membawa dampak industrialisasi yang tidak pas.
Pembiayaan pembangunan jembatan ini menelan biaya Rp 4,5 triliun bersumber dari APBN dan pinjaman luar negeri.
Sabtu lalu, Presiden Jokowi meresmikan pembatalan penarikan biaya, saya tentu merasa ada yang aneh dalam keputusan tersebut. Belum usai kebingungan saya, anggota Tim Kampanye Jokowi - Ma'ruf menyebutkan bahwa pembebasan biaya jalan tol itu sah sah saja dilakukan karena jalan tersebut dibiayai dari kas APBN dan bukan investasi.Â
Jelas jika logika ini dipakai, maka biaya masuk dan ongkos masuk jalan tol yang dibiayai oleh APBN pada semua ruas tol harus gratis mengikuti keputusan pembebasan biaya jembatan Suramadu.
Selain itu, kebijakan ini dilakukan dalam tahun politik (masa kampanye), menjelang pemilihan presiden 2019 ini. Maka jika ada protes, wajar saja. Pun sudah menjadi bola liar dan ajang debat para pendukung kedua kubu koalisi Capres/Cawapres.
Wajar saja Kubu Prabowo mengatakan ini adalah kebijakan pencitraan dalam memenangkan hati pemilih, meski hal itu ditentang keras kubu petahana. Bantah membantah ini sudah sepantasnya dilakukan. Sebab kebijakan seorang presiden jangan selalu diterima dan ditolak. Ia harus diperdebatkan meski tidak selalu diidentikkan dengan pencitraan.
Saya sependapat dengan kalangan yang mengajak Presiden untuk menggratiskan ruas tol lain selain Suramadu biar adil bagi pengguna jalan tol lainnya. Lagian soal politis atau tidak, tergantung dari sisi mana dipandang dan dinilai. Boleh dan sah sah saja hal itu dilakukan. Asal tetap sehat dan tidak merusak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H