Mohon tunggu...
Dinna F Norris
Dinna F Norris Mohon Tunggu... wiraswasta -

batak, melayu, arab\r\n\r\nshe's champ\r\n\r\nhttp://dinnafitriananoris.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anas: The End Of History?

23 Februari 2013   16:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:49 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah gelar perkara yang dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 2013, akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi mega proyek. Imbas dari penetapan statusnya tersebut, Ketua Umum Partai Demokrat itu pun juga dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan.

Melalui juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan bahwa Anas diduga telah menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses pelaksanaan pembangunan Sport Centre Hambalang atau proyek-proyek lainnya, meski Johan Budi tak menyebutkan secara tegas bentuk atau materi dari dugaan tersebut. Penetapan status tersangka ini ditegaskan dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditandatangani oleh wakil ketua KPK, Bambang Widjayanto.

KPK menjerat politisi yang juga Ketua Umum Partai Demokrat tersebut dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun bunyi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 11 : dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya

Pasal 12 a : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

Pasal 12 b : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Maka dengan demikian resmilah Anas menyandang status tersangka setelah mana beberapa waktu lalu sempat beredar (baca: kebocoran) Sprindik tanpa gelar perkara yang ditandatangi oleh tiga pimpinan KPK diantaranya Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.

“Sprindik ini, murni dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, tanpa ada tekanan politik, tidak ada campur tangan kekuasaan, dan tanpa intervensi dari pihak manapun.” Ujar Johan Budi kala menunjukkan salinan sprindik pada konferensi pers Jumat lalu.

Penetapan Anas sebagai tersangka seakan-akan menjawab bait-bait nyanyian Nazaruddin, selaku terpidana kasus Hambalang. Seolah tak ingin ‘hidup sendirian’ di Hotel Prodeo, Nazaruddin acapkali menyebut serangkaian nama rekan-rekan se-partainya sebagai pelaku korupsi Hambalang. Di mana sebelumnya ia menuding Andi Mallarangeng yang sekarang ini sudah berstatus sebagai tersangka, kemudia ia dengan sangat antusias menuding Anas juga bagian dari kasus besar tersebut.

Menurutnya, Anas adalah sosok yang sudah seharusnya berada dalam deretan nama-nama terkait korupsi dana Wisma Atlet tersebut dengan membeberkan bahwa mobil Toyota Harrier yang dimiliki Anas adalah hasil gratifikasi dari PT. Adhi Karya, sewaktu Anas masih menjabat sebagai Ketua Fraksi PD.

Meskipun dari pihak Anas telah berkali-kali menyangkal tuduhan tentang Toyota Harrier dengan dalih bahwa mobil berwarna hitam metalik tersebut dibeli dari Nazaruddin dan kemudian dikembalikan, namun tidak membuat Nazaruddin berhenti berkicau. Mantan Bendahara Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat ini terus memborbardir Anas dengan berbagai pernyataan kontroversinya. Salah satunya, Nazaruddin mengatakan bahwa segala dalih yang diungkapkan pihak Anas merupakan tipu-tipu belaka.

Karir Politik

Lahir di Desa Ngaglik-Srengat, Blitar, Jawa Timur pada 15 Juli 1969, Anas muda dikenal gemar berorganisasi. Saat duduk di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir, Blitar (setingkat SMP) dan SMA Negeri Srengat, Blitar, ia terpilih menjadi Sekretaris OSIS (organisasi siswa intra sekolah). Kemudian, namanya mulai dikenal saat ia aktif berdinamika pada sebuah organisasi islam terbesar, Himpunan Mahasiswa Islam. Ia terpilih dalam sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1997-1999.

Sosok pemuda 42 tahun ini memang dikenal tenang, santun dan kalem dalam bersikap. Ia juga cerdas dalam beretorika, tegas dalam berbahasa, namun bernas dalam setiap tindakan nyata. Kerap namanya digadang-gadang sebagai tokoh muda yang mampu melanjutkan estapet kepemimpinan bangsa. Selain memiliki pengalaman organisasi yang tak bisa dibilang sekejap, ia juga mengenyam pendidikan politik di Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, hingga lulus sebagai mahasiswa teladan dan mendapat predikat sebagai lulusan terbaik pada 1992.

