Mohon tunggu...
Dionisius Christensen
Dionisius Christensen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Halo! Perkenalakan saya dion. Saya merupakan seorang mahasiswa tingkat akhir di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perdagangan Manusia di Indonesia dalam Perspektif Sila ke-2 Pancasila

20 September 2023   09:37 Diperbarui: 20 September 2023   09:45 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        

        Jika berbicara mengenai sila ke-2 Pancasila yang berbunyi "Kemanusiaan yang adil dan beradab" pasti terlintas dalam pikiran kita kasus-kasus HAM dan ketidakadilan terhadap masyarakat yang berkekurangan. Jika kita berbicara mengenai HAM dan ketidakadilan dalam masyarakat, secara tidak langsung hal ini dapat dihubungkan dengan keempat sila yang lain, karena bagaimanapun bentuknya hal ini sudah membatasi dan melanggar kebebasan dari setiap pribadi. Mungkin kita pernah mendengar ungkapan yang dikemukakan oleh Ir Soekarno "Perjuanganku akan lebih mudah karena melawan penjajah namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri". Ungkapan Soekarno pasca kemerdekaan ini menyiratkan berbagai makna terhadap isu-isu yang relevan pada zaman ini dimulai dari masalah sosial ekonomi dan berbagai masalah lainnya yang membuat terjadinya banyak penyelewengan diantara sesama kita manusia. Salah satu kasus mengenai perjuangan melawan bangsa sendiri adalah kasus tindak pidana perdagangan orang yang biasa disingkat TPPO atau perdagangan manusia di Indonesia. Perdagangan manusia di Indonesia merupakan isu yang tidak pernah selesai dari zaman dahulu hingga saat ini. Kasus perdagangan manusia dapat diibaratkan membunuh nyamuk di got, hari ini mungkin mati tapi besok pasti akan muncul kembali, yang perlu dilakukan dalam hal ini sebenarnya adalah dengan membersihkan got-got dan saluran pembuangan tetapi hal ini membutuhkan kesadaran bersama agar tidak kotor lagi. Begitu pula kasus perdagangan manusia di Indonesia, tidak bisa kita hanya menyelesaikan kasus perdagangan manusia hanya dengan menangkap para pelaku maupun oknum yang terlibat dalam perdagangan, karena masalah perdagangan manusia ini muncul dengan berbagai latar belakang mulai dari masalah kemiskinan, ketidakadilan, kekerasan dan masih banyak lagi. Cara yang perlu dilakukan adalah dibutuhkannya peranan pemerintah dan warga Indonesia agar terselesaikannya masalah yang melatarbelakangi kasus perdagangan manusia ini. Tulisan ini akan membahas mengenai perdagangan manusia di Indonesia dalam perspektif sila kedua Pancasila.        Sila ke-2 Pancasila memiliki peran dalam menuntun setiap manusia agar berlaku moral terhadap sesama manusia, karena manusia itu merupakan pribadi yang harus diperlakukan sesuai dengan dan berdasarkan martabatnya. Banyak kasus perdagangan manusia di Indonesia yang didominasi oleh kasus-kasus prostitusi dan modus pengiriman tenaga kerja. Beberapa kasusnya antara lain adalah kasus yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa kasus yang cukup terkenal antara lain adalah kasus tiga orang wanita di Sulawesi Utara yang menjadi korban perdagangan orang di Maluku Tenggara Barat. Terdapat juga kasus dimana seorang ibu menjual anak kandungnya sendiri seharga 350.000 ribu rupiah ke pria hidung belang hanya demi kebutuhan narkoba sang ibu. Selain itu, ada juga kasus perdagangan manusia ke timur tengah dengan modus tenaga kerja wanita secara ilegal. Kasus-kasus yang muncul bukan hanya kasus-kasus terhadap perempuan melainkan terhadap laki-laki dan juga anak-anak. Beberapa contoh kasus ini merupakan beberapa tindakan penjajahan oleh bangsa sendiri. Dalam hal ini Pancasila terutama sila ke-2 "Kemanusiaan yang adil dan beradab" sangat berperan penting sebagai dasar landasan moral.

