Hingga kini masih terjadi kesimpang-siuran yang terjadi terkait pelaku penyerangan di Gereja Bedog.
Sejak peristiwa pembacokan di Gereja St Lidwina Bedog yang terjadi pada hari Minggu (11/2/2018) yang lalu, masih terdapat pemberitaan yang agaknya bias tentang pelaku. Pemberitaan di media yang ditemukan justru tidak menginterogasi sosok pelaku itu sendiri, namun lebih mengkupas dari sisi lingkungan pelaku.
Adanya ketidaksesuaian pemberitaan antara breaking news (11/8) dengan fakta aktual pasca penyerangan masih ditemukan di beberapa media mainstream. Sejauh ini, pernyataan yang didapat adalah belum dipublikasikan menurut keterangan Densus 88. Hal ini tentu saja berpotensi untuk mengarahkan opini publik ke topik bahasan lain seputar Suliyono, sang pelaku.
Adapun Buya Syafii yang sempat mengobrol secara langsung dengan Suliyono, ketika pelaku masih dirawat di RS Bhayangkara Sleman. Fakta-fakta tersebut kemudian diceritakan kembali oleh Ahmad Muttaqin Alim, ketika sempat menunaikan salat berjemaah dan sedikit mengobrol bersama Buya Syafii.
Berikut 5 fakta dari pemberitaan Suliyono yang masih berpotensi bias berdasarkan data dan kesan yang didapat oleh Buya Syafii :
- Pelaku Diduga Gila atau ‘Gila’?
Ada pemberitaan di media yang mencoba menggali soal identitas Suliyono melalui keluarga dan lingkungannya. Salah satu pemberitaan tersebut menyatakan bahwa sebelum melakukan aksinya Suliyono sempat memberikan pernyataan lewat telepon ingin menikah dengan bidadari.
Tak sedikit publik yang akhirnya berspekulasi bahwa pelaku ini sudah gila (secara psikologis), lewat pemberitaan tersebut.
Pemberitaan terbaru menyebutkan bahwa kini pelaku sudah dalam kondisi membaik pasca penembakan dan sudah dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif ketika diperiksa Detasmen Khusus (Densus) 88.
Buya syafii pun demikian, ketika beliau sempat mengobrol sekitar 30 menit, Suliyono dapat berkomunikasi dengan baik, dan nyambung.
Meskipun demikian ada pernyataan yang agak kontradiktif antara dia berencana pulang ke rumah orang tuanya pada 13 Februari, tapi siap mati di gereja pada Minggu pagi itu.
Namun kesan yang didapat oleh Buya Syafii secara umum dia tampak waras.
Dari keterengan diatas, karenanya dugaan gila kepada Suliyono lebih tepat jika dikatakan ‘gila’ secara kognitif, oleh karena doktrin yang ia dapat ketika menjadi Santri di Pondok Pesantren Sirojul Muhlisin, Topo Lelono, Secang, Magelang, Jawa Tengah.
- Benci terhadap kaum kafir
Suliyono mengaku benci orang kafir dan bekerja sendirian tanpa ada paksaan dari kiai atau guru yang mengajarkan itu. Ia juga menghancurkan patung Yesus dan Bunda Maria dalam upaya mencegah agar tidak disembah.
Sejauh ini, tahap penyelidikan mengenai motif yang mendasari aksi Suliyono masih didalami oleh Densus 88. Pelaku telah dipindahkan ke Jakarta Rabu (14/2) untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.
- Pelaku Ditembak di Kaki Bukan di Perut
Berdasarkan dari beberapa breaking news yang saya temukan, ada beberapa media yang menyebutkan bahwa telah dilepaskan tembakan beberapa kali dan salah satunya mengenai perut dan kaki.
Media yang ditemukan merivisi pemberitaan tersebut adalah Tempo. Faktanya, Suliyono dilumpuhkan dengan dua tembakan di kakinya yakni lutut dan paha.
- Berstatus Mahasiswa, Aktif atau Non Aktif?
Saat ditanya oleh Buya Syafii ketika dijenguk di RS Bhayangkara siang harinya, Suliyono (22) mengaku pernah kuliah di Palu selama 2 semester.
Pilihan diksi ‘pernah’ atas jawaban Suliyono tersebut agaknya sedikit menegaskan bahwa kini pelaku sudah tidak lagi kuliah dan menyandang status mahasiswa nonaktif.
- Sempat Menjual Hape
Suliyono mengaku menjual handphone untuk membeli parang yang ia gunakan untuk menjalankan aksinya. Suliyono juga mengaku menemukan penjual sajam tersebut di internet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H