Bimbingan dan Konseling tidak dapat terpisahkan dari sistem pendidikan, memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian tujuan pendidikan secara komprehensif. Guru Bimbingan dan Konseling bertugas membantu konseli untuk memaksimalkan perkembangannya dirinya secara optimal dalam kehidupannya. Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam pembelajaran, berbeda dengan peran guru mata pelajaran, layanan bimbingan dan konseling tidak memberikan tugas maupun ulangan harian kepada peserta didik. Guru Bimbingan dan Konseling memberikan layanan  dalam pencapaian tugas perkembangan peserta didik secara optimal, sehingga peserta didik memiliki kecakapan hidup dan menjadi pribadi yang mandiri. Dalam praktik pembelajaran PPG Dalam Jabatan, penulis memakai POP Bimbingan dan Konseling. Penulis meyakini bahwa buku tersebut sudah sesuai untuk digunakan dalam membuat program layanan bimbingan dan konseling, sebab diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Akhir-akhir ini banyak dijumpai permasalahan mental pada remaja. Menurut Indonesia National Adolescent Mental Health survey 2022, 15,5 juta (34,9%) remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5%) remaja mengalami gangguan mental. Â Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa yang mengalami perubahan fisik pada ciri-ciri seks sekunder, perubahan emosi seperti perasaan sayang, benci, takut, khawatir dan juga perubahan psikososial. Proses perubahan ini terjadi dalam hubungan remaja dengan lingkungan sosialnya, bagaimana ia mneghadapi persoalan yang dihadapinya, tingkah laku dan hubungannya dengan lingkungan serta ketertarikan dengan lawan jenis, selain itu emosinya cenderung kurang terkendali sehingga membuat remaja sulit untuk memahami diri dan lingkungan sekitarnya (Santrock, 2007 & Sarwono, 2013).
Terkait dengan emosi, secara umum emosi memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan manusia, terutama remaja yaitu dalam perilaku, berpikir dan ucapan seseorang (Strongman, 2003). Emosi negative juga bisa menyebabkan seseorang memberikan tanggapan yang kurang tepat (Gross & Thompson, 2006). Emosi negative dapat dilihat dalam bentuk kecemasan, depresi, agresi dan stress (Fredrickson, 2000). Dengan demikian, karena banyaknya pengaruh emosi negative dalam kehidupan, diperlukan kemampuan dalam diri untuk mengatur emosi tersebut agar remaja dapat melewati perkembangannya dengan baik.
Kemampuan mengatur emosi disebut dengan regulasi emosi, terutama emosi negative yang muncul dalam diri seseorang (Gross & Thompson, 2007). Dengan regulasi emosi, individu dapat memunculkan pikiran yang positif, mampu menerima masalahnya dengan baik (Hoeksema, 2012), sebaliknya individu yang memiliki regulasi emosi yang tidak baik dapat menyebabkan dirinya kurang tepat dalam merespon lingkungannya, merasa kesepian, amarah yang tidak terkontrol dan hambatan dalam mengekspresikan emosinya. Oleh sebab itu hal ini menjadi tantangan Guru Bimbingan dan Konseling dalam membantu peserta didik untuk mampu meregulasi emosi dengan baik.
Penulis mencoba untuk mengulas strategi layanan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan regulasi emosi pada peserta didik melalui layanan bimbingan klasikal menggunakan teknik mindfulness. Layanan bimbingan klasikal dengan teknik mindfulness bertujuan agar peserta didik mampu memiliki pemahaman dan kemampuan untuk meregulasi emosi dengan baik. Teknik layanan menggunakan mindfulness, mengajarkan peserta didik untuk merelaksasi emosi yang dirasakan. Dalam kegiatan layanan bimbingan klasikal, peserta didik merasa antusias dan aktif dalam mengikuti layanan karena hal ini termasuk hal baru bagi mereka. Walaupun masih ada beberapa peserta didik yang belum bisa berkomitmen bertanggung jawab dalam mengikuti layanan. Capaian layanan yang diharapkan oleh guru BK adalah peserta didik memiliki kematangan emosi yang bagus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H