Mohon tunggu...
Didin Zainudin
Didin Zainudin Mohon Tunggu... Freelancer - Didin manusia biasa yang maunya berkarya yang gak biasa.

mencoba memberi manfaat dan inspirasi bagi kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Penghuni Pohon Mangga Depan Rumah

2 Agustus 2024   13:40 Diperbarui: 4 Agustus 2024   13:44 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.freepik.com/free-photo

Sejak kami punya rumah baru, dipinggir Jakarta, di wilayah Sawangan. Saya dan istri sepakat untuk menanam pohon di depan rumah. Berharap, pohon itu kelak akan merindangi rumah kami. Pohon mangga yang akhirnya terpilih untuk ditanam di depan rumah kami. Sebenarnya saya maunya pohon mangga harumanis, hanya saja tukang tanamannya cuma punya koleksi pohon mangga kelapa dan mangga apel. Saya pilih yang bibitnya sudah agak besar. Tingginya kurang lebih sudah 1,5 meter. Jadilah pohon mangga kelapa ini menemani rumah kami. Ditanam di halaman, berhadapan dengan pintu utama rumah.

Dengan berjalannya waktu, kami menempati rumah baru kami, pohon mangga pun makin besar. Dia mulai berbuah. Tadinya cuma satu buah. Buahnya bulat seperti bola. Besarnya seukuran 2 kali bola tenis. Rasanya asam. Saya sih gak tertarik dengan buahnya. Karena pada dasarnya bukan pecinta buah asam. Seiring dengan bertambah usianya anak kami, pohon mangga inipun juga makin tumbuh besar. Buahnya kini mulai banyak. Kami hampir tidak pernah memetik buah mangga kami. Bila ada yang meminta, kami mempersilahkan untuk mengambil sendiri. Biasanya selain ibu-ibu tetangga sekitar rumah, juga mbak-mbak ART. Mereka akan dengan senang hati, memetik dengan bilah bambu panjang. Senang melihat mereka menyukai mangga kami.

Buah-buah mangga ini juga sering dimakan hewan codot (sejenis kelelawar). Sebenarnya buah yang dimakan codot, pertanda bahwa buah ini enak / manis. Buah yang tidak dimakan codot, atau diluar jangkauan orang, karena tinggi, hampir setiap subuh, beberapa mangga nya jatuh.  Ada yang jatuh pecah, hancur lebur. Tapi ada juga yang jatuhnya hanya memar sedikit. Ada tetangga yang sering memunguti buah mangga yang jatuh ini ketika akan berangkat sholat subuh. Kebetulan memang rumah kami tidak jauh dari masjid. Menurut pengakuan tetangga kami yang cerita pada saat di sebuah kesempatan, menuturkan: "buahnya manis lho pak, tapi   ada asem-asemnya. Enak kok, saya suka!" Untunglah banyak yang suka. Jadi gak sia-sia kami menanam pohon mangga ini. Beberapa kali sempat kepikiran untuk mengganti pohon mangga ini dengan pohon yang lain, tapi akhirnya kami urungkan.

Pohon mangga ini juga dihuni oleh berbagai burung-burung, yang tiap hari berkicau dan bermain-main di sekitar pohon. Bahkan beberapa sarang burung bersemayam di beberapa batang pohon. Pernah saya menyuruh tukang tanaman, kang Asep, untuk memangkas dahan pohon yang menghalangi kabel listrik PLN. Ternyata ada beberapa batang pohon yang dihuni oleh sarang burung. Saya meminta kang Asep untuk hati-hati, jangan sampai menganggu sarang burung yang dihuni oleh bayi-bayi burung itu. Kebetulan keberadaan pohon mangga kami berdekatan dengan 2 pohon beringin yang ada di taman, tidak jauh dari rumah kami. Jaraknya mungkin hanya sekitar 30 meter. Nah di pohon beringin ini lebih banyak lagi burung-burung yang menghuni disitu. Burung-burung ini taman bermainnya selain di pohon beringin mereka punya rumah singgah juga di pohon mangga kami. Begitulah setiap pagi riuh kicau burung meramaikan pohon kami. Sayangnya momen ini sering saya lewatkan karena saya sering berangkat kerja di pagi hari. Jadi kadang hanya di akhir pekan saja bisa menikmatinya.

Saya sering bekerja juga di rumah. Entah itu sekedar menulis, membuat desain logo, desain kaos, atau ada kerjaaan desain grafis lainnya. Nah saya senang bekerja di teras atas, yang berhadapan dengan pohon mangga. Entah itu di pagi hari, sore bahkan malam hari. Hanya berbekal meja lipat yang cukup untuk meletakkan laptop, dan kursi makan dari kayu yang ada sandarannya. Saya bisa berjam-jam duduk disitu sambal ngutak-ngatik di depan laptop. Kadang nyeket-nyeket dulu di kertas / sketch book. Cuma kadang kalau sudah malam saya sering masuk ke dalam. Di dalam ada meja kerja yang cukup besar. Ruang kerja kami, yang pintunya menghadap ke teras dan menghadap ke pohon mangga. Saya sering bekerja disini, sampai tengah malam.

Suatu saat di malam hari, rumah sedang sepi, anak-anak sudah tidur semua. Saya masih ngutak ngatik di depan laptop sampai larut malam hari. Pintu teras atas masih terbuka lebar. Hari sudah semakin malam. Suasana di kompleks saya juga sepi. Gak ada motor yang lewat atau tukang nasi goreng yang lewat sambal memukul wajannya. Saya yang asyik di depan laptop, lama-lama mulai nyadar, kayak ada yang ngeliatin.  Saya menengok ke arah pintu teras. Saya merasa ada sosok yang berdiri di depan pintu. Tapi saya abaikan. Karena memang tidak ada siapa-siapa juga. Saya kembali lagi ke laptop, baru sebentar bekerja, perasaaan seperti gak enak, saya nengok lagi, karena merasa ada yang sedang berdiri diam di depan pintu. Saya akhirnya buru-buru menutup layar laptop. Langsung menutup pintu dan menguncinya. Saya langsung turun ke bawah, masuk kamar tidur.

Saya gak melihat sosoknya tapi hati saya yang terganggu berkali-kali. Peristiwa ini gak saya ceritakan ke istri, khawatirnyanya dia takut, kalo pas di rumah sendiri. Malah bisa merepotkan saya sendiri nantinya. Peristiwa itu berlalu begitu saja. Suatu saat anak saya yang masih SMA, mengajak 4 temannya main ke rumah, malam hari, jam 8 an. Ternyata mereka sedang ada tugas dari sekolah untuk membuat film. Entah mereka membuat film apa, saya gak menanyakan lebih lanjut. Tapi yang jelas, sampai jam 12an malam mereka masih sibuk di lantai atas. Beberapa kali kedengaran suara langkah lari-lari di lantai atas. Agak terganggu tapi saya membiarkan saja mereka.

Paginya saya nanya ke anak saya, ngapain aja semalem? Ternyata dia bikin film horor, Bersama teman-temannya. "Film horor?" tanya saya memastikan. Terus saya ceritakan peristiwa beberapa bulan lalu yang saya alami. Bahwa ada sosok di depan pintu di teras atas, yang suka berdiri di depan pintu. Anak saya, Daffa cerita, bahwa salah satu temannya ada yang indigo, yang bisa melihat makhluk astral. Dia menceritakan sosok di depan pintu itu. Wanita berambut panjang, wajahnya tidak jelas, karena sebagian tertutup rambut yang tidak teratur atau acak-acakan. Bajunya putih kumal. Dia hanya berdiri di depan pintu, karena memang gak bisa masuk. Sepertinya di rumah kami ada dinding yang tidak kasat mata, yang tidak bisa ditembus oleh makhluk astral tadi. Saya cuma mengingatkan ke anak saya, untuk tidak berbuat yang aneh-aneh. Misal memanggil makhluk halus (seperti permainan jalangkung).

Jauh sebelumnya, saya pernah juga tidur di lantai atas. Di sofa panjang, yang cukup untuk tidur selonjor orang dewasa. Tengah malam jam 12 an atau jam 1 an, tiba-tiba ada suara Langkah kaki besar di plafon. Langkah kaki besar yang sedang berjalan cepat. Langkah kakinya berat, dan bunyi dentumnya seperti langkah yang lebar. Saya sampai terbangun. Tapi hanya membuka mata aja, setelah itu lanjut tidur lagi. Saya cuma membatin suara apaan tuh ya? Kayaknya bukan langkah kaki kucing. Tapi malas untuk terlalu serius mikirin, jadinya ya tidur lagi.

Dari cerita beberapa tetangga, kompleks rumah kami memang dulunya kebon kosong yang luas, yang jarang dijamah orang. Hanya ada pohon-pohon liar dan tanaman-tanaman liar lainnya. Konon awal-awal menghuni rumah, tetangga ini cerita, sering ada suara anak-anak bermain-main di depan rumahnya, padahal sudah tengah malam. Dan ketika  dilongok dari jendela gak ada siapapun. Bahkan suara-suara itu suka berlari dan menghilang ke arah kali pesanggrahan yang ada dibelakang kompleks kami.

Bisa jadi rumah kami terlindungi dari makhluk-makhluk astral, setelah kami mengasuh anak yang dititipkan ke kami oleh rumah anak yatim, tetanga kami. Anak ini saya sekolahin dari SMA hingga kuliah. Kebetulan dia sekolahnya di perguruan tinggi ilmu Quran. Dan setiap hari anak ini membaca dan menghapal Quran. Bisa pagi, bisa siang, atau malam hari. Saya sengaja "memungut" anak asuh, supaya bisa memanfaatkan kamar di lantai atas yang kosong. Karena awalnya ketika kami sudah merenovasi rumah jadi 2  lantai, ternyata 2 anak kami gak mau tidur pisah. Jadinya lantai 2 kosong. Padahal di atas sudah ada 2 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 kamar gudang. Gak ada penghuninya. Saya dan istri hanya sesekali main ke lantai atas.  Mungkin "anak asuh" kami ini yang membentengi rumah kami dengan tirai virtual yang tidak kasat mata, yang tidak bisa ditembus oleh makhluk astral. Bacaan ayat-ayat Quran yang hampir tiap hari dikumandangkannya itu, yang membentengi rumah kami dari gangguan makhluk halus itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun