Keengganan pemilik usaha untuk menggratiskan lahan parkir ini merupakan gambaran nyata liberalisasi ekonomi. Seolah-olah terpatri di kepala bahwa asal bisa diuangkan dan menambah penghasilan, kenapa harus gratis?
Memang dalam ilmu ekonomi ada frasa terkena "there's no such things as free lunch". Tapi hey! Kan saya udah bayar misonya. Mau lunch, dinner, atau breakfast juga bukan urusan anda! Pokoknya saya bayar. Kenapa pas saya pulang ditagih duit lagi?
Protes saya ini bukan semata soal angka. Ini soa filosofi. Mengkomersialkan sesuatu yang seharusnya sudah bagian dari pelayanan adalah gejala. Cara pandang kita sebagai makhluk ekonomi makin parah, hingga mengatasi peran kita sebagai makhluk sosial.
Di atas, saya mendeklarasikan dukungan terhadap parkir on street maupun off street karena menyumbang nominal yang cukup besar ke dalam Pendapatan Asli Daerah. Namun, bukan berarti tidak terdapat masalah.
Parkir on street tampaknya masih perlu dibuatkan regulasi baru. Ya, keuntungan daerah itu satu hal. Tapi memakan bahu jalan hingga menyebabkan kemacetan itu outcome yang tidak main-main. Sekali lagi ini gejala. Bahkan pemerintah yang memang peran utamanya melayani menomorduakan pelayanan setelah keuntungan.
Sebenarnya tidak perlu ada hirarki soal mana yang lebih perlu. Namun gap yang sudah tidak masuk akal antara pelayanan dan pencarian keuntungan meniscayakan hal tersebut.
Kembali lagi kepada kita manusia secara umum, ini merupakan gejala. Bukan tidak mungkin jika suatu saat pemilik warung miso langganan saya di atas menjadi Presiden Republik Indonesia, lahir kenijkan berjalan di atas trotoar bayar, raskin seharga caviar, atau bahkan sekolah negeri ber-SPP setara tarif bimbel logo gajah.
Untuk hal kemacetan mungkin bisa dihadirkan regulasi yang mewajibkan pemilik usaha menyediakan lahan parkir sekian meter untuk mencegah kemacetan. Gakpapala bayar, asal jangan dibentak orang lewat pas mau keluar parkir.
Cara pandang "kalau bisa mendatangkan duit, kenapa harus gratis" pada hakekatnya memang berbahaya. Bagaimana jika suatu siang saya sangat lapar dan memutuskan ke warung miso tadi dengan uang pas satu porsi miso?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H