Mohon tunggu...
din saja
din saja Mohon Tunggu... Seniman - Penyair, penulis esai dan sutradara drama

Senang melihat orang lain senang Susah melihat orang lain susah

Selanjutnya

Tutup

Seni

Proses Kreatif

16 Juli 2024   09:51 Diperbarui: 16 Juli 2024   09:51 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kita mulai saja diskusi ini dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, apa itu proses, apa itu kreatif, apa pula yang dimaksud dengan proses (yang) kreatif. Selanjutnya kita sambung lagi pertanyaan-pertanyaan itu dengan, untuk apa berproses, untuk apa kreatif. Serta seterusnya dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain yang (dapat) saja kita munculkan, sesuka kita, apakah pertanyaan-pertanyaan itu benar, secara apapun, maupun tidak benar menurut siapapun. Kita diberi (seharusnya memiliki) kebebasan untuk melakukan apa saja yang kita mau. Sebagai makhluk (baca manusia) kita memiliki hak untuk bebas berbuat apapun.

Dalam posisi makhluk yang memiliki kebebasan itu, kita juga diberi pilihan untuk menggunakan pikiran, yang juga telah diberikan kepada kita. Bahkan kita juga bebas untuk memilih apakah pikiran itu kita fungsikan atau dibiarkan begitu saja. Kalau kita memilih keputusan untuk mempergunakan pikiran itu sebaik mungkin, maka diskusi tentang proses kreatif dapat kita teruskan.

Seorang ilmuwan yang sangat terkenal namanya, Albert Einstein, berpendapat bahwa bakat bagi seseorang itu hanya 15 %, selebihnya adalah kerja keras. Sementara seorang pengarang terkenal Indonesia, Mochtar Loebis berpendapat sama, bahwa seorang pengarang hanya membutuhkan bakat sekitar 5 %, seterusnya dibutuhkan kerja keras. Kedua pendapat itu menjelaskan bahwa bakat (baca bibit) itu hanya sekedar sarat dasar semata bagi seseorang, apakah dia itu berbakat ilmiah atau pengarang. Keberhasilan setiap orang ditentukan dari upaya dan kerja keras yang dilakukannya. Semakin tekun seseorang itu bekerja keras untuk mengerahkan segala kemampuannya dalam mengolah sesuatu melalui pikiran dan perasaan, maka hasil yang diperolehnya akan memperlihatkan wujud yang menggembirakan. Dalam hal ini kerja keras itu kita sebut sebagai proses.

Kerja keras itu seumpama petani bekerja di sawah. Untuk mendapat hasil padi yang bagus, banyak, petani harus membajak sawah (membolak-balikkan tanah), memungut rerumputan, memasukkan air kedalam petak sawah, menabur bibit padi, menanam tunas padi, menjaganya dari gangguan-gangguan, pada saatnya memanen padi itu. Setelah padi di panen, diperlukan kerja keras selanjutnya yaitu, memisahkan padi menjadi bulir-bulir padi. Seterusnya menjemur padi itu, membawanya ke kilang padi, barulah dia menjadi beras, yang siap untuk dimasak dan dimakan dengan nikmatnya.

Kerja keras seperti itu juga seumpama pekerja bangunan membangun sebuah rumah. Atau seorang pendayung becak mencari rejeki. Atau seperti pemungut sampah membersihkan kota. Atau seperti penjaga malam dengan tanggungjawabnya. Bahkan seperti seorang Ibu hamil dan melahirkan serta membesarkan anak-anaknya. Itu semua, dan juga yang lainnya, disebut sebagai kerja keras. Berpikirpun juga disebut dengan bekerja keras.

Didalam adanya kerja keras, tentu pikiran dan perasaan seseorang juga berfungsi sebagaimana adanya. Itu semua tergantung dari kemampuan dan kesadaran seseorang itu mempergunakannya. Semakin baik mengelola perasaan dan pikiran, tentu akan semakin baik pula hasil yang akan didapat.

Sebenarnya seseorang kalau dia mau mengarahkan pikiran dan perasaan untuk menyimak segala sesuatu, baik melalui mata, telinga, hidung, tangan, dan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, niscaya dia akan memperoleh sesuatu pemahaman yang bermakna. Kalau itu dilakukan terus-menerus sampai menjadi sebuah sikap atau kebiasaan, dan apabila dia juga mengembangkan bakatnya, misalnya menjadi penulis, tentu semua hasil penyimakannya dapat menjadi bahan tulisan-tulisan yang dihasilkannya itu.

Pada mulanya seseorang menjadi penulis bukanlah melalui proses pembelajaran di sekolah atau lembaga-lembaga penulisan. Itu didapat melalui proses, kerja keras, penyimakan yang mendalam dan sungguh-sungguh. Kalaupun ada sekolah atau lembaga yang menyelenggarakan pelajaran menulis, itu tidak lebih sekedar sebagai sebuah pengetahuan semata. Kalaupun dari pendidikan penulisan itu ada menghasilkan penulis, itu hanya terdiri dari beberapa penulis yang berbakat dan bekerja keras saja. Artinya, penulis bukan dilahirkan dari karena diajarkan, tetapi lahir dari bagaimana seseorang itu mau belajar.

Ada beberapa tatacara yang baik diikuti, terutama bagi penulis pemula. Tatacara ini semata hanya sebagai pedoman untuk kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Tatacara itu antara lain menyatakan seperti ini. Proses kreatif menulis akan terwujud dengan baik apabila adanya:

- Konsentrasi untuk menulis

- Menghimpun materi yang akan ditulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun