HARI Sabtu 16 Februari 2013 di Kota Manado yang bermandikan rinai hujan, memoriku sontak mengenang kisah puluhan tahun lalu dari mulut Peter Apollonius Rohi atau akrab disapa Om Peter Rohi. Ini gara-gara sobatku Fehan Ohan berbagi foto dan status dari akun FB Om Peter.
Di akun Facebooknya Om Peter Rohi mentag selembar foto disertai tulisan sebagai berikut: Inilah Om Bas Wie, dan istrinya. Om Bas tahun 1946, ketika berusia 11 tahun bergantung di kaki roda pesawat dari Kupang menuju Australia. Beberapa waktu lalu ditampilkan di Chanel - 9 dalam program This is Your Life di TV Australia. Dia orang pertama yang bergantung di roda pesawat melintasi samudera dari Kupang, Timor menuju Darwin, dengan pesawat RAAF selama dua jam. Media Australia dan dunia memuat peristiwa itu di halaman muka. Masih bisa dicopy dari Google.
Ini foto ketika lima puluh tahun perkawinannya dengan perempuan Eropa, Margareth yang sangat mencintainya. Di Australia om Bas diangkat anak oleh walikota Darwin disekolahkan sampai menjadi insinyur, dan ahli tata kota. ANAK INDONESIA ASAL PULAU SABU PERTAMA YANG (LAYAK) TERCATAT DALAM GUINNESS BOOK OF RECORD!
Status FB Om Peter Rohi sungguh memantik kenanganku sebagai wartawan pemula di Harian Pos Kupang yang terbit perdana akhir tahun 1992. Dalam suatu kesempatan ketika itu, saya dan sejumlah teman seperti Viktus Murin, Ferry Jahang, Yulius Lopo, Paul Bolla, Key Tokan Abdulasis dan lainnya terkagum- kagum mendengar kisah Om Peter Rohi tentang seorang bocah asal Sabu yang bergantung di kaki roda pesawat RAFF dalam penerbangan selama tiga jam dari Kupang ke Darwin, Australia Utara pada tahun 1946.
Bocah lelaki asal Pulau Sabu tersebut memang mengalami luka-luka namun dia hidup. Sesuatu yang menakjubkan mengingat terbang bergelantungan di roda pesawat bukan sesuatu yang lazim dilakukan manusia.
Tahun 1995 dan 1996 saya mendapat kesempatan meliput NT Expo di Darwin Australia Utara. Dalam suatu jamuan makan malam dengan keluarga Flobamora di sana, saya sempat bersua sejenak dengan Om Bas Wie. Namun, dasar wartawan yang baru berusia setahun jagung, saya melewatkan kesempatan emas mewawancarai beliau, sesuatu yang sangat saya sesali di kemudian hari (hehehe...semoga jadi pelajaran berharga bagi wartawan bahwa kesempatan itu emas sehingga harus ditangkap!) Saya sempat mengambil foto-foto, tetapi foto tersebut agaknya susah ditelusuri lagi mengingat dokumentasi Pos Kupang pada masa-masa awal ala kadarnya (manual) sehingga banyak momen bersejarah terbuang percuma.
Nah, tentang kisah Om Bas Wie baik kiranya kita menikmati tulisan Bram di http://kabarntt.blogspot.com.au berikut ini.
Bas Wie telah menjadi legenda. Kisah bocah 12 tahun yang terbang dari Kupang ke Darwin dengan duduk di bagian roda pesawat (wheel compartment) milik tentara Belanda di tahun 1946 telah menjadi bagian dari ingatan abadi orang Australia dan mendunia. Ia akan selalu dikenang, dengan aksi beraninya, bergantung di bagian roda pesawat selama 3 jam. Itu lah sebabnya sebutan `Kupang Kid' hanya akan menjadi milik Bas seorang.
Koki kecil di Penfui ini menjadi saksi akhir Perang Dunia Kedua. Kupang, dan daerah Timor secara keseluruhan kala itu menjadi medan pedang Australia dan Jepang. Pulau Timor menjadi buffer zone bagi tentara Australia, yang memilih menghadang Jepang di Timor sebelum tentara matahari terbit sempat bergerak menuju daratan Australia. Perang telah memisahkan ia dari keluarga besarnya.
Kisah koki kecil pemberani