Mohon tunggu...
Didin Zainudin
Didin Zainudin Mohon Tunggu... Freelancer - Didin manusia biasa yang maunya berkarya yang gak biasa.

mencoba memberi manfaat dan inspirasi bagi kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa Dengan 'Goblok'?

10 Desember 2024   06:59 Diperbarui: 10 Desember 2024   06:59 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang ustad yang dipanggil Gus, sedang ceramah di sebuah tempat. Acara yang dihadiri banyak orang di ruang terbuka. Di tengah ceramahnya dia tiba-tiba menegur seorang bapak yang berjualan es teh keliling, yang di topang di atas kepalanya. Merasa dipanggil dia berhenti. Berharap bakalan diborong oleh ustad Gus tersebut. Ternyata dia hanya dijadikan obyek becandaan. "Hei, es teh kamu masih banyak gak? Dijawab dengan anggukan, "teseh...". Dia yakin suaranya juga gak bakal kesengaran dari panggung yang jaraknya cukup jauh. Ustad Gus langsung menyahut "Masih banyak? Yo didol goblok!!" (Ya dijual goblok!). Potongan video ini tiba-tiba viral. Potongan video tersebut memang cukup dramatis. Ada adegan ustad yang mengolok-olok. Ada tukang es yang ekspresinya sedih. Ditambah lagi reaksi ustad dan temannya yang tertawa ngeledek, dan tertawa terbahak-bahak. Jadilah video tersebut tiba-tiba mengundang simpati banyak netizen. Banyak akhirnya membalas candaan ustad ini dengan komentar pedas. Banyak pula yang simpati dengan si tukang es teh keliling tersebut. Reaksi nya bertubi-tubi. Rata-rata simpati dengan tukang es teh. Bahkan hampir tidak ada yang ngebelain ustad Gus.

Itulah sepotong adegan yang menghebohkan dunia jagat maya Indonesia. Esoknya simpati netizen diwujudkan dengan hadiah yang bertubi-tubi ke bapak tukang es teh tersebut. Ada yang ngasih duit, tiket umroh, gerobak listrik es teh, beasiswa untuk anak-anaknya, dan lain-lain.

Goblok era dulu

Seiring berjalannya waktu, penggunaan kata "goblok" telah mengalami perubahan makna dan dampak sosial. Dahulu, kata ini adalah bagian dari percakapan sehari-hari yang dianggap lumrah, bahkan oleh figur otoritas seperti guru. Kata "goblok" sering diucapkan sebagai ekspresi spontan, baik dalam konteks bercanda maupun teguran serius. Meskipun kasar, banyak orang pada masa itu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang terlalu menyakitkan. Sebaliknya, kata ini lebih sering diterima sebagai bentuk kritik langsung yang terkadang memotivasi atau bahkan mendekatkan hubungan antar personal.

Namun, dunia telah berubah. Kehadiran internet dan media sosial menciptakan ruang publik yang baru, di mana segala sesuatu yang diucapkan dapat direkam, disebarluaskan, dan ditafsirkan oleh jutaan orang dalam waktu singkat. Kata "goblok," yang dahulu mungkin dianggap tidak berbahaya, kini dapat memiliki konsekuensi besar ketika diucapkan dalam situasi tertentu, terutama jika melibatkan ketimpangan sosial, seperti dalam kasus seorang ustaz yang memanggil penjual es teh dengan sebutan "goblok" tersebut.

Goblok di era digital

Di era digital, kata "goblok" sering kali kehilangan konteks awalnya. Sebuah candaan yang mungkin dimaksudkan ringan bisa ditafsirkan sebagai penghinaan serius ketika disebarluaskan melalui media sosial. Intonasi, ekspresi, dan situasi yang melatarbelakangi ucapan tersebut sering kali hilang ketika direduksi menjadi teks atau potongan video pendek. Akibatnya, orang cenderung bereaksi berdasarkan interpretasi mereka sendiri, yang sering kali dipengaruhi oleh emosi massa.

Kasus seperti di atas menunjukkan bagaimana sebuah kata yang dulu dianggap "wajar" kini dapat menimbulkan badai protes dan bahkan hujatan bertubi-tubi. Hal ini mencerminkan sensitivitas masyarakat yang semakin meningkat terhadap penggunaan bahasa, terutama ketika melibatkan pihak yang dianggap lemah, seperti penjual kecil atau masyarakat bawah.

Netizen dan Fenomena Glorifikasi

Netizen kini memiliki kekuatan besar untuk membentuk narasi dan opini publik. Kata "goblok," yang digunakan dalam konteks merendahkan wong cilik, memicu simpati yang luas. Ini menunjukkan bahwa masyarakat modern semakin peduli terhadap isu kesetaraan dan keadilan sosial. Respons berupa hadiah untuk penjual es teh keliling adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap apa yang dianggap sebagai ketidakadilan.

Namun, di sisi lain, fenomena glorifikasi ini juga menunjukkan betapa kuatnya tekanan sosial di era media digital. Orang yang salah bicara, terutama figur publik, bisa kehilangan reputasi dalam sekejap. Ini menjadi pelajaran penting bahwa kata-kata, sekecil apa pun, dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dunia maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun