Broken home juga dapat diartikan sebagai kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan sebagaimana mestinya sebuah keluarga yang rukun, tenteram, dan sejahtera karena sering terjadi kerusuhan dan perselisihan yang berujung pada perselisihan dan berakhir dengan perceraian. Sebenarnya anak yang mengalami Broken Home bukan hanya anak yang berasal dari orang tua yang bercerai, namun juga anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh atau tidak harmonis. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya Broken Home, antara lain pertengkaran atau pertengkaran orang tua, perceraian, kesibukan orang tua.Â
Dampak dari Broken Home terhadap psikologis anak antara lain : Anak mulai mengalami rasa cemas dan takut yang tinggi. Anak merasa terjepit ditengah-tengah, karena harus memilih antara ibu atau ayah, Anak seringkali mempunyai rasa bersalah dan Jika kedua orang tuanya bertengkar, memungkinkan anak bisa membenci salah satu orang tuanya.Â
Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan paling penting yang dapat diberikan oleh orang tua yang bercerai adalah mencoba meyakinkan dan meyakinkan anak bahwa mereka tidak bersalah. Memastikan bahwa mereka tidak perlu merasa bertanggung jawab atas perceraian orang tuanya. Hal lain yang perlu dilakukan orang tua yang akan bercerai adalah membantu anak menyesuaikan diri untuk tetap menjalankan aktivitas rutin di rumah.Â
Jangan memaksa anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang bertengkar, dan jangan sesekali melibatkan mereka dalam proses perceraian. Hal lain yang bisa membantu anak adalah mencari orang dewasa lain seperti bibi atau paman, yang bisa mengisi kekosongannya untuk sementara waktu setelah ditinggal oleh ayah atau ibunya. Maksudnya, agar anak merasa mendapat dukungan yang menguatkan dirinya dalam mencari sosok pengganti ayah ibu yang sudah tidak hadir lagi seperti saat tidak ada perceraian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H