Mohon tunggu...
Intan Novita Dewi
Intan Novita Dewi Mohon Tunggu... lainnya -

Nothing special about me

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untuk Tuanku yang Semakin Jauh

30 Januari 2015   18:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:05 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tuan, sekali lagi maafkan aku. Aku berbohong lagi Tuan, aku berbohong supaya kau tak tau betapa hancurnya hatiku saat ini. Bahwa aku benar tidak baik baik saja. Tuan tau kah kau ? Om Ikhsan telah menamparku keras dan meyadarkan aku. Bahwa aku telah serahkah ingin memilikimu. Bukankah kau punya Tuhan Tuan ??

Tuan maafkan aku, dan Tuan cepatlah pergi dariku. Selamanya. Aku sudah lelah Tuan, sangat amat lelah. Cepatlah kau bawa tiap titik jejak kakimu cepatlah kau singkirkan bayangamu dariku. Aku sungguh ketakutan Tuan melihatmu lagi. Sudah tidak ada lagi keberanian untuk mendengar namamu, semua keberanianku telah meninggalkanku. Jadi aku mohon cepatlah pergi dariku. Cepatlah.

Tuan apa benar aku mencintaimu ? tidak bukan. Aku hanya mengagumimu kan, ya hanya mengagumimu. Ah iya,aku haus kasih sayang kakak. Dan itu membuatku bodoh Tuan, aku malu Tuan. Aku tak jauh seperti pengemis tolol. Tuan jangan lagi kau kasihani aku, jangan Tuan. Kau akan menyesal jika mengasihani aku, aku orang yang tamak yang rakus yang mengharuskan apa yang diingkannya terjadi.

Tuan, maafkan aku. Tolong maafkan aku, apapun salahku. Aku tidak mengerti Tuan mengapa menjadi serumit ini. Aku bodoh Tuan, bodoh.

Tuan, hari ini aku tidak akan melupakan hari ini. Dimana hanya sebuah masalah kecil aku bisa menagis sehebat ini.

Tuan, sekali ini saja. Ijinkan aku menceritakan kegundahanku kejengkelanku. Ya akan ku ceritakan jika aku tidak baik baik saja hari ini. Fiki maafkan aku, aku berbohong padamu. Om iksan maafkan aku yang selalu mengganggumu. Mbak ida dan Nur, kalian terhebat. Dan kau Tuan, aku tidak tau harus bagaimana ?

Sore itu, aku mantion ke twitter kamu. Aku rasa itu sebuah screenshot yang bagus untukmu. Dan aku rasa kau akan mau berbincang sedikit dengaku. Lama Tuan kau membalas twettku, lama sekali. Baru malamlah kau membalasnya. Dan aku rasa kau baru bangun tidur kan ? Hahaha jika aku mampu, aku akan mengucapkan “Sugeng Injing mas duwurku”. Dan benar kau membalasnya, karna ke-egoanku tinggi aku tidak mau membalasnya, sebut saja ini balas dendam mentionmu yang kemarin. Haha kekanak kanakan. Dan aku hanya me-retweet lagi. Pagi harinya aku mengecek twitterku. Ya Tuhan, betapa ingin menagisnya aku. Tweetmu hilang, semudah itukah ? sejahat itukah ? dan apakah benar alibimu itu jika itu “TERHAPUS”. Aku tidak peduli apapun alasanmu Tuan, bagiku kau sangat jahat. Lebih jahat dari apapun. Lebih jahat dari penjahat manapun.

Yang aku pikirkan hanyalah, kau marah padaku, kau membenciku, kau menghukumku. Semuanya. Semuanya yang buruk yang aku pikirkan. Kau jahat Tuan, sangat jahat. Kau bukan Tuanku lagi bukan juga abangku apalagi malaikatku. Kau bukan siapa siapa Tuan. Bukan siapa siapa, lalu kenapa aku harus menangisi ? aku tidak tau Tuan.

Kemanisanmu telah hilang, entah siapa yang menggondolnya dan apa alasannya aku tak pernah tau. Mana Tuanku yang dulu malaikatku yang dulu abangku yang dulu, sungguh aku merindukannya. Tidakkah ada kerinduan dihatimu Tuan untuk adik kecil yang kau buang ini. Tuan, masihkah kau mengingat janji janjimu ? mana janjimu memberi film keramat ? mana kenang kenangan baju dari Pulau kesayanganku. Dewata. Tuan, mana janjimu yang akan menjadi guardinaku ? masih ingatkah kau dengan hal itu ? Tuan, aku mohon jangan ingatkan aku tentang janjimu untuk mengajakku Travelling. Tuan jangan kau memohon memintaku untuk menemanimu pergi ke Gereja yang kau ceritakan waktu itu.

Tuan, cepatlah pergi dariku. Aku lelah bayangmu menghantuiku. Aku lelah. Biarkan semua berjalan seperti dulu. Sebelum kita sedekat ini atau bahkan saat kita tidak kenal satu sama lain. Cepatlah pergi malaikatku. Cepat pergi. Jagalah adik kecil yang lain. Aku akan baik baik saja. Yakinlah.

Tuan bolehkah aku berpesan ? Jaga dirimu baik baik. Hmm aku rasa itu mudah bagimu, bukankah kau Malaikat ? Kau akan baik baik saja. Tentu. Dan aku percaya kau yang Malaikat pastilah berteman Malaikat yang akan selalu menolongmu. Tuanku, semoga kau baik baik saja. Selamanya. Tuanku, semoga Tuhan selalu menyertaimu. Tuanku, aku mohon jangan kembali lagi padaku jangan lagi menoleh padaku. Kita akan memulainya dari awal Tuan. Bukankah itu kabar yang menyenangkan.

Tuan, tak usah risaukan adik kecil yang kau buang ini. Dia akan baik baik saja. Tanpamu. Dia akan baik baik saja. Hey Tuanku, percayalah adik kecil yang kau buang ini adalah seorang perempuan yang kuat. Hey Tuanku, ingatlah aku sudah biasa dalam kesendirian dalam tangis malam dalam sejuta kata kata yang tak pernah mampu aku utarakan dalam kesialan hidup yang selalu harus membutku rela melepaskan semua orang yang aku cintai pergi. Hey Tuanku, aku sudah biasa dilupakan. Jangan riasu. Aku akan baik baik saja Tuan dalam pekatnya malam dan dalam banjir manik manik mataku sendiri. Aku sudah biasa hidup tanpa Tuan-Tuan tanpa Malaikat tak bersayapku dan tanpa abang abangku.

Sudahlah Tuan, aku rasa cukup. Tidak ada yang perlu disesali. Ini bukan salahmu, tapi salahku yang membiarkanku nyaman atas perhatianmu atas kehadiranmu. Aku tidak marah Tuan. Tidak.

Sudah tidak ada yang bisa diperbaiki Tuan, kita akan berjalan sendiri sendiri. Kau ke barat dan aku ke timur. Dan jika Tuhan mengijinkannya lagi, bukankah kita akan bertemu ditengah tengah. Namun jika Tuhan mengijinkan dan jika aku sudah mampu menatapmu lagi dan tersenyum untukmu tanpa ada kebohongan.

Tuan cepatlah kau matikan syaraf dalam otakku yang selalu berisi tentangmu. Hilangkanlah ingatanku Tuan. Hanya tentangmu. Tuan, cepatlah lari dari hidupku. Cepat bawa semua kenangan itu. Aku sudah muak mengingatnya Tuan. Muak.

Sebenarnya apa salahku Tuan ? apakah hutang itu. Ya Tuhan, maafkan aku. Maafkan aku Tuan, aku memang tidak dapat dipercaya. Tuan, bisakah kau jelaskan alasan kebungkamanmu ini ? ah sudahlah aku tidak akan memaksamu. Akupun sama denganmu, bungkam. Bukan karna aku Jaim Tuan. Melainkan aku sendiri tidak tau alasan atas kata kataku kalimatku dan perkataanku. Aku bukan pembicara yang baik Tuan, aku lebih suka menulis.

Ah sudahlah Tuan, ini hanya omong kosong. Tak perlu kau pikirkan. Tak perlu kau risaukan. Aku hanya adik kecil yang tolol, yang mengemis cinta kasih kakak pada orang lain. Dan kau dalam korbanku. Ya. Mungkin ini salahku. Kesalahan terbesarku karna mengemis kepada orang yang tak pernah mampu memberi sesuatu pada pengimis. Karna kau juga miskin, miskin menyangiku. Hahaha.. Sudahlah Tuan, kau tak perlu sungkan tak perlu membicarakan bahkan memperbaiki semuanya. Karna semuanya telah hancur. Hari ini menit ini jam ini dan detik ini.

Semua akan baik baik saja Tuan, seiring berjalannya waktu. Yakinlah. Sekali lagi maafkan aku dan terimaksih untuk dua tahun hebat ini. Terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun