Mohon tunggu...
Dionn Dity
Dionn Dity Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswi universitas bengkulu, yang sedang menimba ilmu komunikasi semester 4 ..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kehidupan Wanita Pesisir

21 Maret 2011   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:35 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia



Di suatu sore aku bersama sahabatku menelusuri sepanjang jalan pantai panjang Bengkulu. Kami perhatikan pula kehidupan masyarakat dipesisir pantai. Anak-anak riang bermain dengan deburan ombak, bujang gadis-nya menikmati indahnya lautan nan biru, langit yang cerah dan kami memandangi beberapa kapal yang merapung dan jemuran ikan yang menarik untuk kami dokumentasikan.

Kami mencoba menghampiri ibu penjual hasil laut yang digorengnya. Awalnya kami memesan sate lokan, bakwan, dan kepiting goring. Meskipun kami sedikit ragu, namun akhirnya kami memberanikan diri berbincang dengan si ibu penjual. Kutanya namanya, ibu Lela Nopriyanti begitu dia katakan. Dia pun mengaku bahwa ayah-ibu dan suaminya merupakan penduduk asli Bengkulu, “yak iyo, susah kalo idak samo orang Bengkulu” begitu utaranya.

Ibu Yen begitu panggilan akrabnya, sehari-harinya mengurusi 5 orang anaknya, lalu menyiapkan dagangan dan berjualan di sore harinya. Saat ini dia pun sangat peduli terhadap putri pertamanya yang baru mengalami menstruasi.

Ibu Yen pun juga mengungkapkan kegembiraan atas perkembangan pantai panjang Bengkulu. Dia sangat setuju karena dia dapat bekerja untuk membantu suaminya mencari nafkah untuk membesarkan kelima buah hati mereka. “istri tu harus membantu suaminyo kerjo, biar ngapo? Biar idak belago, ngapo belago? Karno piti kurang terus”.

Penghasilan yang ibu Yen dapati dari senin-jumat bervariasi dari Rp 100.000 hingga Rp 200.000 atau bahkan tidak ada sama sekali. Namun bila hari sabtu dan minggu penghasilan bisa mencapai Rp 500.000. Suami bu Yen sehari-hari bekerja menjual ikan, beliau mengambil ikan langsung dari pulau Baai. Setiap sore suami bu Yen menjemput ikan, kemudian sesampai di rumah sekitar pukul 6 sore, ikan tersebut dijual kembali . atau setiap subuh lalu dijual kembali sekitar pukul 08.30 pagi.

Memang dengan semakin ramainya pantai panjang Bengkulu, terbuka peluang kepada ibu-ibu disekitaran sana berjualan gorengan hasil laut. Beberapa membuka warung sendiri dan beberapa lainnya berjualan keliling. Kami berbincang pun sambil menikmati gorengan yang kami pesan tadi. Tak lama waktu berselang kami pamit dan membayar jajanan kami.

Itu lah Uncu Leha saat ini yang kutemui, mungkin tak seperti kehidupan uncu leha yang dahulu, namun tetap ibu Yen adalah uncu leha yang menunggu pak uncu menari hasil laut. Sejenak kuterngiang cuplikan lagu daerah ini :

Uncu Leha…. Bebedak bere…. Duduk di tanggo… menunggu pak uncu balik….

Penggalan lirik lagu khas daerah Bengkulu ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Sejak sekolah dasar rasanya lagu-lagu daerah sangat intens untuk diajarkan. Penggalan lirik tersebut sungguh dapat menggambarkan keadaan wanita Bengkulu dahulunya.

Uncu leha dimaksudkan adalah perempuan-perempuan atau seorang ibu-ibu. Sedangkan bebedak bere adalah masker khas Bengkulu atau sering juga disebut bedak dingin. Duduk di tango, tentu melukiskan bahwa rumah has Bengkulu adalah rumah panggung yang tentu memili tangga. Pak uncu adalah seorang nelayan dalam lagu sedang berlayar sehingga istrinya menggu suami pulang membawa ikan untuk menjadi konsumsi mereka nantinya.

Memang mayoritas penduduk asli Bengkulu tinggal di pinggiran pantai panjang Bengkulu. Dan tentunya sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan. Seperti slogan yang sering kita dengar “ikan sejerek bere secupak , madar..” yang artinya berhasil mendapat ikan satu ikat dan beras satu cupak, masyarakat Bengkulu sudah bisa bersantai-santai untuk hari itu.

Seiring berjalannya waktu, kehidupan wanita pesisir pantai Bengkulu pun agak berubah. Sudah jarang ditemui uncu Leha yang menunggu pak uncunya di tangga, karena pola rumah yang sudah modern tidak lagi panggung. Sebagian lagi sudah jarang terlihat uncu Leha menggunakan bedak bere, lagi-lagi akibat modernisasi. Namun soal menunggu pak uncu balik , tetap setia sampai saat ini. Hehehe

Wanita pesisir saat ini mulai mengembangkan usaha dari hasil tangkapan ikan suaminya. Wanita pesisir memanfaatkan perkembangan daerah wisata pantai panjang yang cukup ramai saat ini. Mereka menghidangkan jajanan hasil laut yang disulap menjadi gorengan seafood. Atau tetap dalam bentuk tangkapan segar yang kerap diburu wisatawan-wisatawan yang menyisiri pantai nan panjang itu. (Dionni)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun