Sarjana, Syarat Standar Kerja!
D1C020026 – Diosi Suci Rahmadani
“Ahh yang penting kuliah ...” ucapan yang kini banyak memenuhi pemikiran mahasiswa. Bukan tanpa alasan, ucapan itu akan keluar dari mereka yang merasa terjebak dalam tuntutan kehidupan, demi sebuah gelar dan gengsi. Seorang “mahasiswa” dulu dikenal sebagai orang yang mampu, mampu dalam menyerap ilmu, mampu dalam mengaplikasikan ilmu, mampu dalam mengimbangi keduanya dan mampu – mampu lainnya. Namun kini mahasiswa mampu tersebut, semakin menurun populasinya. Bahkan tidak sedikit dari mereka, masuk dalam jurusan yang bahkan tidak pernah ada dalam lintas pemikirannya, jurusan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, jurusan yang hanya dijadikan sebagai ajang perlombaan antar gengsi. Rupanya, gelar sarjana menjadi patokan utama.
Jika ditanya mengapa memilih jurusan yang saat itu sedang di jalankannya, delapan puluh persen dari mahasiswa tersebut menjawab “Keterimanya disini/Engga lulus pilihan pertama/Masuk aja, yang penting kuliah/Jalur ordal (orang dalam)” dan dua puluh persen lainnya berkemungkinan mereka memang menginginkan jurusan tersebut dan paham akan jurusan yang mereka pilih.
Lalu bagaimana kelanjutan delapan puluh persen tersebut? Tak heran jika beberapa dosen sering mengeluarkan kalimat yang dirasa mahasiswa menyakitkan, namun bisa jadi itu adalah sebuah motivasi untuk mahasiswa bergerak lebih atas pendidikan yang mereka tempuh. Memang standar kehidupan kini sudah sangat tinggi, hingga mahasiswa tidak sadar bahwa perkuliahan juga salah satu pembekalan diri. Kuliah guna gengsi, kuliah guna pamer, kuliah guna gelar, kuliah guna uang jajan, kuliah guna menyaingi teman/saudara, kuliah guna menghindari sindiran om dan tante. Itulah yang akan terjadi jika kita mengedepankan standar kehidupan orang lain dalam hidup kita.
Namun hal seperti ini pun tidak bisa sepenuhnya di salahkan, dunia kerja juga menaruh standar yang tinggi. Dari beberapa alumni mahasiswa yang artinya mereka sudah bergelar sarjana, mengakui bahwa ketika melamar kerja, perusahaan cenderung melihat gelar dan universitas calon pegawainya. “Oh si A lulusan univ yang ini, pasti bagus ni / Oh si B lulusan univ yang ini, haduh engga terkenal ya, memangnya dia bisa?” tapi lupa akan kemampuan yang di miliki si calon pegawai tersebut. Sudah sarjana saja masih sangat sulit mendapatkan pekerjaan, bagaimana mereka yang hanya lulusan SMP/SMA? Keterbatasan biaya yang menjadi alasannya. Cenderung mereka juga akan memandang rendah dan menempatkan mereka di pekerjaan – pekerjaan yang berada dibawah standar pemilihan. Ketika si A yang hanya lulusan SMA bisa menjadi sekretrasi misalnya, akan banyak pertanyaan yang dilontarkan pegawai lainnya “Loh lulusan SMA bisa jadi sekretaris? Bayar berapa dia masuk sini ya?”
Orang dalam juga salah satu kunci seseorang mudah mendapatkan pekerjaan, entahlah bagaimana sistem kerja di negeri konoha ini. Saya hanya berharap dan menitip pesan untuk rekan – rekan yang mungkin akan memasuki jenjang perkuliahan, hati – hatilah dalam memilih jurusan. Pikirkan matang – matang dan tekuni hingga tuntas, perbanyak kemampuan, tingkatkan semangat dalam menempuh pendidikan. Jangan sampai jurusan yang kamu pilih menjadi boomerang untukmu di masa yang akan datang, jangan ada kata menyesal ketika sudah masuk dalam satu jurusan dan jangan mudah terhasut dengan mulut manusia. Pegang teguh prinsip hidupmu, maka kamulah orangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H