Mohon tunggu...
Muhammad Dienul Islami
Muhammad Dienul Islami Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hujan, Upacara Penyembelihan Sepasang Pengantin Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Tetap Berlangsung

22 Desember 2013   11:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_300447" align="aligncenter" width="502" caption="Proses penyembelihan pengantin - Dok. Pribadi Dwi Prayoga"][/caption] Memang tidak ada yang salah jika Yogyakarta di juluki sebagai kota yang kaya akan budaya di Indonesia. Yogyakarta yang memang di pimpin oleh seorang raja yakni Sri Sultan Hamengkubuwono yang begitu di hormati dan di segani  oleh semua masyarakat Yogyakarta. Yogyakarta yang kental akan budaya nya mempunyai banyak cerita rakyat yang menarik untuk di ulas, diantaranya Tradisi penyembelihan Manusia di Gunung Ambarketawang, Gamping Kab. Sleman Yogyakarta. Namun, manusia disini adalah sesosok pasangan yang berwujud boneka seorang Abdi Dalem  keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam posisi duduk bersila. Menurut cerita seorang warga konon upacara ini bermula dari sebuah kecelakaan yang menimpa dua orang Abdi Dalem (pegawai keraton) di Gunung Gamping dan Gunung Kiling dan jasad nya bak ditelan bumi. [caption id="attachment_300448" align="aligncenter" width="459" caption="Pengantin Bekakak Laki-laki - Dok. Pribadi Dwi Prayoga"]

1387684332323632775
1387684332323632775
[/caption] Pelaksanaan upacara adat yang di laksanakan pada hari Jum’at, 20 Desember 2013 ini di penuhi oleh berbagai lapisan masyarakat Yogyakarta yang berbondong-bondong untuk menyaksikan proses upacara yang digelar setiap satu tahun sekali pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara adat ini pun terbagi menjadi beberapa tahap diantaranya: Midodareni pengantin bekakak, kirab bekakak, penyembelihan pengantin, dan sugengan ageng. Yang seru dari proses ini yaitu arak-arakan pengantin bekakak dari Gunung Gamping menuju Gunung Kiling. Sebelum prosesi arak-arakan dimulai digelar pementasan fragmen Prasetyaning Sang Abdi Dalem yang menceritakan kisah Ki Wirosuto, yang tewas tertimbun batu kapur di Gunung Kiling pada bulan sapar. Dihadapan ribuan warga yang menyaksikan, kedua pasangan pengantin tersebut pun disembelih oleh salah satu utusan dari Keraton Yogyakarta. [caption id="attachment_300450" align="aligncenter" width="514" caption="Iring iringan Kirab Pengantin Bekakak - Dok. Pribadi Dwi Prayoga"]
13876845101409350143
13876845101409350143
[/caption] Proses penyembelihan selesai, dilanjutkan dengan penyebaran gunungan dan potongan tubuh bekakak kepada seluruh warga yang hadir. Warga sekitar pun masih mempercayai tradisi ngalap berkah dari potongan bekakak atau isi gunungan pun akan saling berebut guna mendapatkannya. Hujan pun seolah tak menyurutkan para warga untuk mengikuti proses upacara ini sampai selesai. Satu lagi yang unik saya jumpai dalam proses upacara adat ini, yakni sekelompok anak yang berperan sebagai anak genderuwo. Anak-anak yang jumlahnya sekitar 50-an ini didampingi oleh sepasang genderuwo serta banaspati yang mengawal pengantin bekakak. Anak-anak genderuwo menggambarkan lelembut dan setan yang sedang bahagia karena akan mendapatkan korban berupa sepasang pengantin dari Keraton Yogyakarta. Pernan anak ini katanya akan terus turun-temurun hingga tujuh turunan. [caption id="attachment_300451" align="aligncenter" width="491" caption="Para prajurit Abdi Dalem - Dok. Pribadi Dwi Prayoga"]
13876845881894804461
13876845881894804461
[/caption] Tapi sayangnya upacara yang dilaksanakan di desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman ini menyebabkan kemacetan di Jalan Wates, terutama dari arah barat. Harus mengunggu lebih dari 2 jam untuk bisa lepas dari kemacetan dari acara iring-iringan Kirab pengantin ini. Para prajurit Abdi Dalem yang terlihat sangat gagah membuat mereka menjadi ajang foto-foto bagi wisatawan, wartawan maupun warga sekitar. Atusisas warga yang membeludak pun tak dapat dibendung, dan membuat para pengguna jalan penasaran dengan upacara ini. Al hasil para pengguna jalan yang penasaran pun ikut serta menyaksikan proses upacara ini. [caption id="attachment_300453" align="aligncenter" width="491" caption="Gunungan - Dok. Pribadi Dwi Prayoga"]
13876848831646298931
13876848831646298931
[/caption] Selain untuk melestarikan tradisi dan budaya, kegiatan ini diharapkan mampu menjadi magnet bagi wisatawan, karena ini merupakan tradisi yang digelar setiap satu tahun sekali. Kita sebagai warga Negara Indonesia yang begitu kaya akan budaya harus ikut berperan dalam pelestarian budaya serta tak melupakannya. Semoga budaya yang kita miliki tidak luntur dimakan jaman dan di akusisi oleh Negara-negara lain. Bagimana pun budaya adalah peninggalan nenek moyang yang harus tetap dijaga agar anak cucu kita bisa menikmati di masa mendatang. [caption id="attachment_300454" align="aligncenter" width="430" caption="Antusias warga - Dok. Pribadi Dwi Prayoga"]
13876849631388261094
13876849631388261094
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun