Mohon tunggu...
Dion DB Putra
Dion DB Putra Mohon Tunggu... profesional -

Dion DB Putra adalah wartawan. Dion lahir di Ende, salah satu kota bersejarah di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sampai detik ini masih belajar membaca dan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Lagi Emm? Jangan ke Komodo!

17 Agustus 2010   10:48 Diperbarui: 30 Juni 2015   17:47 1622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_229401" align="alignleft" width="300" caption="wikipedia.org"][/caption] "KECEWA berat bung. Bayangkan saya sekarang sudah sampai di Labuan Bajo tapi batal  ke Pulau Komodo. Maklum lagi Emm. He-he-he..."

Pesan singkat itu masuk ke ponselku akhir pekan lalu. Pesan dari seorang teman asal Jakarta, pegiat lingkungan  yang sangat ingin melihat biawak raksasa komodo langsung di habitatnya, yaitu Pulau Komodo dan Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Wah, sayang sekali. Padahal tinggal nyebrang beberapa jam sudah bisa melihat biawak raksasa dari zaman purba itu. Tapi kalau sedang haid memang tidak boleh. Sangat berbahaya," jawabku coba membesarkan hatinya. Begitulah.

Salah satu syarat yang mutlak dipatuhi pengunjung Pulau Komodo adalah tidak sedang datang bulan (haid) atau sedang terluka. Maksudku luka baru di bagian tubuh mana pun  yang menebarkan aroma darah segar. Mengapa tak boleh?

Kiranya Anda maklum bahwa indera Si Komo (komodo) sangat peka dengan darah manusia atau darah binatang. Mencium bau darah, si Komo berubah bringas dan ingin segera melahap korbannya. Dengan bantuan angin, komodo (Varanus komodoensis) bahkan dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4 sampai 9 kilometer.

Kegagalan temanku berangkat ke Pulau Komodo pekan lalu gara-gara si Emm... itu mengingatkan peristiwa medio tahun 1995. Kala itu saya sempat seminggu berada di Pulau Komodo untuk liputan jurnalistik. Tugas dari kantor untuk menulis lebih jauh tentang komodo dari berbagai aspek.

Suatu pagi saya terpaksa bangun lebih awal di penginapan Loh Liang - Pulau Komodo  karena mendengar sedikit keributan di pantai. Saya bergegas  ke sana untuk mencari tahu apa yang terjadi. Oh rupanya ada cewek bule (kemudian saya tahu namanya Claudia) asal Jerman yang sedang menangis sesenggukan karena dilarang turun dari kapal.

Claudia bersama ayah, ibu dan adiknya termasuk dalam rombongan wisatawan Jerman dan Swiss sekitar 20 orang yang hari itu berkunjung ke Pulau Komodo difasilitasi sebuah biro perjalanan di Denpasar, Bali. Claudia dilarang turun ke darat karena sedang datang bulan.

Claudia merengek agar bisa ikut ke darat tetapi tegas ditolak petugas di Pulau Komodo karena kehadirannya bisa membahayakan seluruh anggota rombongan dan manusia lain di pulau kecil itu. Ya, termasuk saya. He-he-he... Claudia yang saat itu saya taksir usianya belum genap 20 tahun jelas sangat kecewa.

Datang jauh-jauh dari Jerman untuk melihat Si Komo, eh jadi berantakan karena si Emm... Setelah diberi pengertian oleh ayah dan ibunya, Claudia akhirnya bisa menerima. Dia kembali ke kapal wisata yang buang sauh sekitar 4 km sebelum pantai Loh Liang.

Kapal bermesin memang dilarang menepi di Pulau Komodo atau Pulau Rinca karena bisa mengganggu kenyamanan komodo yang kini populasinya menurun drastis (tinggal 1.000-an ekor)  karena sebagian habitatnya rusak akibat ulah manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun