Berjalan ke arah timur Kota Indramayu, menelusuri jalan alternative arus mudik/balik, panjang, lebar dan lurus.Betapa indahnya kalau semua jalan besar di negeri kecilku seindah jalan yang satu ini.
Kekaguman bukan berhenti sampai disitu, jalan kabupaten yang menghubungkan beberapa kecamatan pun tidak kalah mulus.Memasuki wilayah Juntinyuat, salah jalan dapat Desa Pondoh dan kemudian menembus Desa Segeran Kidul.Sama sekalai tidak masalah, jalan hotmix-nya sangat mulus.
Tak kalah bagusnya jalan yang mengikuti lika-liku sungai yang menghubungkan Tenajar Lord an Tenajar Kidul.Demikian juga jalan yang melintas Desa Gadingan sampai akhirnya melintasi Kantor Kecamatn Sliyeg dan seterusnya.
Sepanjang perjalanan, hamparan sawah seakan tak pernah putus.Sambung-menyambung dengan pekarangan dan perumahan masyarakat.Sungai-sungai masih mengalirkan air diantara hempasan udara panas kemarau.
Untaian padi siap panen menghampar di beberapa lokasi, sebagian sedang diambil bulirnya.Sebagian lagi jerami padi kering disawah tak termanfaatkan.Beberapa petak sawah mulai dimanfaatkan untuk tanaman palawija.
Sungguh indahnya, Indramayu, Indramayu tahan air kecilku yang subur makmur.Tetapi hati ini begitu ter-iris, pilu, pedih, bercampur-aduk dengan sakit yang menyayat.
Hal ini tidak lain karena kemarin kami sempat berjalan jauh ke Indramayu sebelah barat.Mendekati perbatasan dengan Subang, jalan kabupaten uang menghubungkan Patrol dengan Haurgeulis (jalan masuk ke Pesantren Modern Al-Zaitun) lumayan bagus alis banyak rusaknya.Sepanjang pesawahan antara Haurgeulis ke Gantar (jalan ke Al-Zaitun juga) lebih parah karena konstruksinya lebih jelek.
Ada sedikit hotmix baru sebelah timur Kantor Camat Gantar, tetapi dilanjutkan dengan jalan yang kemungkinan besar jadi kubangan saat musim penghujan.Bahkan mendekati ibukota Kecamatan Gabuswetan mobil harus melewati kubangan di tengah kemarau panjang.
Sungai-sungai kerontang tak berisi.Sepanjang mata memandang, sawah menghampar luas.Kering tak berair.Sebagian menyisakan pilu, padi yang belum sempat berisi sudah kehabisan air.Hamparan tanaman cabe berumur muda pun sebagian mulai layu tak kuat menahan sengat matahari.
Indramayu sebelah barat dan timur sesungguhnya seperti dua sisi mata uang.Suatu kesatuan sekalipun gambarnya berbeda satu dengan yang lainnya.
Perbedaan gambar yang sangat mencolok itulah yang menyebabkan saya tak bosan berteriak, “Indramayu Barat Merdeka !”
Sama sekali bukan tindakan makar untuk terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah merdeka ini.Bukan, tetapi merdeka dari keterpurukan yang selama puluhan tahun tidak pernah berubah.Berubah menjadi sebuah wilayah yang mampu menggali potensi internalnya secara optimal.Sebuah daerah yang memberdayakan masyarakat penghuninya sehingga bukan hanya menjadi pemanut dan penurut untuk sesuatu yang tidak dimengerti secara jelas oleh mereka.
Seperti diketahui, masyarakat Indramayu sebelah barat sudah lama dikenal sebagai pemanut dan penurut.Bahkan seorang mantan Camat Kota Indramayu pernah berujar, “Kota Indramayu akan gelap gulita kalau Indramayu barat berdiri !”
Kata-kata pamong senior itu bukan tanpa alasan, masyarakat Indramayu sebelah barat tidak pernah rebut, menuntut tetapi tetap menurut ketika sepanjang bulan harus bayar Pajak Pnerangan Jalan sekalipun tidak pernah menikmatinya.Jalan-jalan gulita, kecuali beberapa tiang listrik yang diberi lampu.Sebagian terbesar lampu itupun lampu milik masyarakat yang dibayar dari kwh meter di rumah mereka.
