Mohon tunggu...
Dinno Zikriady
Dinno Zikriady Mohon Tunggu... Penulis - Karena hati punya banyak sisi

Seorang penulis yang bangun di pagi hari dan tidur di malam hari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Reality (Crime) Show

19 Agustus 2022   14:00 Diperbarui: 19 Agustus 2022   14:04 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berulang kali terjadi. Terjerembab namun bangga dengan stagnasi pemahaman. Interupsi dan kritik bernada pedas berubah menjadi latar bertema senda gurau. Dunia layar kaca menjadi potret vulgar carut marut dan teori anti etika dari sekelompok manusia kumuh Indonesia. 

Entah siapa yang diuntungkan. Mereka berkocek tebal dengan rayuan tak penting tentang produk pemutih kulit. Atau penjual kebohongan raut muka bertopeng aktor kelas atas. Atau malah sang model iklan bertato tulang ikan paus yang sama sekali tak mengerti apa yang sedang dilakukannya.

Televisi yang harusnya mendidik bangsa ini tentang pencerahan masa depan. Berubah layaknya kubangan berbumbu kata kotor dan lumpur-lumpur erotisme negatif. Jualan sinetron yang tak laku lagi, memaksa bidikan beralih pada reality show cari-cari orang hilang. 

Tak ada yang salah. Tak ada yang aneh. Semua pun tahu kalau reality show tak benar-benar real. Karena tak mungkin ibu Manohara tak pernah menonton TV, hingga tak tau kemana harus mengadu soal kejamnya menantu sang putra sultan Kelantan.

Kenapa harus reality show kalau yang dihadirkan hanya dongeng dan skenario murahan tanpa makna berdefinisi. Ada kawan, pasti ada bedanya.

Ada unsur kekerasan yang tak lazim dimunculkan di sinetron kita yang mendayu-dayu. Format baku tentang pornografi pun kan berubah jadi realita kehidupan yang harus disampaikan. Istilah kotor pun cukup diselotip dengan nada-nada tinggi, tak perlu editing total hingga hilang seluruh adegan. Jelas lebih ekonomis dan lebih provokatif.

Tak tahu siapa yang salah. Tapi pasti ada yang bersalah. Merekakah yang salah karena tak mau berubah. Atau kita yang salah karena tak mampu merubah. Jangan membayangkan Anda jadi pahlawan saat datang dan mengobrak-abrik stasiun televisi bersangkutan. 

Terlalu mahal dan merugikan, karena pastinya sulit untuk online dari balik jeruji. Lihat ke depan Anda saat muka-muka perusak mental bangsa itu muncul lagi. Jika yang Anda temukan adalah remote control Anda, maka saya yakin Anda tahu apa yang harus dilakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun