Aku nyaris tak percaya kalau itu kamu. Memang, wajah itu wajahmu. Wajah paling tabah yang pernah kukenal. Wajah dengan kesabaran paling ajaib. Memang, senyum itu senyummu. Piala paling mewah yang selalu menjadi hadiah terindah untuk tiap suksesku. Memang, tubuh itu tubuhmu. Tubuh yang menjadi rumah nan selalu membuatku betah. Tapi, diam itu, bukan diammu.
Bukankah baru pagi tadi, kaujanjikan pulang awal agar kita bisa makan malam bersama di hari jadi kita? Bahkan pesan singkatmu masih menyala di handphone-ku, "Sayang, aku menuju pulang." Lalu, kubalas dengan tiga gambar hati yang menyala.
Aku masih tak percaya kalau itu kamu. Tatapku tanpa balas. Tangisku tanpa hibur. Aku mematung dalam gigil tanpa peluk hangatmu. Aku sungguh tak percaya, yang kaumaksud pulang adalah untuk selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H