Lagi, sebilah rindu padamu tiba-tiba datang tadi. Syukurlah kamu sudah sampai di mimpimu. Sesungguhnya, aku mau kamu terus ada.
Tempat ini, ruangan ini, masih terus ada untukmu. Sofa beludru abu-abu, pemutar video dan kelengkapannya, serta secangkir coklat hangat tanpa gula favoritmu, akan selalu siap tersaji untukmu.
“Bul, malam ini mau menonton apa?” tanyamu kala itu.
“Aku mau menonton apa yang kita tonton waktu kamu pertama kali mengajakku berkencan,” jawabku.
Lalu kamu setel, dan ya, aku hanya terus memandangmu.
Iya, aku mau terus memilikimu. Aku tak rela membagimu untuk yang lain, ngeri aku membayangkannya.
Tapi, esok hari kamu lalu pergi. Dan surat tanpa rindu yang terpuaskan sengaja kamu tinggal di meja. Aku baca.
Sepucuk lembar lain terlampir dalamnya, terjatuh. Selembar kertas tebal wangi dan cantik, bergambar peta rumahmu di baliknya.
Tak kukira kamu tetap tega memberinya kepadaku.
“Bul, aku yakin kamu akan datang.” tulismu singkat di sebelah tanda namamu.
Esoknya lagi aku datang ke pestamu, membawa karangan rindu dan bekas hadirmu. Kukembalikan semua janji darimu, untuk mempelai yang bersanding di sebelahmu.
Jabal Mina, 16 April 2012, 20.35
------
Mohon kritik, saran, komentar :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H