Mohon tunggu...
Dinoto Indramayu
Dinoto Indramayu Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, belajar dan belajar....

Setiap saat saya mencoba merangkai kata, beberapa diantaranya dihimpun di : www.segudang-cerita-tua.blogspot.com Sekarang, saya ingin mencoba merambah ke ranah yang lebih luas bersamamu, Kompasiana....

Selanjutnya

Tutup

Money

Saritem Syariah

9 Oktober 2010   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:35 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

“Sekarang, Saritem pun bisa syariah!”

Sebuah kalimat yang tentu saja sangat memekakkan telinga segenap pelaku dan penggiat bank syariah di negari ini.Kalimat itu lirih meluncur begitu saja dari seorang teman ketika mendiskusikan perkembangan lembaga keuangan syariah yang luar biasa marak akhir-akhir ini.

Kata-kata itu tentu saja bukan keluar dari ahli perbankan, bahkan dia tidak pernah memperdalam ilmu ekonomi sekalipun.Hanya pengalaman hidupnya yang malang-melintang dengan beberapa lembaga keuangan menyebabkan pernyataannya yang tajam itu terkadang beralasan logis.

Sekali lagi, siapapun, termasuk saya merasa tersinggung dan sakit hati atau bahkan disudutkan oleh pernyataan yang miris itu.Tetapi jika, kita berpikir jernih maka terdapat sejuta pesan yang tersirat dari kalimat yang nyinyir itu.

Paling tidak ini merupakan masukan bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) khususnya Dewan Syariah Nasional (DSN) ataupun Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau lembaga sejenisnya untuk benar-benar mengawasi booming bank syariah ini agar tetap sesuai harapan.Bagaimanapun keberadaan bank syariah adalah agar ummat Islam dapat mendapat pelayanan keuangan yang sesuai dengan syar’i, halal.

Halal merupakan syarat utama harta yang dipergunakan dalam hidup dan kehidupan orang Islam.Dalam hal keuangan maka halal berarti jauh dari hal-hal yang dilarang seperti maysir (judi, spekulasi), gharar (ketidakjelasan, transaksi yang tidak pasti), haram, riba (bunga) dan bathil (tidak adil).Jika dalam perjalanannya harta itu bergesekan dengan kelima hal yang dilarang maka haram hukumnya untuk mengalir dalam tubuh seorang ummat.

Pemahaman ummat terhadap ajaran Islam yang semakin membaik akhir-akhir ini merupakan peluang terbaik untuk berkembangnya lembaga keuanga syariah.Sekalipun sebagian mengatakan hal ini berkaitan dengan kekuatan lembaga keuangan syariah yang tetap kuat ketika badai keuangan menerpa.Alasan terakhir jarang bisa dimengerti masyarakat awam, apalagi sebagian justeru pernah dikecewakan berbagai pelayanan BPR-BPR syariah yang dulu sempat menjamur.

Namun prospek yang cerah ini kiranya jangan sampai dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk meraih keuntungan secara sepihak.Misalnya lembaga keuangan syariah didirikan hanya untuk menarik ummat.Misalnya melegimitasi lembaga satu group-nya yang terlebih dahulu ada, sehingga ummat Islam Indonesia percaya kalau perbankan konvensial yang dipercayanya selama ini sangat memperhatikan ummat.

Jadi di balik kegembiraan berbagai pihak akan berkembangnya bank syariah untuk melayani ummat Islam di Indonesia, DSN perlu waspada.Jangan sampai peluang ini justeru pada akhirnya akan menyeret ummat ke dalam kesesatan yang lebih dalam.

Bukan pula berarti tidak percaya pada lembaga pengawas seperti DPS misalnya, karena personil lembaga yang harus ada di setiap banks syariah tersebut, sandang, pangan dan papan-nya dari bank yang bersangkutan.Sementara adegium lama selalu mengingatkan, “Kamu akan menjadi apa seperti apa, tergantung apa yang kamu makan!”

Tetapi marilah kita coba melihat pendapat orang awam terhadap perkembangan bank syariah yang sangat membanggakan secara kuantitatif ini.Dua hal pokok yang terungkap adalah masalah histori bank yang bersangkutan dan perputaran uang nasabah.

Adalah bukan rahasia, kalau tahun 1990-an ketika sebuah bank swasta membuka lowongan kerja maka se-abreg sarjana dari berbagai jurusan terkumpul.Putera-puteri terbaik terpilih dapat training di bagian diklat yang megah dan penuh suasana pembelajaran.

Tidak semua peserta management trainee berlanjut jadi karyawan, bukan karena tidak bisa mengikuti pelatihan dengan hasil baik.Masalah aqidah.Tidak sedikit diantara mereka yang tidak mau melanjutkan impian menjadi menjadi karyawan bank bergengsi itu karena alasan aqidah yang tidak akan bisa lepas dari hatinya.Bahkan hal itu harus ditempuh sekalipun mesti mengeluarkan jutaan rupiah sebagai pengganti biaya seleksi sampai training.

Pengalaman hal prinsipil itu ternyata bukan dialami satu-dua orang.Berbagai tingkat pendidikan dan beberapa lembaga keuangan.Dan, hal semacam itu bukan rahasia lagi diantara para aktivis mesjid dan usroh.

Namun ketika kesadaran ummat akan perlunya lembaga keuangan Islami, jangan kaget kalau justeru bank daftar hitam aktivis mesjid tersebut mengambil langkah seribu untuk menyambut prospek yang berhamparan.Dan, hal itu sah-sah saja, sesuai dengan aturan yang berlaku.Karyawati yang bertugasnya pun berhijab, menutup aurat sebagaimana diajarkan agama Islam.

Masalah aqidah, khususnya pembelotan aqidah untuk suatu tujuan tertentu sesungguhnya bukanlah hal sepele.Bahkan sebuah permasalahan teramat besar.Namun selalu tabu untuk dibicarakan secara terbuka.Oleh karena itu, informasi seperti ini cenderung hanya berkembang di kalangan tertentu.Sebagian besar ummat tidak pernah mengetahuinya.

Tugas berat juga bagi DSN untuk memberikan informasi kepada masyarakat.Data dan fakta sebagai barang bukti pun tidak mudah didapat.Namun DSN tetap mempunyai kewajiban, jangan sampai kepercayaan ummat justeru dimanfaatkan oleh mereka untuk penggembosan ummat itu sendiri.Alias, senjata makan tuan.

Tugas berat DSN juga untuk mengawasi peredaran uang di lembaga keuangan syariah.Bukan hal mudah, apalagi jika lembaga keuangan syariah itu adalah cabang atau unit usaha atau anak perusahaan atau istilah lainnya dari lembaga keuangan konvensional yang sudah ada sebelumnya.

Hal ini pun menjadi bagian dari diskusi warung kopi tersebut begitu ada salah satu diantara kami yang merasa aneh bin ajaib melihat fenomena tumbuhnya lebaga keuangan syariah dari tubuh yang jelas-jelas Yahudi.Secara kasat mata, anak seorang Yahudi adalah Yahudi juga.Namun bukan tidak mungkin, anak Yahudi pun bisa menjadi seorang muslim yang taat!

Asumsi ini menggambarkan bahwa lembaga keuangan syariah yang lahir dari bank konvensional secara historical tidak akan bisa melepaskan diri dari induknya.Tetapi juga bisa menjadi dirinya sendiri jika dalam menjalankan usahanya tetap berpegang teguh terhadap sesuai syariat Islam.

Mungkin kita ingat juga ketika MUI mengharamkan sebuah merek penyedap masakan.Hal yang dijadikan alasan adalah penggunaan salah satu zat yang mengandung unsure babi sebagai katalisator.Secara ilmu kimia, katalisator hanyalah untuk mempercepat reaksi berlangsung, tanpa ikut bercampur.Tetapi tetap diharamkan karena antara katalis dan zat yang bereaksi sudah pasti bersentuhan sekalipun pada akhirnya secara utuh kembali lagi berpisah.

Demikian juga uang yang dipercayakan ummat berasal atau diinvestasikan di lembaga keuangan syariah.Asal-usul dana mesti jelas dari mana asalnya sehingga peminjam dapat menjalankan usahanya dengan modal yang halal dan mendapat rezeki yang diberkahi.Sementara para investor pun harus mendapatkan jaminan dan bukti yang jelas bahwa uang yang ditanamkan akan tumbuh berkembang melalui jalan yang sesuai dengan syariat Islam, sama sekali tidak bersentuhan dengan usaha bank konvensional sekalipun satu group dengan mereka.

Sekali lagi, bukan berarti tidak percaya dengan DPS yang ada.Adalah tugas yang sangat teramat berat sekali bagi setiap anggota DPS untuk bisa independen ketika kehidupannya bergantung kepada kehidupan lembaga keuangan yang harus dihidupinya.

Sekali lagi, diskusi murahan para bukan ahli tersebuti kiranya menjadi warning bagi pertumbuhan bank syariah yang bak cendawan di musim hujan akhir-akhir ini.Agar lembaga keuangan kebanggaan ummat ini jangan terlalu berorientasi kepada kuantitas, tetapi mesti menengok kepada kualitas, kesesuaian dengan syariat Islam yang menjadi pedoman.

Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut, maka kita sedang menunggu kehancuran massal.Bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam mempunyai banyak bank syariah, bertebaran di semua sudut.Namun, landasan aqidahnya rapuh.

Sesuai ajaran Rasulullah, “Ketika suatu urusan suatu kaum diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tinggallah tunggu kehancurannya.”

Hal ini diperparah bahwa sekarang terlalu banyak orang termasuk kategori ahli di mata manusia lain tetapi hanya Allah yang tahu seberapa konsisten mereka terhadap keahlian yang dimilikinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun