Banyak ingin kembali sekolah
Beberapa minggu yang lalu, sekolah kami menyebarkan survei kepada orangtua siswa tentang apakah sekolah perlu kembali dibuka meski di tengah pandemi. Secara mengejutkan sekolah kami mendapatkan respon tinggi, sebanyak 400 lebih orangtua (dari 500-an orangtua yang disebar angket) mengembalikan respon survei.
Dari data survei didapati ada 70 persen orangtua ingin kembali mengirimkan kembali anaknya ke sekolah, sementara hanya 30 persen orangtua menginginkan anak tetap belajar dari rumah.
Alasan orangtua sangat beragam, dari masalah listrik sering padam, sinyal internet hilang timbul, harga kuota internet cukup mahal, khawatir anak kecanduan gadget, hingga kasihan melihat anak stress dengan beban tugas/PR selalu menumpuk.
Senada dengan orang tua, respon siswa lebih mengejutkan, 90 persen siswa menginginkan kembali belajar tatap muka di sekolah.
Dari suara orangtua di sosial media dan hasil survei sekolah, mengindikasikan kemungkinan adanya sesuatu yang terputus antara sekolah dan rumah.
Tentu ini menjadi cambuk dan masukan bagi sekolah kami. Lampu kuning, agar sekolah kami terus berbenah. Karena jika hubungan guru dan orang tua baik, kolaborasi terjaga, serta komunikasi efektif dua arah, maka keluhan orangtua di rumah pasti akan berkurang.
Karena sekali lagi, kunci sukses pendidikan menurut KH. Dewantara salah satunya adalah penyeimbangan Tri Pusat Pendidikan. Artinya pendidikan harus dilaksanakan seimbang di sekolah, di rumah, dan di lingkungan. Selain itu, tiga ranah pendidikan ini harus terjalin komunikasi dan kerjasama yang efektif.
3 tips bagi orangtua
Lalu bagaimana agar di masa pandemi ini kerjasama orangtua dan sekolah terjalin dengan efektif?
Ada beberapa peran yang orangtua dapat lakukan saat adaptasi pandemi.
Meminjam teori jenis-jenis penyertaan orang tua oleh Epstein (2009) maka setidaknya ada tiga jenis peran yang dapat dimaksimalkan: parenting, communicating, dan learning at home. Sementara volunteering, decision making, dan collaborating with the community mendapat porsi yang lebih kecil di era adaptasi pandemi.
1. Pola asuh