Dalam sejarah politik Indonesia, pemilihan kepala daerah (Pemilukada/Pilkada) langsung merupakan sebuah fenomena yang membawa perubahan besar dalam dinamika demokrasi lokal. Pemilukada langsung merupakan perubahan penting dalam proses konsolidasi demokrasi, pemilukada langsung dipandang memiliki beberapa jumlah keunggulan dibanding dengan sistem recruitment politik melalui institusi DPRD.
 Sistem ini memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpin lokal secara langsung dan memilih tanpa perantara, memastikan bahwa keputusan mereka dihormati dan dilaksanakan melalui pemilu yang jujur dan transparan. Mengingat banyaknya manfaat yang telah dibuktikan oleh pemilukada langsung dibanding secara tidak langsung, berdasarkan sistem demokrasi pacasila yang dianut oleh Indonesia.
Pada prinsipnya, kedua sistem pemilu lokal pasca-konflik tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip nasional atau konstitusi. Apabila pemilukada diselenggarakan secara langsung, maka demokrasi yang digunakan adalah demokrasi murni, dan pemilukada diselenggarakan oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat, berdasarkan nilai-nilai inti negara Indonesia yaitu Pancasila.Â
Di sisi lain, sistem pemilukada juga secara tidak langsung merupakan perwujudan demokrasi Pancasila. Bedanya, demokrasi yang diperkenalkan merupakan demokrasi perwakilan, dengan pemilihan kepala daerah diselenggarakan oleh anggota DPRD setempat.Â
Anggota DPRD juga merupakan perwujudan dari rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pemilu tidak langsung tidak bertentangan dengan demokrasi Pancasila sebagaimana tertuang dalam sila keempat: "Dalam musyawarah perwakilan rakyat berpedoman pada kebijaksanaan."
Pemilukada langsung juga memiliki keunggulan dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Proses pemilihan langsung memungkinkan kontrol publik yang lebih ketat dan penghitungan suara yang lebih terbuka. Sistem pemilukada langsung lebih sulit untuk dimanipulasi karena kontrol secara ketat oleh berbagai pihak, termasuk media dan organisasi masyarakat sipil. Akuntabilitas ini penting untuk memastikan pemimpin terpilih benar-benar mewakili keunggulan dalam hal transparansi dan akuntabilitas.
Proses pemilihan langsung memungkinkan kontrol publik yang lebih ketat dan penghitungan suara yang lebih terbuka. Sistem pemilukada langsung juga dikontrol secara ketat oleh berbagai partai politik, termasuk media dan organisasi masyarakat sipil. Akuntabilitas ini penting untuk memastikan bahwa pemimpin terpilih benar-benar mewakili kepentingan rakyat dan bukan kepentingan kelompok tertentu.
Selain itu, pemilihan kepala daerah secara langsung juga dapat meningkatkan resiko konflik dan polarisasi di masyarakat. Pemilihan umum cenderung meningkatkan persaingan antar kandidat, sehingga dapat menimbulkan ketegangan sosial. Pemilihan kepala daerah secara langsung di beberapa daerah menunjukkan bagaimana konflik politik dapat berujung pada kekerasan dan ketidakstabilan.
Mekanisme pemilukada dengan menggunakan sistem secara langsung dan secara tidak langsung, jika dibandingkan, cenderung lebih menguntungkan dengan menggunakan sistem pemilihan secara tidak langsung. Oleh karena itu, penerapan model ini pada pemilihan kepala daerah memerlukan mekanisme yang kuat untuk mengelola konflik dan menjaga stabilitas politik.Â
Dalam konteks Demokrasi Pancasila di Indonesia, pemilihan kepala daerah secara langsung dan tidak langsung memiliki impilkasi yang berbeda terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi yang berlandaskan Pancasila.Â
Pemilihan langsung yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, memberikan ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat dalam menentukan pemimpin mereka, sejalan dengan nilai-nilai gotong-royong dan musyawarah.Â