       Jika melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia, banyak sekali bentuk kasus perdagangan manusia yang disebabkan oleh kurangnya pendidikan maupun edukasi mengenai bahayanya perdagangan manusia terhadap masyarakat. Hal ini akhirnya menimbulkan munculnya banyak oknum-oknum pelaku perdagangan manusia yang memanfaatkan kondisi tersebut dengan mengiming-imingi korban dengan kemudahan dan keuntungan. Kurangnya pendidikan dan edukasi dikarenakan besarnya angka kemiskinan dan ketidakadilan yang dirasakan orang masyarakat yang kurang. Selain kurangnya pendidikan dan edukasi di masyarakat ada juga masalah dimana terdapat oknum-oknum dalam badan pemerintahan maupun instansi kenegaraan yang bermain dalam perdagangan manusia.  BNN atau Badan Narkotika Nasional mengatakan bahwa banyaknya tantangan dan hambatan dalam mengedukasi masyarakat seperti perbedaan perspektif aparat dalam melihat isu TPPO, masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang isu TPPO, belum optimalnya implementasi kebijakan pemberantasan TPPO dan masih kurangnya tenaga pendamping serta juga banyak korban yang tidak mendapatkan akses kemudahan dalam layanan sehingga korban tidak berani melaporkan kasusnya. Dalam hal ini korban tidak berani melapor karena mungkin merasa malu, merasa sebagai aib keluarga, merasa tidak nyaman, merasa jika ia melaporkan akan menjadi bahan omongan lingkungannya, sehingga hal ini lah yang perlu di edukasi kepada masyarakat. Bahwa korban yang melapor tidak seharusnya diperlakukan sebagai layaknya penjahat maupun pelaku. Korban ini harus dirangkul, ditemani, dan tidak dijauhkan. Jika masyarakat menerapkan hal ini bisa saja korban-korban TPPO yang tidak berani melapor bisa menjadi melapor karena merasa tidak akan ada intimidasi dari masyarakat setelah korban melaporkan diri.

        Dalam hal kasus TPPO atau tindak pidana perdagangan orang, dibutuhkannya perhatian dan pemantauan khusus yang diberlakukan secara adil sesuai dengan sila ke-2 yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan yang didukung oleh Indonesia Australia Legal Development Facility menerbitkan sebuah buku yakni panduan untuk pekerja HAM yang berisi mengenai pemantauan dan investigasi terhadap hak asasi manusia.  Dalam buku tersebut dijelaskan fungsi dari pemantauan hak asasi manusia berguna untuk mengukur apakah tindakan negara dalam melakukan perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan terhadap berbagai kasus hak asasi manusia telah sesuai standar hukum HAM internasional. Berdasarkan buku ini terdapat tiga objek yang harus dipantau terkait dengan penyelesaian kasus kasus perdagangan manusia adalah Situasi atau peristiwa, kebijakan atau kinerja lembaga-lembaga eksekutif atau legislatif dan juga kinerja dari lembaga-lembaga yudikatif. Fokus yang perlu diperhatikan pada situasi adalah mengenai pemenuhan hak asasi manusia yang tercakup dalam beberapa instrumen seperti hak atas pendidikan dan hak atas kesehatan. Pemantauan perlu dilakukan kepada kelompok yang sifatnya khusus seperti kelompok minoritas, anak, perempuan dan pengungsi. Setelah itu, bentuk-bentuk pemantauan yang perlu dilakukan adalah pemantauan kasus-kasus pelanggaran di suatu wilayah atau lokasi khusus serta pemantauan pemenuhan hak asasi dan kebebasan dasar atas kelompok minoritas atau secara khusus terhadap perempuan pedesaan. Sementara itu fokus yang perlu diperhatikan pada objek kinerja lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif antara lain adalah fokus terhadap proses pembuatan kebijakan nasional maupun lokal serta proses implementasi atas kebijakan serta kinerja lembaga pemerintah terhadap pemenuhan hak. Bentuk-bentuk kerjanya adalah pemantauan terhadap proses penyelidikan atas sebuah kasus pelanggaran HAM, pemantauan proses persidangan di pengadilan umum atau HAM, serta pemantauan terhadap proses pelaksanaan putusan pengadilan terkait pelaku maupun korban. Setelah melalui proses pemantauan dari berbagai kalangan ini barulah peran sila ke-2 Pancasila dapat dirasakan, karena selama ini banyaknya ketidakadilan yang muncul dalam proses penyelidikan kasus-kasus perdagangan manusia yang ternyata beberapa oknum maupun aparat pemerintahan ambil andil dalam kasus ini.

Sumber berita:

Trisno Mais. "Wanita Sulut Jadi Korban Perdagangan Orang di Maluku Tenggara Barat" https://news.detik.com/berita/d-5843605/3-wanita-sulut-jadi-korban-perdagangan-orang-di-maluku-tenggara-barat?_ga=2.178523236.1341553522.1639023540-1277890196.1639023509

Datuk Haris Molana. " Ibu Jual Anak Rp 350 Ribu ke Pria Hidung Belang di Medan Divonis 4 Tahun Bui" https://news.detik.com/berita/d-5651525/ibu-jual-anak-rp-350-ribu-ke-pria-hidung-belang-di-medan-divonis-4-tahun-bui?_ga=2.65373294.1302091881.1639057009-1949408911.1639057009

 Grandyos Zafna. "Polri Tangkap Tujuh Pelaku Perdagangan Orang ke Timur Tengah" https://news.detik.com/foto-news/d-4626216/polri-tangkap-tujuh-pelaku-perdagangan-orang-ke-timur-tengah?_ga=2.27184509.1302091881.1639057009-1949408911.1639057009

Humas BNN. "Peran Pemerintah. Media Massa, Dunia Usaha, Serta Masyarakat Dalam Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)" https://bnn.go.id/peran-pemerintah-media-massa-dunia-usaha-serta-masyarakat-dalam-pencegahan-dan-penanganan-tindak-pidana-perdagangan-orang-tppo/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun