Mohon tunggu...
dion juanda gibran
dion juanda gibran Mohon Tunggu... -

Penggiat kemanusiaan dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kasih Mengalahkan Segalanya

13 April 2015   10:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasih Mengalahkan SegalanyaBy: Dion Juanda Gibran

“Takdir sudah terjadi,

ketentuan langit sudah diberlakukan.

Aku disini merenungkan dengan sikap pembelajaran.

Dan kukatakan kepada diriku,

jalanilah segalanya dengan keridhaan,

karena dalam setiap kesulitan,

ada cahaya terang yang membawa keteduhan,

dan membukakan pintu kemudahan,

untuk menentramkan hati, pikiran dan jiwamu.”

Kasih mengalahkan segalanya, merupakan ungkapan yang populer. Sejak semula orang-orang yang percaya sudah mengetahui kebenarannya. Jika kita diperbudak oleh amarah kita, maka kita akan terbakar dengan kebencian. Salah satu emosi manusia yang paling berbahaya adalah kebencian. Kebencian dapat dibandingkan dengan zat asam yang bisa menghancurkan wadahnya. Mereka yang membenci akan hancur oleh kebencian mereka sendiri.

Jengkel, marah, benci, dendam, merupakan empat tingkatan emosi yang akan membuat seseorang tidak bisa tidur nyenyak, membuat seseorang tidak bisa menikmati kelezatan makanan yang disantap. Secara energi, jengkel, marah, benci, dendam, dapat memberi pengaruh yang sangat buruk kepada fisik-mental-spiritual diri sendiri. Tekanan darah naik ketingkat gejala, dan terus bergerak menuju kondisi sakit. Dalam situasi seperti itu, migrain, kehilangan konsentrasi, mual, jantung berdebar, adalah contoh-contoh yang cukup membuat kita menyadari akibat buruk empat tingkatan emosi dari jengkel, marah, benci, dendam. Sebagian orang lainnya mungkin mengalami akibat buruk yang berbeda, dan bisa jadi lebih parah akibatnya.

Mengapa jengkel, marah, benci, dendam, ada pada diri kita?

Emosi telah menjadi bagian kehidupan manusia setua sejarahnya. Dari sudut pandang penciptaan, emosi dirancang ada pada diri kita untuk melengkapi “kesempurnaan sebuah produk”. Emosi pada kapasitasnya yang seimbang, menjadikan manusia lebih manusiawi dalam kemanusiaannya. Contohnya, emosi manusia pada saat sedih dan kemudian menangis. Lagipula, bagaimanakah kita dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya, jika belum pernah merasakan kesedihan dan air mata?

Emosi mempunyai kapasitas energi, dan dapat dikelola menjadi nilai-nilai kebaikan. Azas kemanfaatannya tidak semata-mata untuk diri sendiri, tetapi juga bisa bermanfaat untuk orang lain. Jika kita membuka pintu hati kesadaran, kita bahkan tidak akan merasa jengkel ketika menghadapi situasi yang biasanya membuat kita marah. Membuka pintu hati kesadaran dimulai dengan mencermati, dan mengolah, agar dapat memahami, dan selanjutnya dapat menerima semua hal yang terjadi, narimo ing pandum – menerima sebagaimana adanya.

Mencermati situasi dan kondisi yang menjadi penyebab terjadinya suatu tindakan atau keadaan, kemudian mengolah dengan pertanyaan mengapa dan bagaimana hal tersebut menyakitkan hati kita, maka dampaknya akan membuat kita dapat memahami, dan selanjutnya dapat pula menerimanya. Aspek narimo ing pandum – menerima sebagaimana adanya, adalah titik keseimbangan dalam diri kita. Titik seimbang diantara “pikiran” dan “perasaan”. Titik dimana nuansa kedamaian hadir dalam diri kita.

Pengampunan adalah contoh ekstrim tentang apa artinya kasih, yaitu dengan memberikan anugerah Tuhan kepada orang lain. Pengampunan tidak membuat yang salah menjadi benar. Pengampunan membuatmu menjadi benar. Pengampunan berarti membiarkan dirimu bebas dan lepas dari tirani pikiran yang penuh dendam. Pengampunan adalah suatu ketaatan, dan juga tindakan iman. Kita harus dapat memberikan pengampunan dalam segala situasi, bahkan dalam situasi antara hidup dan mati. Mengampuni orang lain karena kesalahan mereka, memberimu kesempatan untuk memancarkan cahaya kemuliaan ilahi, dalam wujud kebahagiaan pikiran-perasaan, dan ketentraman mental-spiritual. Kasih seharusnya menaklukkan semua dalam diri kita yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun