Pelatihan rutin di tingkat satuan pendidikan dinilai lebih efektif dan efisien karena dapat menyelesaikan permasalahan sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Juga tidak ada lagi kesan bahwa hanya guru itu ke-itu saja yang dikirim pelatihan. Diklat tingkat sekolah atau yang sering di sebut PLC (Professional Learning Community) dapat meningkatkan kolaborasi dan teamwork guru. Yang kita inginkan adalah guru maju bersama-sama.
Dalam artian, guru yang mempunyai pengetahuan lebih pada skill tertentu, dapat berbagi kepada teman lainnya. Teman yang mempunyai metode pengajaran yang terkini, dapat juga mentrasfer kepada sesama koleganya. Sehingga semua guru saling belajar satu sama lain dan dapat berprestasi bersama.
Secara kuantitas, Jambi juga masih kekurangan guru. Guru yang ada saja, masih setengahnya belum belum sarjana. Data tahun 2016 akhir, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi melalui Kepala Dinas melaporkan bahwa dari tingkat SD hingga SMA, Jambi memiliki 54.880 guru. Dari Jumlah tersebut 53 persen diantaranya masih belum bergelar Strata 1 (S1).
Selain itu, guru setiap tahun ada yang pensiun, namun sayangnya, sejak 2014 baru pada tahun 2018 ada seleksi pengangkatan guru PNS. Pengangkatan tahun 2018 pun dinilai masih belum memenuhi tingkat kekurangan guru.
Ditambah lagi, yang diangkat bukan dari honor K-2 yang notabene mempunyai kualitas dan pengalaman yang memadai. Guru honorer K-2 di Jambi saat ini berjumlah 2385, belum lagi guru honorer lainnya.
Baik guru K-2 dan guru honor lainnya masih bergaji di bawah UMR. Bahkan saat ini masih ada guru honorer yang bergaji di bawah Rp. 500.000 perbulan, itupun tidak diberikan setiap bulan, melainkan setiap tiga bulan sekali.
Besaran gap gaji guru ASN dan guru Honorer memang sangat menyakitkan, ditambah lagi guru honorer tidak mendapatkan tunjagan TPP (Tunjangan Penghasilan Pegawai). Padahal menurut hemat saya, pegawai honorlah yang lebih pantas mendapatkan TPP.
Arah pendidikan Jambi ke-depan adalah untuk meyakinkan bahwa kualitas guru harus diperbaiki dengan memberikan pelatihan guru yang tepat sasaran. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jambi juga harus memikirkan kesejahteraan guru honorer. Jangan ada lagi gap yang sangat tinggi antara guru honorer dan guru ASN. Karena sejatinya beban dan tanggung jawab kedua jenis guru ini adalah sama.
Buta Huruf dan Angka Putus Sekolah
BPS Provinsi Jambi pada tahun 2016 melaporkan bahwa angka buta huruf di Jambi masih pada kisaran 1.81 persen. Meskipun kecil, Jambi harus benar-benar memastikan bahwa tuntutan Undang-Undang Dasar bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dapat dipenuhi.
Selain buta huruf, Negeri Sepucuk Jambi Sembilan lurah juga dihantui dengan angka putus sekolah. Pada tahun 2018 Dinas Pendidikan melalui Kepala Dinas Bapak Agus Heriyanto, melaporkan bahwa angka putus sekolah pada tahun 2018 berkisar apda angka 2.349. Angka tersebar dari SD hingga SMA dengan rincian sebagai berikut: SD sebanyak 655, SMA dengan angka 621, SMP 609, dan SMA 454 orang (TribunJambi:2018).