Judul tulisan ini menjadi alasan kebahagiaan saya berikutnya….
Kebahagiaan orangtua terhadap anak yang menjadi tanggungjawabnya. Â Akan titipan Allah SWT yang dipercayakan.
Saya sangat bahagia mendapat email dari anak kami yang mungkin bagi orangtua lain, termasuk saya sendiri pada awalnya adalah sebuah penolakan atas kerja keras orangtua.
Mana ada orangtua yang mau segala upaya terbaik demi kebaikan anak menjadi yang terbaik, tiba-tiba ditolak mentah-mentah oleh darah dagingnya sendiri. Â Benar nggak?
Tapi itulah yang membanggakan saya saat ini!
Anak kami, 19 tahun, kuliah di tingkat akhir. Â Memberikan sebuah penolakan telak yang sangat membanggakan kami. Â Tidak lain karena keteguhan akan prinsip hidup yang menjadi jati dirinya. Â Bahkan saya telah mengujinya dengan terlalu keras dan sikap marah tak terbendung sekalipun. Â Saya menganggapnya, lulus dengan sangat memuaskan.
Bagaimana tidak merasa bangga, dalam usianya yang masih belia serta pengalaman hidup masih terlalu terbatas untuk teman sepermainannya, prinsip hidup telah dengan kuat dipegangnya.
Memang, jika balik ke masa lalu. Â Sungguh terlalu bodoh kalau saya harus meragukan keteguhan hatinya. Â Jati diri memang tidak tumbuh sendiri tetapi melalui proses yang sangat panjang. Â Berkembang bersama kami sejak anak-anak masih terlalu kecil.
Ketika teman seusianya masih manja dalam hgendongan pengasuh, putri kami sudah lancar mengeja. Â Tulisannya rapih dan mampu menghitung bukan hanya dalam bahasa Indonesia tetapi juga bisa menyebutkan angka hingga satu juta dalam bahasa Inggeris.Â
Melewati pendidikan dasar dan SLTP juga tidak kalah sulitnya. Â Mungkin Anda termasuk orangtua yang menghendaki anaknya mendapatkan rangking 1 di kelas atau bahkan tingkat sekolah? Â Mohon maaf, kami tidak.Â
Pernahkan Anda membayangkan kalau ada anak meraih prestasi akademik terbaik di tingkat kabupaten tetapi nilai rapornya sungguh biasa saja? Â Apa yang akan Anda lakukan?