Sebanyak 3.584 warga binaan panti sosial yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DKI Jakarta turut meramaikan pesta demokrasi dengan menggunakan hak pilihnya.
Adapun pengambilan suara dilakukan di 19 panti sosial dan 2 Sasana Krida Karang Taruna di seluruh Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Irmansyah di sela-sela kunjungannya ke tiga panti sosial di Jakarta, Rabu (17/4).
"Sebelumnya pihak panti telah melakukan simulasi kepada warga binaan dalam menggunakan hak pilihnya. Mulai dari mengantri, mengambil surat suara, hingga menentukan pilihannya. Sehingga saat pemungutan suara diharapkan dapat berjalan dengan lancar," jelas Irmansyah.
Terkait lokasi pemungutan suara, Irmansyah menjelaskan tidak semua panti menyediakan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal ini disesuaikan dengan jumlah warga binaan dan kebijakan dari Kantor Pemilihan Umum (KPU). "Ada panti dengan jumlah warga binaannya hingga ratusan yang menjadi DPT. Maka disediakan TPS di dalam pantinya.Â
Bagi panti dengan jumlah DPT sedikit, maka TPS nya berlokasi di luar panti. Ada juga yang menggunakan formulir A5, dimana warga binaan tidak memilih di TPS nya, misalkan dia kembali ke daerah asalnya," tambahnya.
Selain itu, Irmansyah juga menekankan, tidak ada pemaksaan bagi warga binaan dalam menentukan pilihannya. "Di sini kami tegaskan, bahwa Dinas Sosial DKI Jakarta, tidak ada pemaksaan ataupun mengarahkan warga binaan dalam memilih. Kami juga tidak ada keberpihakan ataupun kepentingan politik. Kami netral," tutur Irmansyah.
"Kami mencoba memenuhi kewajiban sebagai instansi yang menaunginya. Kami juga memfasilitasi apa saja yang menjadi hak warga binaan," tambahnya.
Secara yuridis, penyandang disabilitas mental termasuk warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak konstitusional yang sama, sehingga wajib dihormati, dilindungi, dan dipenuhi negara. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum'.Â
Norma konstitusi ini secara tegas melarang adanya pembedaan perlakuan dihadapan hukum, termasuk dalam hal pengaturan mengenai hak memilih.
Dalam Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai Pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu'.Â
Pasal 75 ayat (2) UU Penyandang Disabilitas mengatur 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin hak dan kesempatan bagi Penyandang Disabilitas untuk memilih dan dipilih'.
Dalam UU Penyandang Disabilitas, hak ini dilindungi tanpa terkecuali. Pasal 75 ayat (1) UU dimaksud menyatakan Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik serta lansung atau melalui perwakilan.Â
Pasal 77 menyatakan pemerintah dan Pemda wajib menjamin hak politik penyandang disabilitas dengan memperhatikan keragaman disabilitas dalam pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain, termasuk: (a) berpartisipasi langsung untuk ikut dalam kegaitan dalam pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain; (b) mendapat hak untuk didata sebagai pemilih dalam pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lainnya.(mar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H