Harta, tahta, dan wanita. Ya, ketiga hal tadi merupakan semacam godaan yang sangat begitu berat untuk dihindari oleh para pemangku kekuasaan di negeri ini. Benar sekali, negeri dongeng yang penuh dengan cerita bahagia bagi mereka yang rakus dan tidak pernah puas akan segala kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Baru-baru ini, sangat sering terdengar berita prostitusi online yang merusak negeri. Hampir setiap media yang ada di Indonesia selalu menjadikan berita prostitusi online tersebut seolah-olah menjadi headline news bagi siapa pun orang yang ingin mengetahuinya. Ya, mungkin media yang ada saat ini, bagi saya seolah-olah kekurangan berita hangat yang ingin ditampilkan atau di share kepada masyarakat Indonesia.
Sedih memang rasanya melihat kenyataan yang ada saat ini. Namun, ini adalah sebuah pilihan yang harus dihadapi oleh bangsa kita. Pilihan yang berat memang, dan harus kita tuntaskan hingga ke akar-akar permasalahannya.
Sedikit pandangan saya terhadap kasus prostitusi yang saat ini sedang merusak generasi tua maupun muda yang ada di Indonesia. Indonesia saat ini sedang mengalami pergolakan moral yang sangat berbahaya. Banyak nilai-nilai moral dan budaya yang sudah terkikis dari bangsa kita ini.
Pertama, bangsa kita menjadi sangat fanatik terhadap budaya barat yang terus merajalela perkembangannya. Ya, tepat sekali, faktor globalisasi menjadi hal utama dalam penurunan moral dari masyarakat Indonesia saat ini. Masyarakat kita seolah-olah melupakan adat ketimuran atau budaya yang mengakar dari bangsa Indonesia sejak dulu. Lalu muncul pertanyaan sederhana, “dimana fungsi Pancasila sebagai dasar negara atau filter terhadap masuknya pengaruh globalisasi?”
Yoi sobat, Pancasila sebagai dasar negara kita tinggalah untaian-untaian kata indah yang tertuang jelas di dinding sekolah yang ada. Pancasila kehilangan legitimasinya sebagai filter atau penyaring dari berbagai pengaruh negatif era globalisasi yang ditawarkan saat ini. Padahal sejak dulu, para penguasa kita dan bahkan hampir seluruh rakyat Indonesia telah TAMAT dalam pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan yang diajarkan dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Artinya, ada penyakit bodoh yang begitu akut dalam diri masing-masing. Bodoh bukan berarti tidak tahu, tapi bodoh yang dimaksud adalah ketidaktahuan menempatkan ilmu yang didapat, yang pada hakekatnya ilmu itu sendiri bersifat suci dan bersih.
Kedua, bangsa kita saat ini kekurangan tontonan yang mendidik dan bermanfaat. Banyak tontonan pada pertelevisian kita saat ini, hanya menampilkan lekuk tubuh yang indah dan seksi dari artis-artis Indonesia, yang menurut saya memiliki kecantikan yang begitu luar biasa apabila telah dipoles make up tebal serta perhiasan yang begitu mahal (yang mukanya wong ndeso pun jadi cantik hahaha).
Banyak acara hiburan saat ini hanya menampilkan tarian atau joget-joget yang tidak jelas gerakannya dan hanya mengumbar aura hot dan seksi semata. Saya tidak munafik, mungkin itulah Indonesia, yang diwarisi sejarah perbudakan seksual di masa penjajahan Jepang dahulu.
Jadi, sederhananya, apabila tontonan publik saja telah menampilkan keseksian yang merajalela, rakyat kelas atas hingga rakyat kelas bawah pun memuncak hasrat seksualnya. Maka dari itu, munculah oknum-oknum jahat yang berusaha mengeksploitasi kemolekan tubuh wanita Indonesia untuk dijadikan bisnis menguntungkan dan menggiurkan bagi siapa saja yang terlibat didalamnya.
Oleh karena itu, jangan heran, bisnis prostitusi begitu marak tumbuh ditengah masyarakat kita saat ini. Karena bangsa kita ini, telah kehilangan arah dan meninggalkan tonggak dasar dan sejarah yang begitu besar pengaruhnya bagi perkembangan Indonesia kedepannya. Kita tidak munafik adanya, namun inilah Indonesia dengan keragaman cerita didalamnya.
Oleh karena itu, saya mengajak semua kalangan yang ada, baik kalangan atas hingga kalangan menengah, mari kita perbaiki diri kita untuk Indonesia yang jauh lebih baik kedepannya. Karena saya teringat akan cerita sobat seperjuangan saya sewaktu saya bercerita dengan beliau di kampus. Beliau bercerita, bahwa alkisah ada seorang pemuda yang ingin merubah dunia. Namun, pemuda tersebut pesimis terhadap tujuan yang ingin dicapainya, karena setelah ia lihat dunia begitu besar dan luas untuk dirubah. Sehingga ia menurunkan mimpinya, dengan hanya ingin merubah negara kelahirannya. Namun ia juga tersadar bahwa negara juga begitu besar dan luas untuk dirubah olehnya. Begitu seterusnya. Hingga ia sampai kepada satu keyakinan, bahwa ia harus merubah dirinya terlebih dahulu untuk menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat sebelum ia merubah segalanya.