Mohon tunggu...
Dion DB Putra
Dion DB Putra Mohon Tunggu... profesional -

Dion DB Putra adalah wartawan. Dion lahir di Ende, salah satu kota bersejarah di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sampai detik ini masih belajar membaca dan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Terusir dari Roma

3 Juli 2010   11:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:07 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Oleh Dion DB Putra [caption id="attachment_183047" align="alignright" width="300" caption="shutterstock"][/caption] SEPAKBOLA bukan hanya soal prestasi. Bola juga membawa tragedi. Tragedi kehidupan manusia yang lama membekas di relung hati. Sejauh ada tangis, maka kegembiraan pun tak sepenuhnya mempunyai nilai sukacita. Itulah yang selalu diingat Diego Armando Maradona. Di Kota Roma, Diego menangis sejadi-jadinya ketika 70 ribu tifosi (pendukung) Italia mengolok-olok  dirinya saat memimpin Argentina menghadapi Jerman Barat di grandfinal Piala Dunia 1990. Diego bersama Argentina gagal mempertahankan gelar. Tim Tango terusir dari Roma sebagai tim yang kalah disertai hujatan, Biarlah Si Tangan Setan Pergi ke Neraka - untuk mengolok Maradona yang menciptakan gol "tangan Tuhan" ke gawang Inggris di Piala Dunia Meksiko 1986. "Kenangan itu tak terlupakan. Saya merasa sendirian menjadi musuh dua negara sekaligus. Musuh Jerman dan Italia. Tapi saya menangis atas apa yang dilakukan Italia terhadap saya dan Argentina," kata Maradona mengenang peristiwa itu. Setelah Squadra Azzurra tersungkur di semifinal, fans Italia marah terhadap Maradona yang dijuluki El Pibo de Oro (Si Anak Emas). Mereka menganggap Diego mengakhiri mimpi Italia saat Piala Dunia berlangsung di tanah air sendiri. Diego Maradona memang menebarkan sensasi di World Cup 1990 Italy. Dunia menertawakan Argentina dan mulut besar Maradona saat juara bertahan itu dipermalukan Kamerun 1-0 pada laga perdana Grup B 8 Juni 1990 di Stadion Giuseppe Meazza Milan. Kamerun yang dipimpin "singa tua" Roger Milla sontak termasyur lewat aksi Milla yang memukau. Ketika banyak orang meremehkan Argentina, Maradona membuat perbedaan. Pelan tapi pasti Argentina menang 2-0 atas Uni Soviet dan bermain 1-1 melawan Rumania. Argentina lolos ke babak 16 besar bersama Kamerun dari Grup B. Di babak babak 16 besar tanggal 24 Juni 1990, Argentina memulangkan Brasil lebih awal. Maradona dkk menekuk tim Samba 1-0. Laju Argentina tak tertahankan lagi. Mereka menghabisi Yugoslavia 3-2 di babak perempatfinal lewat adu penalti setelah skor 0-0 selama waktu normal. Tifosi Italia tercengang karena pertemuan dengan Argentina di semifinal tak terelakkan. Tapi semua menjagokan Squadra Azzura yang meraih hasil 100 persen sejak penyisihan grup. Sebagaimana watak aslinya, Maradona tampil percaya diri dan menyatakan tidak takut melawan tuan rumah Italia, negara tempat ia mencari makan dan menjadi bintang besar bersama klub Napoli sejak 1984. Laga semifinal di San Paolo 3 Juli 1990, Argentina menang 4-3 lewat adu penalti setelah skor 1-1 selama 120 menit. Kiper Argentina, Sergio Goycochea menjadi pahlawan. Dia menggagalkan eksekusi penalti dari Roberto Donadoni dan Serena. Dengan berlinang air mata, Italia terbang ke Bari untuk memperebutkan ranking ketiga melawan Inggris yang juga takluk 3-4  atas Jerman Barat. Banyak jalan ke Roma, tapi hanya  Argentina dan Jerman Barat yang berhak masuk Kota Roma memperebutkan tahta terhormat. Rakyat Italia jengkel betul dengan Maradona. "Argentina dan Maradona harus ditempeleng empat kali," tulis Corriere dello Sport kala itu. Forza Germania! Demikian bunyi spanduk raksasa di Stadion Olimpico serta teriakan tifosi Italia. Mereka mengelu-elukan kapten Jerman, Lothar Mathaeus. Lothar saat itu adalah pemain pilar Inter Milan (1988-1992). Tifosi Italia merasa Jerman sebagai saudara yang pantas membalaskan dendam atas Argentina. Toh ada lima pemain inti Jerman Barat di Piala Dunia 1990 yang membela klub Serie A yaitu Rudi Voeller,  Matthaeus, Jurgen Klinsmann, Andreas Brehme dan Berthold. Dasar Maradona keras kepala. Bukannya takut, dia  malah menyulut emosi fans Azzurri dan Jerman lewat sindiran pedas. "Melawan Brasil kami sukses berkat keajaiban. Melawan Italia adalah pertandingan kami yang paling ringan. Jerman Barat? Ah, mereka sudah merasakan penderitaan di final 1986," kata Maradona sebelum malam final melawan Jerman Barat 8 Juli 1990 di Stadion Olimpico Roma. Di babak final Piala Dunia 1986, Diego Maradona dkk mengalahkan Jerman Barat 3-2 di Stadion Azteca Meksiko. Tiga kali gawang Schumacher jebol berturut-turut menit ke-23 dan 56 oleh Brown dan Jorge Valdano serta gol pamungkas dari Buruchaga menit ke-86. Semua gol tercipta berkat passing jitu Maradona. Jadi wajarlah bila dia amat percaya diri menghadapi tim yang sama di Roma 1990. Namun, kali ini sejarah tidak memihak Diego. Argentina gagal membendung mesin diesel Jerman. Teror penonton sepanjang laga di Olimpico 8 Juli 1990 ikut meredupkan bintang Argentina. Sebelas pemain Argentina seolah menghadapi 13 pemain. Pemain ke-12, fans Jerman dan pemain ke-13 para tifosi Italia yang marah. Jerman mengalahkan Argentina 1-0 lewat gol penalti Andreas Brehme. Kiper Goycochea yang tampil gemilang saat menghadapi Yugoslavia dan Italia, gagal menepis tembakan Brehme. Di akhir pertandingan, Maradona menangis sesenggukan. Tak sanggup menegakkan kepala. "Italia menganggap saya lebih dari setan. Dan, Jerman  memetik keuntungan," kata Maradona. Dendam kesumat itulah yang ingin dituntaskan Maradona saat tim asuhannya melawan Jerman di perempatfinal Piala Dunia 2010, Sabtu (3/7/2010) malam.  Sejak memastikan bertemu Jerman, Maradona telah berulangkali secara terus terang mengungkapkan dendamnya atas Jerman. "Kami tidak takut siapa pun. Saya sudah tak tahan untuk segera menghentikan mereka (Jerman)," kata Diego. Kemarin Maradona menyindir gelandang Jerman,  Bastian Schweinsteiger yang menuduh pemain Argentina suka memprovokasi dan mempengaruhi wasit. Dalam wawancara televisi, Maradona menanggapi gelandang Bayern Munchen itu dengan aksen Jerman palsu. "Ada apa Schweinsteiger? Apakah kamu gugup?" kata Maradona seperti dikutip Sky Sports.  Wow! Dengan sokongan bintang titisannya Lionel Messi yang oleh pers diplesetkan sebagai Messidona serta pemain-pemain berbakat lainnya, Maradona cukup percaya diri menghadapi laga hidup mati melawan Jerman. Apalagi catatan rekor memihak Argentina. Menurut data kantor berita Reuters, kedua negara telah bertemu 18 kali dalam laga resmi Piala Dunia  maupun ujicoba sejak di Malmo 8 Juni 1958 hingga terakhir di Munich, 3 Maret 2010. Dari 18 pertemuan itu, Argentina menang 8 kali. Jerman 6 kali unggul dan 4 kali berakhir seri. Maradona optimis karena dalam partai ujicoba di Munich bulan Maret lalu, timnya mengalahkan Jerman 1-0. Jika Maradona banyak cakap dan tidak malu-malu mengungkapkan dendamnya terhadap Jerman, sikap sebaliknya diperlihatkan pelatih Jerman, Joachim Loew. Loew tak sekalipun terpancing sindiran Maradona atau mengeluarkan pernyataan meremehkan lawan. Loew  minta kepada Philipp Lahm dkk  tetap fokus karena mereka akan menghadapi salah satu tim terbaik di South Africa 2010. "Argentina tim yang hebat. Jadi, sangat penting bagi kami untuk tetap fokus dengan gaya permainan dan tujuan kami di Afrika Selatan," kata Loew. Dari sisi kematangan pemain, Argentina sedikit lebih baik ketimbang Jerman yang berintikan rata-rata pemain muda usia. Namun, jika Jerman konsisten dengan cara bermain disiplin dan efektif, bukan mustahil Argentina akan menelan pil pahit di Cape Town malam ini. Jerman kiranya telah belajar dari kekalahan melawan Serbia. Dua kemenangan telak, masing-masing 4-0 atas Australia di penyisihan grup dan menyingkirkan musuh bebuyutan Inggris di perdelapanfinal 4-1 merupakan bukti kuat betapa Jerman 2010 pantas diunggulkan sebagai calon juara. Cara bermain Jerman memang tak sedap dipandang mata. Tapi hanya Jerman yang mampu menunjukkan cara sederhana bagaimana meraih kemenangan. Prinsip dasar sepakbola Jerman warisan "Kaisar" Franz Beckenbauer adalah fisik yang prima (krauftfussball). Fisik prima ditunjang dengan disiplin tinggi. Inilah yang membuat Jerman dijuluki tim spesialis juara. Lihat postur dan aksi pemain Jerman. Mereka atletis, kuat, lincah, dinamis, cepat dan hebat daya tembaknya ke gawang lawan! Melawan Jerman merupakan ujian sesungguhnya bagi Maradona dan timnya. Musuh utama Maradona dan Argentina adalah over percaya diri sebagaimana Brasil yang akhirnya tersungkur menghadapi Belanda di Port Elizabeth semalam. Rekor Belanda tak pernah menang atas tim Samba berakhir sudah!  Malam ini Maradona mesti membuktikan bahwa dia tidak mau mengalami tragedi yang sama dua puluh tahun silam di Roma, terusir dengan berurai air mata dari bumi Bafana-Bafana. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun