Cerita sebelumnya: Menyerahkan Diri
**
Hari Minggu bagi sebagian besar dari kita adalah hari bebas “tidur”. Bisa bangun jam berapa pun kita mau. Tapi tidak demikian buat saya yang baru “ngendon” di Wisma Atlet.
Saya harus beradaptasi dengan jam biologis Wisma Atlet. Kemarin ketika saya mulai dirawat di Wisma Atlet, petugas sudah menginfokan bahwa saya sudah harus bangun sebelum pukul 7 pagi untuk mengambil jatah makan pagi dan obat.
Sebelum mendorong tubuh ini untuk get up, saya masih berpikir-pikir di mana saya terinfeksi virus ini. Saya yakin pasti banyak sobat dan teman yang penasaran di mana saya tertular virus laknat ini.
Jujur teman-teman, saya termasuk orang yang cerewet untuk urusan yang berhubungan dengan “keamanan” dari virus Covid-19 ini. Acapkali, bokap dan adik, saya semprot kalau mereka lalai memakai masker.
Saya tidak mau mereka tertular virus ini, apalagi di rumah (ortu) ada mama yang kondisi tubuhnya tidak terlalu fit. Mama mengalami gagal ginjal dan sempat cuci darah beberapa waktu lalu. Saya paling takut kalau mama tertular virus ini.
Sering kali saya berdoa, ya Tuhan jangan sampai mama tertular, kalau pun ada yang tertular biarlah saya saja (doa yang salah ya teman-teman).
Sampai saya menulis tulisan ini, Puji Tuhan mama dalam keadaan baik. Walau jujur saya terkadang masih khawatir dengan kondisi mama. Namun saya serahkan semuanya sama Dia yang punya kuasa.
Kalau ditanya di mana saya tertular, saya bingung jawabnya. Cuma dalam bulan ini, terutama pada awal bulan Juli sampai pertengahan Juli, tepatnya dari tanggal 1-17 Juli, saya memang sering bergadang sampai jam 3 pagi hanya untuk menemani mahasiswa saya menyelesaikan tugas akhir mereka.
Dalam kurun waktu tersebut, saya harus melayani dan menjawab setiap pertanyaan mahasiswa-mahasiswa. Belum lagi kegiatan mengoreksi dan membetulkan penulisan tugas akhir mahasiswa bimbingan. Remuk redam badan di kurun waktu tersebut.