(TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR) Perkembangan suatu daerah selalu sejalan dengan peningkatan kebutuhan akan infrastruktur layanan publik sebagai penunjang kegiatan masyarakatnya. Selain itu, kebutuhan operasional pemerintah daerah bisa saja turut mengalami peningkatan. Pemerintah daerah di Indonesia sering kali mengalami berbagai tantangan dalam pemenuhan infrastruktur layanan publik maupun kebutuhan operasional pemerintah daerah. Sehingga dapat menghambat perkembangan daerah. Salah satu penghambatnya adalah kebutuhan pendanaan yang besar guna pengembangan proyek infrastruktur layanan publik dan kebutuhan operasional pemerintah daerah tersebut. Sedangkan kemampuan keuangan pemerintah daerah masih cukup terbatas. Oleh karena itu, muncul lah berbagai aternatif sumber pendanaan lain untuk pemerintah daerah yaitu diantaranya ada obligasi daerah bagi pemerintah daerah yang memiliki kemampuan dan pengelolaan fiskal yang baik dan hutang daerah bagi pemerintah daerah yang memiliki kemampuan fiskal kurang baik.
Lantas bagaimana konsep obligasi daerah dan hutang daerah itu?
Pertama, obligasi daerah. Obligasi daerah didefinisikan sebagai surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah melalui penawaran umum di pasar modal. Dengan kata lain, sumber pinjaman obligasi daerah jangka menengah dan/atau jangka panjang yang bersumber dari masyarakat yang bertindak sebagai investor. Dimana nantinya investor akan mendapatkan bunga obligasi secara berkala dan mendapat ganti pokok pinjaman saat waktu jatuh tempo. Pemerintah Daerah menerbitkan Obligasi Daerah hanya untuk membiayai kegiatan pengembangan infrastruktur pelayanan publik yang memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi urusan Pemerintah Daerah.
Penerbitan obligasi daerah tidak bisa langsung diterbitkan oleh pemerintah daerah begitu saja, tetapi harus melalui beberapa prosedur yang cukup Panjang. Dilansir dari laman djpk.kemenkeu.go.id. prosedur penerbitan obligasi daerah harus melalui bebarapa tahapan yaitu: Â Perencanaan penerbitan Obligasi Daerah oleh Pemerintah daerah dimana satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melakukan penentuan kegiatan: membuat kerangka acuan kegiatan: studi kelayakan yang dibuat oleh pihak yang independen dan kompeten; memantau batas kumulatif pinjaman serta posisi kumulatif pinjaman daerahnya; membuat proyeksi keuangan dan perhitungan kemampuan pembayaran kembali Obligasi Daerah; mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada DPRD. Kemudian melakukan pengajuan usulan rencana penerbitan Obligasi Daerah dari Pemda kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, penilaian dan persetujuan oleh Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, pengajuan penyataan pendaftaran penawaran umum Obligasi Daerah oleh Pemda kepada Bapepam-LK. Selanjutnya baru dilakukan penerbitan Obligasi Daerah di pasar modal domestik.
Adanya penilaian dari Menteri Keuangan membuat tidak semua pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi daerah. Pemerintah daerah yang akan menerbitkan obligasi daerah harus memiliki kesediaan untuk melakukan pembayaran pokok dan bunga sebagai akibat penerbitan Obligasi Daerah, kesediaan melakukan pembayaran segala biaya yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah, memiliki jumlah sisa pinjaman daerah + jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya dan memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DSCR) yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar minimal 2,5.
Kedua, hutang daerah. Hutang daerah didefinisikan sebagai peminjaman pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada Pemerintah Pusat yang berasal dari APBN, pemerintah Daerah lain, lembaga Keuangan Bank yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan lembaga Keuangan Bukan Bank  (lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia) guna meningkatkan sumber pembiayaan operasional pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan hutang daerah ini pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamkan beserta bunganya (jika ada) kepada pihak peminjam.
Dilansir dari laman djpk.kemenkeu.go.id. pemerintah daerah yang melakukan hutang daerah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima), Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah jika melakukan peminjaman dari pemerintah pusat dan khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD.
Obligasi daerah dan Hutang daerah memiliki perbedaan yang signifikan baik dari cara memperolehnya, tujuan, penggunaan dana hingga pertanggungjawaban dananya. Tidak semua pemerintah daerah melakukan obligasi daerah dan hutang daerah karena (1) pemerintah daerah yang akan menerbitkan obligasi daerah harus melalui serangkaian prosedur yang membuat daerah tersebut bisa menerbitkan obligasi daerah, selain itu obligasi daerah memiliki pertanggung jawaban keuangan yang lebih tinggi oleh karena itu hanya pemerintah daerah dengan pengelolaan kebijakan fiskal yang baik yang dapat menerbitkan obligasi daerah agar risiko yang ditimbulkan lebih rendah serta pendanaan obligasi daerah hanya dipergunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur pelayanan publik, (2) Pemerintah daerah yang melakukan hutang daerah juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah disebutkan diatas agar dapat menerima pinjaman keuangan guna meningkatkan sumber pembiayaan operasional pemerintah daerah dimana persyaratan tersebut dimaksudkan agar setelah melakukan peminjaman dana pemerintah mampu mengembalikan dana tersebut sesuai dengan ketentuannya.
Berdasarkan studi literatur dan analisis sumber pembiayaan Kabupaten Tulungagung 5 tahun terakhir tidak ditemukan informasi mengenai pemerintah daerah Kabupaten Tulungagung yang menerbitkan obligasi daerah dan melakukan hutang daerah. Kemungkinan Kabupaten Tulungagung tidak menerbitkan obligasi daerah karena pemerintah daerahnya tidak memenuhi persyaratan penerbitan obligasi dan juga kesiapan pemerintah daerah yang masih kurang. Persyaratan ini berkaitan dengan kesiapan pembayaran bunga obligasi yang mana APBD Kabupaten Tulungagung harus menyisihkan anggaran dana talangan untuk melakukan pembayaran bunga kepada pemegang obligasi selama proyek yang dikembangkan belum menghasilkan pendapatan. Tentu saja hal tersebut menjadi PR yang cukup krusial mengingat kebutuhan daerah Kabupaten Tulungagung yang terus meningkat. Jika Kabupaten Tulungagung menerbitkan obligasi daerah maka diperlukan upaya maksimal untuk mengelola kebijakan fiskal daerahnya misalnya dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada secara optimal sehingga pendapatan daerah mengalami peningkatan dan stabil. Mengenai kesipan kabupaten Tulungagung yang masih kurang tersebut berada pada aspek sumber daya manusianya karena untuk menerbitkan obligasi daerah diperlukan unit khusus untuk mengelola obligasi mulai dari persiapan hingga pelaksanaanya yang tentu saja membutuhkan tenaga ahli dibidang tersebut. Kabupaten Tulungagung juga tidak melakukan hutang daerah karena selama 5 tahun terakhir mengandalkan sumber pembiayaan kabupaten Tulungagung dari pendapatan asli daerah, transfer dari pemerintah pusat dan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA). Hutang daerah memiliki risiko beban APBD yang lebih besar apabila pinjaman yang seharusnya menjadi sumber tambahan anggaran saat deficit anggaran malah sebaliknya, membebani dan menjerat pemerintah daerah dalam lilitan hutang yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pertimbangan dan analisis keuangan sangat diperlukan sebelum Kabupaten Tulungagung akan melakukan peminjaman daerah.
Pada intinya obligasi dan hutang daerah memiliki porsi kepentingan masing-masing dalam setiap daerah yang merencanakan untuk menggunakan alternatif pendanaan tersebut sebagai sumber pembiayaan pembangunan infsrastruktur pelayanan publik dan pemenuhan operasional pemerintah daerah.
Terimakasih :)