Sabtu pekan lalu sebanyak 300 Purnawirawan Jenderal TNI mendeklarasikan diri mendukung pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno, sebelumnya, 30 orang purnawirawan juga sudah melakukan hal sama.Â
Dikubu petahana, juga tak kalah sangar, beberapa purnawirawan Jenderal TNI/Polri juga sudah mendeklarasikan diri mendukung pasangan Jokowi - Ma'ruf. Hal ini menandai bahwa Pilpres bukan hanya ajang rebutan suara rakyat, namun juga pembuktian pengaruh diantara para bintang bintang di kalangan militer.
Kiprah para serdadu di dunia politik sudah dihapus seiring berjalannya reformasi ditandai dengan penghapusan Dwi Fungsi TNI yang dulunya bernama ABRI. Sejak zaman itu, terhitung efektif pada Pemilu 2004, tidak ada lagi anggota parlemen yang berasal dari unit khsusus ini.Â
Fraksi TNI/Polri resmi dihapus di semua tingkatan lembaga legislatif. Pun demikian dengan penugasan (baca Dikaryakan) kepada jabatan sipil. Anggota TNI/Polri yang ingin terjun dan melanjutkan pengabdian di ranah politik praktis, harus menyatakan berhenti dari kedinasan dan menjadi warga sipil biasa.
Kembali ke kiprah para jenderal di ranah politik, jika mereka sudah purnawira, maka hal itu sah sah saja dilakukan. Coba saja cek semua daftar pengurus partai politik saat ini, nama nama pensiunan TNI/Polri melengkapi daftar elit parpol mulai dari jabatan Ketua Dewan Pembina/Penasehat, sampai Sekretaris Jenderal atau Kepala Badan Pemenanga Pemilu.
Di Pilpres, para pensiunan perwira tinggi TNI/Polri juga berramai-ramai bergabung dalam tim pemenangan kampanye masing masing calon. Sebagian dari mereka merapat ke kubu Prabowo-Sandiaga dan sebagian lagi menjadi pendulang suara di kubu Jokowi-Ma'ruf.
Publik mungkin sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Mereka, para purnawirawan TNI/Polri itu  sah sah saja tergabung dalam tim pemenangan karena sudah menjadi warga sipil sejak tidak lagi menjabat sebagai anggota TNI.
Namun yang menjadi masalah adalah adanya dugaan keterlibatan oknum anggota TNI/Polri aktif yang ikut bermain politik untuk memenangkan pasangan capres/cawapres tertentu.
Pertanyaanya, apakah keberadaan para purnawirawan militer itu mampu menjadi amunisi ampuh dalam memenangkan pertempuran panjang Pilpres yang akan berlangsung hingga tahun depan. Rasanya pengalaman memberi pelajaran.
Pasca reformasi, kondisi politik semakin matang. Hal ini jelas berbeda dengan masa lalu kehadiran seorang militer aktif atau purnawirawan militer bisa memberi dampak signifikan pada konsolidasi di garis bawah.Â
Namun, seiring bergulirnya reformasi yang ditandai dengan kemudahan bagi pemilih untuk mengakses informasi serta jaminan kebebasan dalam menentukan sikap politik, keberadaan para purnawirawan militer cenderung tidak lagi efektif untuk memengaruhi masa.