Bukan hanya itu, beliau yang sudah malang melintang menjadi Camat di wilayah Indramayu sebelah barat, tahu benar karakter masyarakatnya.PBB selalu lunas sekalipun saat itu belum ada Alokasi Dana Desa (ADD) yang sekarang tidak sedikit dimanfaatkan Kepala Desa (Kuwu) sebagai Dewa Penolong.
Kesahajaan masyarakat Indramayu sebelah barat berpadu dengan berbagai karunia Tuhan yang berlimpah adalah sebuah anomaly dengan keadaan sekarang.
Lihatlah sepanjang jalur pantura Jawa Barat yang dikenal sebagai jalur tengkorak, hempasan ombak di pantai mengantar penduduk pesisir mencari kehidupan di laut lepas.Menghantarkan kekayaan para pahlawan bahari menikmati kehidupan yang layak.Amis bau jemuran ikan diantara hamparan ladang garam adalah potensi yang sampai sekarang belum sepenuhnya tersentuh teknologi.
Demikian juga sumber minyak bumi di kabupaten yang terkenal karena Unit Pengolahan VI Balongan-nya ini, sesungguhnya kebanyakan dari Indramayu sebelah barat.http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/02/indramayu-subur.html
Demikian juga kesuburan lahan Indramayu sebelah barat sungguh luar biasa.Hamparan sawahnya tak terkira luasnya.Bukan berita kalau sebagian masyarakat desa di Indramayu sebelah timur dulunya sering numpang menjadi kuli sawah di beberapa desa di wilayah ini.Setiap musim hujan, mulai pengolahan, tanam dan panen banyak masyarakat Desa Pranggong, Panyindangan, Cangkingan, Segeran dan sekitarnya yang ngadon hidup di Desa Kedokangabus, Sumbon dan sekitarnya.
Sebagian bisa panen dua kali, banyak yang cuma sekali.Tapi palawija seperti semangka, cabe, sayur-sayuran merupakan komoditi yang tak terlupakan.Tanpa disadari dengan pengetahuan yang cukup, sesungguhnya mereka memutuskan rantai penyakit dari setiap musim ke musim berikutnya.
Seorang sahabat bertanya, “Mengapa orang Indramayu sebelah barat justeru banyak yang pergi ke Batam, Saritem, Mabes?”
Bukan rahasia kalau memang sebagian warga yang mengambil jalan pintas dalam mengatasi permasalahan ekonominya.Sebuah alternative terpahit yang ditempuh ketika hamparan sawah tidak lagi berperan menghidupi mereka.Ketika jalan berkerikil tajam berkubang menghalangi mereka mendapatkan hak berusaha yang layak.
Ketika perut berteriak, saat anak dan keponakan merintih, di tengah berbagai tantangan kehidupan yang makin kuat menimpa.Sementara kesempatan memanfaatkan sawah dan pekarangan sebagai sumber kehidupan terputus.Sawah dan pekarangan lain adalah alternative terakhir yang tidak dikehendaki sebagai sumber kehidupan baru.Ketika keadaan sudah sangat terbelit, pilihan terakhir dalam keterpaksaan adalah bukanlah sumur gas dan minyakbumi sebagai harapan tetapi sumur yang lain.
Keadaan Indramayu sebelah barat memang demikian adanya, kalau ada semilir udara dingin ringang dan suburnya pepohonan di Pesantren Al-Zaitun, maka seputar tembok tinggi itu saja adanya.Diseputarnya udara panas tak tertahankan, lahan sawah dan pekarangan kering-kerontang.Jalan-jalan berantakan, kontras dan jauh sekali dengan di dalam komplek pesantren terbesar itu.
Namun demikian, jika semua potensi yang ada termanfaatkan.Seandainya berbagai penghasilan daerah barat ini termanfaatkan kembali untuk masyarakat penghuninya.Insya Allah, badai kemiskinan yang selalu membelit akan berlalu.Demikian juga berbagai alasan yang menyebabkan rusaknya citra tak perlu berlanjut.
Indramayu Barat, masyarakat merindukan kehadiranmu walau sampai sekarang mereka tidak pernah menyadari atau bahkan secara vulgar menentangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H