Tak berhenti sampai di situ, Anas melanjutkan pendidikannya di Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000. Tesis pascasarjananya telah dibukukan dengan judul "Islamo-Demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid." Kini ia tengah merampungkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Selanjutnya, berpijak dari kursi Ketua Umum PB HMI, Anas kemudian terpilih menjadi anggota KPU untuk mengawal pelaksanaan Pemilu 2004, yang mana pada saat itu Susilo Bambang Yudhoyono mengantongi perolehan suara terbanyak dalam pemilihan presiden.

Di KPU, Ayah 4 anak ini menjabat sebagai tim persiapan pembentukan KPU sekaligus anggota tim verifikasi partai politik peserta pemilu atau tim sebelas, hingga kemudian menjadi komisioner KPU pada tahun 2001-2005.

Namun, pada 8 Juni 2005, Anas mengundurkan diri dari KPU. Oleh SBY, Anas ditarik masuk ke Partai Demokrat (PD) dan diberi jabatan sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah. Karir Anas pun kemudian melesat cepat. Pada 2009, Anas terpilih sebagai anggota DPR RI dari PD. Dan pada 1 Oktober 2009, Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR. Namun pada 2010, Anas mengundurkan diri dari DPR karena terpilih menjadi Ketua Umum PD pada kongres ke-2 PD di Bandung pada 20-23 Mei 2010 mengalahkan dua kompetitornya yakni Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng.

***

Ini merupakan kali kedua Anas berurusan dengan KPK di mana pada tahun 2005 namanya sempat disebut-sebut dalam kasus suap dan korupsi sewaktu masih menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum. Pada saat itu, tak ada bukti kuat yang dapat menjerat Anas hingga ia melenggang mulus meneruskan karir politiknya.

Tapi kini, perjalanan politik Anas harus terganjal sejak KPK secara resmi mengumumkan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang. Meski masih berstatus sebagai tersangka, namun secara etika politik dan selaras dengan fakta integritas yang ditandatanganinya, Anas harus mengundurkan diri dari kursi Ketua Umum PD di tengah periode kepemimpinan yang seharusnya berakhir tahun 2015.

Pada kenyataannya, Sabtu 23 Februari 2013 tepatnya di kantor DPP PD, secara gentlement agreement Anas menyatakan mundur dari jabatan kursi Ketua Umum PD, seraya menegaskan akan mengikuti proses hukum sesuai dengan prosedur yang adil, objektif dan transparan.

Jika mundur ke belakang, tentunya kita masih ingat dengan pernyataan berani Anas pada awal Maret tahun lalu. “Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas ketika para awak media menyinggung soal keterlibatannya dalam skandal Hambalang. Kini, efek dari pernyataan tersebut membuat sebagian masyarakat ikut menagih janji Anas agar ia konsisten dengan perkataannya.

Memang, proses hukum masih berjalan dengan berbagai penyelidikan demi membuktikan benar-tidaknya keterlibatan Anas. Tentunya perkara ini akan memakan waktu yang cukup lama. Namun, ini politik. Tak ada yang dapat memastikan apakah kasus Anas akan berlanjut ke tahap terpidana, ataukah cukup sampai tersangka saja hingga hukum menyatakan bahwa Anas tidak bersalah. Akan mudah menyoal jika kelak vonis bebas diterima Anas. Akan tetapi bagaimana jika kemudian nasib Anas seperti koleganya Angelina Sondakh yang berakhir di rumah tahanan?

Mengutip pernyataan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill “Now this is not the end. It is not even the beginning of the end. But it is, perhaps, the end of the beginning.” Sekarang, hal ini bukan akhir. Hal ini bukan pula awal dari akhir. Tetapimungkin, akhir dari sebuah permulaan.

Akankah karir gemilang seorang Anas terhenti sampai di usia 42? Akankah perkara yang menjegalnya menjadi epilog dari sebuah buku sejarah? Biarkan waktu dan suara kebenaran yang akan menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun