Oleh: Dinissa Azhari
Dalam kamus dunia, tak dapat dipungkiri bahwa politik selalu bersisian dengan perdebatan. Berperang pikiran sampai menjatuhkan lawan adalah suatu hal biasa dalam berpolitik. Memang, pengertian politik mengacu pada sebuah seni dalam pencarian kebenaran. Namun, tidak mesti membuat politik mengandung sebuah kebenaran.Â
Nyatanya, kebenaran itu masih belum ditemukan, malah membuat kebenaran semakin jauh dari pandangan mata. Tatanan dunia saat ini terperdaya oleh negara sekuler modern yang muncul akibat paham ketidakbertuhanan dalam teori politiknya.
Penindasan ekonomi dilakukan melalui Riba sebagai teori pemerasan negara dunia. Riba merupakan suatu peminjaman uang yang berbunga tinggi dan ilegal, artinya tidak ada kepastian untung-rugi saat mengawali perjanjian. Tidak ada yang dapat menjamin, bunga akan terus bertambah saat pengembalian uang terlambat dilakukan.
Dan inilah faktor kemiskinan dunia yang melarat. Kekayaan sudah tidak lagi beredar melalui ekonomi, tetapi hanya beredar pada orang-orang kaya saja. Mereka meminjamkan uang dengan bunga, lalu menghisap lebih banyak dari peminjamannya.
Ibarat judi, siapa yang kalah maka ia harus mengeluarkan uang lebih banyak. Maka yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin jatuh dalam kemiskinan.
Menghalalkan yang haram dan menutup mata akan kebodohan yang menimpa. Menyelewengkan petunjuk agama, hingga menjadi penghalang atas kebenaran yang sesungguhnya. Itulah hasil negara Eropa tak bertuhan, maupun negara non-Eropa lain yang tak bertuhan untuk memanipulasi ekonomi Internasional melalui taktik politik.Â
Dalam buku yang berjudul "Ilmu Negara, Perspektif Geopolitik Masa Kini" yang dipaparkan oleh Kris Wijoyo Soepandji, bahwa "penjelasan Freeman secara jelas menyatakan tentang 'power of other states' artinya keefektifan suatu negara sangat ditentukan oleh kenyataan geopolitik.
Dalam hal ini 'power of other states' seyogyanya bisa dipahami juga sebagai 'power of other entities' mengingat dalam beberapa episode sejarah menunjukkan bahwa ada entitas-entitas non negara yang memiliki kekuasaan luar biasa, misalnya East India Company di masa lalu, serta pada zaman sekarang dimanifestasikan dalam lembaga-lembaga keuangan yang sangat berkuasa."
Maka kenyataan geopolitik memang menentukan keefektifan suatu negara. Bila suatu negara sudah sekali berhubungan dengan peminjaman uang berbunga atau utang , dia akan sulit melepaskan diri dari jeratan lintah yang menghisap kekayaan.
Indonesia termasuk dalam negara yang terjerat dalam utang luar negeri. Utang Indonesia sudah mencapai triliunan, dan terbukti semakin hari semakin bertambah utang yang harus dibayar oleh Indonesia. Sistem kapitalis memainkan perannya dalam menyuap Riba.