Pada tanggal 30 Januari 2020, Pemerintahan Filipina melalui konferensi pers mengkonfirmasi masuknya virus Covid-19 ke negara mereka melalui hasil tes COVID-19 dari salah satu warga negara asal China. Warga negara China ini datang untuk berobat ke sebuah rumah sakit di Filipina pada tanggal 25 Januari 2020 karena mengalami batuk-batuk namun tidak menunjukkan gejala-gejala virus Covid-19 lainnya seperti sesak nafas. Terkonfirmasinya kasus COVID-19 pertama di Filipina ini kemudian membuat Filipina resmi menjadi satu diantara negara ASEAN lain yang terjangkit virus Covid-19. Awal penyebaran virus ini diyakini datang dari suatu provinsi di China bernama Wuhan sebelum mewabah ke negara-negara lain.
Sebagai negara yang bertanggung jawab akan segala kekacauan yang terjadi di dunia, termasuk di Filipina, China secara cepat mencari pemecahan masalah dari pandemi Covid-19 ini. Bentuk bantuan yang diberikan China pada awal pandemi adalah pemberian kit uji coba Covid-19 kepada Filipina. Pemberian bantuan berupa kit uji coba ini menurut Huang Xilian, Duta Besar China untuk Filipina untuk membantu Filipina menghadapi dan mencegah penyebaran Covid-19 di negara tersebut. Interaksi antara kedua negara ini tampak seperti hubungan pertemanan antar negara. Padahal, hubungan antara China dan Filipina sebelumnya sempat memanas karena isu Laut China Selatan dan klaim nine dash line oleh China yang dianggap mengganggu keutuhan perairan wilayah Filipina. Klaim oleh China ini kemudian membuat Filipina mengajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional dan hasilnya China dianggap melanggar hak kedaulatan Filipina dan klaim China dianggap tidak mendasar karena tidak berlandaskan hukum UNCLOS.
Berdasarkan kisah masa lalu yang cukup buruk antara Filipina dan China terkait isu Laut China Selatan maka tidak mengherankan jika kecurigaan kepada China muncul setelah rencana bantuan medis terkait Covid-19 eksis. Pemberian pertolongan ini bisa saja tidak hanya bertujuan sebagai uluran tangan dari China namun memiliki maksud dan tujuan tertentu mengingat China hadir sebagai produsen yang memanfaatkan keadaan, kerentanan, dan sensitivitas negara yang sedang “putus asa” akibat dilanda oleh pandemi Covid-19 sehingga China menciptakan ketergantungan diantara negara yang bergantung pada negara superpower tersebut. Maka dari itu, China dengan semangat memproduksi massal vaksin Covid-19 dengan tujuan untuk menyediakan stok vaksin yang banyak untuk kemudian diekspor ke negara-negara yang membutuhkan.
Vaksin ini hadir bukan hanya sebagai sumber perekonomian yang “instan” bagi China dikala pandemi namun sebagai alat strategi yang efektif untuk menjalin hubungan dengan negara yang bergantung pada China. Setidaknya terdapat 9 negara di Asia Tenggara yang telah mendapat bantuan vaksin Sinovac dari China dengan perjanjian bilateral ekspor vaksin pada negara anggota ASEAN. China juga mulai mendukung negara-negara ASEAN seperti Filipina dan Indonesia untuk memproduksi vaksinnya sendiri melalui pendekatan program ASEAN Comprehensive Framework. Aksi ini membuktikan bahwa China mencoba untuk mengubah persepsi masyarakat dan negara lain tentang China sebagai penyebab masalah menjadi pemberi solusi atas krisis kesehatan global. Selain itu, China sepertinya berusaha untuk membangun hubungan baik kepada Filipina untuk kepentingan China di Laut China Selatan. Aksi yang dilakukan oleh China banyak menimbulkan spekulatif dari berbagai ahli tentang tujuan terselubung China yaitu memenangkan hati negara-negara lain untuk kepentingannya, terkhusus Filipina. Meskipun demikian, Filipina secara tegas tetap mempertahankan posisinya di Laut China Selatan dan tidak mengabulkan permintaan China kepada dirinya untuk menarik pasukan patroli Filipina di Laut China Selatan.
Jika antara isu bantuan medis Covid-19 dari China dan isu Laut China Selatan dikaitkan satu sama lain, maka sejak putusan Permanent Court of Arbitration (PCA) di tahun 2016 terjadi perubahan arah kebijakan politik dari Filipina yang berusaha menyeimbangkan upaya pengamanan wilayah Filipina. Hal ini dapat kita lihat dari teori lobi internasional. Aktivitas lobi adalah upaya yang dilakukan oleh pihak yang berkepentingan untuk mengakomodir pihak lain untuk membantu mencapai tujuan yang mereka inginkan sekaligus membangun hubungan baik antar kedua belah pihak. Dalam hal ini, China dapat kita simpulkan sebagai pihak yang melakukan dan melancarkan aktivitas lobi kepada Filipina dengan memberi bantuan medis Covid-19 dengan harapan terselubung, yaitu agar Filipina dapat melunak dalam isu Laut China Selatan. Namun nyatanya, Filipina masih berkomitmen untuk menjaga keutuhan negaranya dengan mengutus Armed Forces of the Philippines (AFP) yang awalnya berfokus pada keamanan dalam negeri kemudian menuju pertahanan teritorial.
Namun, di masa kini langkah yang perlu ditempuh oleh Filipina terkait bantuan medis Covid-19 ini adalah dengan menjaga hubungan diplomatik dengan China, karena kepentingan China sebagai negara produsen vaksin dan alat uji coba Covid-19. Namun dibalik itu tidak melupakan perjuangan dalam mempertahankan klaim Filipina di Laut China Selatan dalam melawan klaim China. Perlu adanya langkah dari pemimpin Filipina yang harus sejalan dengan hasil putusan Permanent Court of Arbitration (PCA) 2016 dan tidak melupakan hubungan diplomatik Filipina dengan China yang harus tetap dibangun dan dijaga untuk keberlangsungan perkembangan kondisi ekonomi Filipina karena Filipina sangat didukung oleh China dari sisi perekonomian dan kerjasama antara Filipina dan China lainnya yang dapat memberi keuntungan bagi pihak Filipina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H