Jakarta banyak benget pengamen. Jenis pengamen juga beragam. Yang paling primitive adalah yang bawa gitar kecil, gitar biasa atau kecrekan doang. Antara lagu dan nada gitaran kadang gak nyambung. Buat mereka gak masalah. Yang penting orang merasa annoying (terganggu) dan akhirnya harus mengeluarkan uang receh mereka, maka misi dianggap berhasil.
DiSekarang model pengamen mulai bermacam-macam. Mereka memposisikan kedudukan pengamen sedikit lebih terhormat ketimbang cuma pengemis. Meskipun kadang-kadang kelihatan beda tipis. Ada pengamen yang memakai boneka ondel-ondel ukuran besar, yang diiringi oleh tim musik. Mereka berjalan menyusuri jalan, sambil meminta-minta dengan orang -orang yang dipinggir jalan atau dengan pengendara motor atau mobil yang kena macet. Mereka ini awalnya terlihat seperti tim seni ondel-ondel. Ada yang memakai boneka ondel-ondelnya. Kadang 2 boneka, pria dan wanita (sosoknya) . Ada tim musiknya yang membawa peralatan musik yang terdiri dari 4 orang. Ada lagi 2 orang yang khusus meng-collect uang atau pemberian dari orang-orang yang simpatik. Awalnya kelihatan bagus. Meski kadang-kadang malah bikin macet, di jalan arah orang-orang pulang kerja. Setelah melewati beberapa masa, model mengamen ini mulai ada perubahan. Boneka ondel-ondel cuma satu. Musik pakai tape dengan speaker sebagai pengeras suara. Peralatan sound system  didorong satu orang. Orang yang meminta-minta hanya 1 orang saja.
Perubahan-perubahan ini bisa saya rasakan, karena hampir setiap hari, setiap pulang kantor naik motor menyaksikan pemandangan ini. Mungkin tim besar dengan jumlah sampai 8 orang dinilai tidak efektif. Hasil uang yang didapat, harus dibagi lagi dengan tim yang jumlahnya sampai 8 orang. Akhirnya hasil yang didapat jadi kecil nilainya. Akhirnya di sederhanakan menjadi tim kecil, 3 orang. Dalam perjalanan tim kecil ini juga berubah lagi, jadi 2 orang. Ada juga yang solo karier. Dia menjadi boneka ondel-ondel sekaligus mendorong gerobak sound system ini. Dia berjoget, juga menyodorkan kantong plastik kosong, Â meminta-minta ke orang-orang.
Saya sering mengamati pemandangan ini dari warung bakso yang sering saya sambangi, Â di Cipete Raya. Beberapa kali saya nongkrong di warung bakso tetelan di jalan Cipete Raya ini, milik pak Damar. Letak warung nya tepat di pinggir jalan. Saya dan kawan-kawan suka nongkrong disini. Selain harga nya terjangkau, baksonya juga terkenal enak. Disinilah kami bisa menyaksikan parade pengamen silih berganti melewati jalan Cipete Raya. Pertunjukan pengamen ini bermacam-macam. Termasuk si ondel-ondel. Tapi ternyata Ondel-ondel ini mulai dilarang oleh pemda dan budayawan Betawi. Karena Ondel-ondel mengamen dianggap merendahkan nilai luhur budaya ondel-ondel itu sendiri. Perlahan tapi pasti ondel-ondel akhirnya sudah lenyap dari dunia perngamenan.
Akhirnya beberapa mulai beralih menjadi badut. Badut bentuknya bermacam-macam juga. Ada yang berbentuk character, seperti Mickey mouse, Winnie the pooh, Doraemon, Iron man dan lain-lain. Jangan bayangin bentukan boneka ini seindah dengan yang di mall atau di Disneyland. Posturnya biasanya tidak proporsional. Kualitas juga sangat biasa. Yang penting wujudnya sudah mirip atau mendekati mirip dengan karakter aslinya. Ada lagi pengamen boneka ini yang biasa disebut boneka "mampang". Wujudnya kepala gede banget, tapi badan, tangan dan kakinya bogel. Boneka ini biasanya joget-joget di pinggir jalan diiringi kotak music yang suara nya kadang sudah sember. Dulu banyak di jalan Mampang. Berbeda dengan boneka karakter (ala Disney) yang tidak memakai music. Dia hanya menarik simpati dengan joget-joget dan melambai-lambaikan tangan ke arah pengendara. Â Biasanya kalo ada penumpang anak kecil akan mudah tertarik dengan badut boneka karakter ini. Keberadaan boneka badut ini cukup lama menguasai jalan-jalan di Jakarta.
Kini ada lagi yang mengamen dengan membawa sound system yang dibawa dengan gerobak. Konsep awalnya seperti music berjalan. Ada penyanyi dan pemain musiknya. Ukuran speakernya kadang memenuhi gerobaknya. Bisa dibayangnkan ukuran gerobaknya kurang lebih 80 cm x 150 cm. Ukuran speakernya seukuran speaker untuk hajatan atau organ tunggal. Mereka bernyanyi sambal diiiringi grup music. Yang lebih serius ada yang model grup music dangdut. Ada penyanyi, gitaris dan keyboardis dan kendang. Mereka biasanya ketika beraksi, berhenti di sebuah tempat. Beraksi, menyanyi, berjoget sambal meminta saweran dari penonton. Di pinggir-pinggir Jakarta banyak pengamen model begini.
Sama halnya dengan tim ondel-ondel diatas, mereka juga mengalami perubahan. Tim besar akhirnya mulai mengecil. Tadinya satu grup bisa 5 -6 orang berubah jadi 2 orang saja. Tim musik, cukup digantikan dengan musik karaoke. Ukuran gerobak juga mulai mengecil, meski ada juga yang tetap besar. Pengamen musik model karaoke ini cukup dengan satu penyanyi dan satu pendorong gerobak musik. Musik diputar dengan sangat keras. Kadang-kadang kalo sedang nongkrong di warung teman di Cipete Raya tersebut, kita sampai menghentikan pembicaraan saat pengamen musik ini lewat. Tingkat kekencangan musiknya sama dengan kalo sedang hajatan di kampung yang ada panggung dangdutnya. Kayaknya volumenya mentok, maksimal. Dijamin kalo di datangin pengamen ini pasti terganggu, bukan terhibur.
Ketika kami nongkrong di warung Bakso tetelan pak Damar, yang letaknya persis di pinggir jalan, kami bisa menyaksikan jumlah pengamen yang lewat ini dari sore hingga malam bisa mencapai lebih dari 10 gerobak. Menurut pengakuan pak Damar yang mangkal di cefe Disto di jalan cipete raya tersebut, "ada sekitar 20 an pengamen gerobak musik, itu dari sore hingga tengah malam." Luar biasa sekali. Yang bikin gusar, volume suara musiknya yang super gila. Sudah kayak konser. Bener-bener brutal. Tentu saja kualitas suaranya tak sejernih konser. Pokoknya bikin orang yang denger bisa emosi. Makanya kadang-kadang biar mereka cepet pergi atau menjauh, cepet-cepet kita sodorkan uang dua ribuan ke mereka.
Di sepanjang jalan Cipete raya ini ada banyak sekali tempat makan, baik itu restoran, caf, warung tenda, ataupun mini market. Para pengunjung ini adalah sasaran pengamen tersebut. Bisa dibayangkan terutama yang warungnya terbuka, suara bising nya bakalan memenuhi warungnya. Keberadaaan para pengamen dengan gerobak musik ini jauh dari menghibur. Mereka sepertinya ada bos yang memiliki sound system ini. Bisa dipastikan mereka sewa harian, saound system, aki, tape, berikut gerobaknya. Karena jumlah pengamennya banyak mereka seperti seolah silih berganti. Bahkan masing-masing punya playlist sendiri. Yang sore lagunya apa, yang malem lagu apa, yang tengah malem playlisnya beda lagi. Menurut pak Damar, kalo sore biasanya pengamennya memutar lagu-lagu sholawat. Religius sekali ya. Berasa kayak bulan puasa. Â Mulai lewat maghrib berubah jadi dangdut, disusul pop, dangdut koplo, campur sari dan lain-lain. Pokoknya semua jenis music, tumplek blek ada disini.
Keberadaan mereka memang harus ditertibkan. Karena sudah memberi kesan berisik, mengganggu kenyamanan. Apalagi jika daerah Cipete Raya ini mau dijadikan salah satu destinasi wisata kuliner yang bisa mengundang banyak wisatawan lokal dan mancanegara. Harus ada kerjasama antara Pemda, Menparekraf untuk bersinergi membina para pengamen ini. Bisa diadakan pelatihan untuk music, belajar vocal, dancing dan performance. Perlu diadakan kurasi atas kemampuan musik mereka. Buat yang berbakat di music, harus dibina dengan baik. Diarahkan. Bila mereka berubah menjadi pemusik atau grup musik yang menghibur tentu orang akan dengan senang hati, memberi uang sebagai bentuk apresiasi. Bila perlu sebulan sekali adakan atraksi music jalanan yang digelar sepanjang jalan Cipete Raya. Tentunya setelah dikurasi sebelumnya. Bisa diadakan event "Music of the Month" yang diadakan di akhir bulan di hari Sabtu atau Jumat malam. Tentunya akan menjadi atraksi seru dan menghibur. Yang pada akhirnya juga akan ikut menaikkan penjualan para tenant di sepanjang Cipete Raya ini.
Depok, November 2023