Perkembangan Industri di Indonesia mengalami perkembangan  yang  pesat,  baik  dari  sektor  formal maupun sektor informal. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2018, sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai pekerja yaitu 127,07 juta orang, sebanyak 53,09 juta orang (41,78%) bekerja pada sektor formal dan 73,98 juta orang (58,22%) bekerja pada sektor informal. Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun dua juta orang meninggal dan 270 juta orang cidera akibat kecelakaan kerja yang terjadi di seluruh dunia. Banyaknya industri padat karya menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia sehingga banyak pekerja yang terpapar potensi bahaya. Data diatas menunjukan bahwa bidang informal memiliki jumlah pekerja yang lebih tinggi dari sektor formal, namun pada kenyataannya sektor informal memiliki kontrol keamanan kerja yang lebih longgar daripada sektor formal (Atmojo & Herry, 2019)
Pembuatan batu bata merupakan salah satu industri sektor informal yang banyak ditekuni oleh rakyat Indonesia. Proses pencetakan batu bata dilakukan dengan kegiatan seperti mengangkat, membawa dan menurunkan bahan baku, yaitu tanah liat yang didapat dari penggalian di sungai sekitar lokasi tempat kerja. Kemudian dilakukan proses pencetakan dengan alat kerja sederhana, keseluruhan proses kerja tersebut dilakukan secara manual dengan keterampilan dan pengerahan tenaga manusia. Pencetak batu bata menghadapi bahaya pada setiap tahap pekerjaannya, seperti risiko terjatuh, terpeleset, tersandung, dan tenggelam dapat terjadi (Noor dkk, 2018). Bahaya tersebut dapat terjadi jika pekerja sedang mengalami kelelahan sehingga kehilangan konsentrasi dan keseimbangan dan akhirnya terjadi kecelakaan kerja yang diakibatkan belum ada sistem manajemen K3 yang diterapkan pada area kerja tersebut .
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memprediksi suatu bahaya kesehatan dan keselamatan kerja tersebut adalah dengan menggunakan metode Risk Assesment menggunakan standar yang berlaku. Kegiatan penilaian risiko dapat menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assesment and Risk Control). Metode HIRARC terdiri dari serangkaian implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang baik meliputi identifikasi bahaya, memperkirakan risiko dan menentukan langkah pengendalian berdasarkan data yang dikumpulkan. Dengan adanya HIRARC akan menentukan arah penerapan K3 sehingga dapat menyelesaikan masalah yang ada di tempat kerja (Fadhilah, 2020).
Adapun pengendalian yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah berpusat kepada perbaikan ergonomi baik dari postur dan beban angkat angkut. Pada proses persiapan bahan baku, pencampuran bahan, dan pencetakan batu bata, pengendalian  yang  diperlukan  adalah penambahan alat bantu angkat berupa troli dan pengunaan back support (Noor dkk, 2018). Pada pekerja sebaiknya menggunakan APD berupa: tutup kepala (caping, topi), baju kerja lengan panjang dan masker. Tutup kepala baik berupa topi atau caping berguna untuk mengurangi paparan panas matahari ke wajah dan kepala, baju lengan panjang juga berguna untuk mengurangi paparan panas matahari ketubuh pekerja. Sedangkan masker berguna untuk menghindari paparan debu dari sekam dan serbuk kayu sebagai bahan tambahan pembuatan batu bata (Wahyuni & Eka, 2016).
Pada proses pengeringan, pengangkutan, dan penyusunan batu bata yang telah kering menjadi semacam bangunan piramid, pengendalian  yang  diperlukan  adalah menggunakan alat bantu angkat angkut (Noor dkk, 2018). Pada pekerja sebaiknya menggunakan APD berupa:  tutup kepala (caping,topi), baju panjang dan sepatu tertutup. Tutup kepala baik berupa topi atau caping berguna untuk mengurangi paparan panas matahari ke wajah dan kepala, baju lengan panjang juga berguna untuk mengurangi paparan panas matahari ketubuh pekerja. Sepatu yang tertutup (sepatu boot) berguna untuk melindungi kaki dari luka yang diakibatkan tersandung atau terkena benda tajam (duri/pecahan batu) yang ada di perjalanan saat mengangkut batu bata kering atau yang ada di sekitar daerah pengeringan. Selain itu, pekerja disarankan  mengonsumsi air putih selama bekerja (Wahyuni & Eka, 2016).
Pada proses pembakaran, pengendalian  yang  diperlukan  adalah pembuatan  cerobong  asap  yang  lebih  tinggi (Noor dkk, 2018). Pada pekerja sebaiknya pekerja menggunakan APD berupa: tutup kepala (topi, caping), masker, baju panjang, sepatu boot dan sarung tangan. Tutup kepala digunakan untuk menghindari paparan debu dan asap ke rambut dan kepala, masker berguna untuk mengurangi paparan debu dan asap hasil pembakaran agar tidak terhirup masuk ke pernapasan pekerja. Baju lengan panjang berguna untuk mengurangi paparan panas akibat pembakaran. Sepatu boot (sepatu tertutup) berguna untuk melindungi kaki dari percikan api dan bara api serta menghindari perlukaan akibat menginjak benda tajam (kayu untuk pembakaran). Sedangkan sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan dari perlukaan akibat memegang kayu-kayu yang tajam saat memasukkan kayu ke tungku pembakaran (Wahyuni & Eka, 2016).
Adanya kesadaran terhadap pentingnya keselamatan dan kesehatan ditempat kerja akan berpengaruh terhadap keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan. Informasi kesehatan dan perkembangan kesehatan kerja sektor informal yang relatif kurang mendapat perhatian, sehingga perlu diantisipasi dan diberikan solusi bagi berbagai hambatan dalam pelaksanaan K3 sektor informal di berbagai daerah, dengan tujuan dapat meningkatnya akses pemerataan dan kualitas upaya kesehatan kerja informal dalam mewujudkan pekerja yang sehat, mandiri, dan mempunyai produktivitas kerja yang tinggi dapat tercapai. Selain itu juga, untuk mengurangi kejadian penyakit akibat kerja yang muncul pada sektor-sektor informal (Wahyuni, 2020).
REFERENSI:
Atmojo BCE, Herry K. 2019. Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja di bengkel reparasi elektronik. Higeia Journal. 3(3): 394-406.
Fadhilah U. 2020. Penilaian risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas pembuatan gamelan. Higeia Journal. 4(1): 56-66.
Noor IN, dkk. 2018. Penilaian risiko kerja pada pekerja pencetak batu bata di desa gudang tengah kecamatan sungai tabuk kabupaten banjar. Jurnal Kebijakan Pembangunan. 13(2): 167 -- 172.