Global Education Monitoring (GEM) oleh UNESCO pada tahun 2016 melaporkan bahwa dari 14 negara berkembang kualitas pendidikan Indonesia menempati peringkat ke-10.
Sedangkan versi OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), Indonesia berada pada peringkat 57 dari 65 negara dari segi nilai PISA membaca, matematika, dan sains. Bukan hanya masalah prestasi pendidikan di tingkat dunia, Indonesia juga mengalami permasalahan putus sekolah di dalam negeri. Setidaknya pada tahun 2016 masih ada 4.6 juta usia 7-18 tahun yang putus sekolah(UNICEF, 2016).
Guru juga masih menjadi momok bagi bangsa kita. Dari 3 Juta guru di Indonesia, 1.5 juta di antaranya masih berstatus honorer yang belum mendapatkan kepastian status dan belum mendapatkan kesejahteraan yang layak (Detik.com, 2018).
Terkait pada permasalahan pendidikan di atas, bagaimanakah program-program yang akan dijalankan oleh kedua belah pihak apabila mereka terpilih menjadi pasangan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019-2024? Berikut adalah ulasan singkat berdasarkan konten Pendidikan dari kedua calon wakil presiden.
Arah Kebijakan Pendidikan
KH. Ma'ruf Amin membuka sesi debat dengan meyakinkan calon pemilih bahwa Jokowi-Amin akan konsentrasi mengurangi angka putus sekolah. Ustaz Amin mengeluarkan jurus beasiswa melalui Kartu Indonesia Pintar.
Terobosan memberikan kartu, tentu manjadi daya tarik tersendiri. Jokowi-Amin berjanji akan meningkatkan sasaran beasiswa yang tidak hanya sampai SMA, namun meningkatnya hingga perguruan tinggi. KH. Amin berjanji bahwa jika terpilih, negara akan hadir membantu anak-anak dengan memberikan beasiswa untuk membantu siswa/mahasiswa menggapai mimpinya.
Hal ini tentu menjawab permasalahan angka putus sekolah di Indonesia yang relatif masih tinggi. La Tahzan, jangan bersedih, begitu KH. Ma'ruf Amin meyakinkan usia milenial untuk menggapai mimpinya.
KH. Ma'ruf Amin juga akan merevitalisasi fungsi SMK dan Politeknik agar output dari dunia vokasi mendapatkan lapangan kerja. KH. Ma'ruf Amin juga akan merangkul DuDi (Dunia Usaha dan Industri), agar dapat bersinergi dengan pemerintah sehingga dapat memberikan akses dan peluang kerja, atau peluang usaha bagi lulusan sekolah vokasi.
Terobosan ini tentu penting, untuk menjawab kelemahan Jokowi-JK yang dinilai masih belum mampu mengatasi 60% pengangguran yang tercipta dari pendidikan vokasi. Di akhir sesi, KH. Ma'ruf Amin menutup dengan memperkenalkan istilah Ten Years Challenge, yang tidak begitu jelas maknanya karena tidak dijelaskan apa maskud dari Tantangan Sepuluh Tahun itu.
Sandiaga Uno memulai narasi dengan memberikan slogan "Pendidikan Tuntas Berkualitas". Berbeda dengan Kyai Ma'ruf, Bang Sandi meyakinkan calon pemilih dengan menyinggung kesejahteraan guru.
Prabowo-Sandi akan memperbaiki kesejahteraan guru honorer dan memberikan kejelasan status pada guru non-ASN (Aparatur Sipil Negara). Sandiaga Uno berhasil mengisi gap yang tidak disinggung oleh KH. Ma'ruf Amin, yaitu nasib guru honorer. Siapapun yang mengajar di sekolah negeri, tentu harus memiliki hak yang sama.
Namun faktanya, banyak sekali guru honorer yang mempunyai beban kerja yang sema dengan rekan ASN, namun gaji mereka berpaut sangat jauh. Masalah guru honorer belum bisa diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi-JK.
Saat ini Indonesia memiliki 736.000 guru honorer. Di mana dari jumlah itu terdapat 438.590 guru honor K-2 yang sebenarnya berhak untuk diangkat sebagai ASN. Prabowo-Sandi berjanji akan memperbaiki kesejahteraan guru honorer, harapannya adalah mengganti status guru K2 menajadi guru ASN.
Bang Sandi juga akan mengevaluasi kurikulum. Tentu ini mewakili sura guru yang selalu kesulitan dalam setiap kali ganti pemerintah ganti kurikulum. Kurikulum satu belum selesai disosialisakin, kurikulum baru sudah dikeluarkan.