Pergantian Kepala Daerah DKI Jakarta memang masih terbilang lama, namun situasi persaingan politik sudah terasa sangat panas menjelang tahun 2016.
Meskipun hajatan pilkada serentak berlangsung di seluruh negeri, pilkada DKI Jakarta paling banyak menyedot perhatian.
Setelah selama ini publik disuguhi alotnya pemilihan bakal calon cagub dan cawagub dari masing-masing kubu, kini masyarakat sudah lega karena sudah muncul tiga pasang cagub-cawagub sudah mendaftar ke KPU DKI.
Ketiga pasang bakal cagub-cawagub DKI adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno. Jika tak ada aral merintang, mereka akan segera ditetapkan sebagai cagub-cawagub Pilgub DKI 2017.
Mencermati tiga pasang tersebut nampaknya penting untuk membacanya dari sisi kekuatan menonjol dari ketiga pasangan tersebut. Secara sederhana dibawah ini adalah analisis peta kekuatan yang menonjol atau dominan dari ketiga pasang calon Gubernur DKI 2017.
Ahok – Jarot
Pasangan ini memiliki modal finansial yang cukup kuat karena Ahok cenderung dikenal sebagai gubernur yang cukup dekat dengan pengusaha atau pemilik modal yang kebetulan beretnis China (publik mengenalnya sebagai 9 naga atau 9 barongsai). Selain itu pasangan ini memiliki modal mesin politik yang cukup besar denfan dukungan 4 partai dan relawannya. Fakta lainya dari pasangan ini juga terlihat pada modal dukungan media mainstream yang sering memberitakan sisi positif Ahok. Pasangan Ahok-Jarot juga memiliki modal dukungan faksi militer dan Kepolisian yang kuat baik yang sudah purnawirawan maupun yang masih aktif karena posisinya yang pertahanan. Kekuatan menonjol lainya dari pasangan ini adalah modal karakteristik oersonal yang nampak arogan yang dibalut ketegasan personal Ahok.
Ahok-Djarot, diusung oleh 4 parpol, yaitu Nasdem (5 kursi DPRD DKI), Hanura (10), Golkar (9), dan PDIP (28). Total kekuatan kursi Ahok-Djarot di DPRD DKI berjumlah 52 kursi. Perolehan suara parpol pendukung Ahok-Djarot di Pemilu 2014 lalu: Nasdem (206.117 suara); Hanura (357.006); Golkar (376.221); dan PDIP (1.231.843). Total perolehan suara keempat parpol itu 2.171.187 suara. Selain diusung 4 parpol itu, Ahok-Djarot juga didukung oleh relawan Teman Ahok yang mengklaim telah berhasil mengumpulkan satu juta KTP dukungan untuk Ahok. Pasangan Ahok dan Djarot juga punya tingkat keterpilihan teratas berdasarkan hasil sejumlah survei. Dalam simulasi Poltracking diketahui elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (37,95%) bila berhadapan dengan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang mendapatkan 36,38% suara responden.
Di atas kertas, pasangan Ahok-Djarot menggambarkan dominasi dan superioritasnya. Namun, sebagaimana pengalaman setiap event pilkada, pemenang pilkada lebih bergantung pada sosok figur, bukan partai pendukungnya.
Sandiaga Uno-Anies
Pasangan ini memiliki modal finansial yang juga cukup kuat untuk menandingi Ahok karena Sandi dikenal sebagai pembisnis sukses dan tangguh yang cenderung memiliki kolega bisnis dari Amerika Serikat (AS) dan pebisnis China maupun Eropa. Modal mesin politik pasangan ini juga cukup kuat karena didukung oleh dua partai yang dikenal solid dan relawannya yang militan. Pasangan ini juga memiliki modal dukungan dari faksi militer purnawirawan maupun aktif. Selain itu, pasangan ini memiliki modal karakteristik personal yang santun dan terdidik. Anies-Sandi, diusung oleh dua parpol, yaitu Gerindra (15 kursi) dan PKS (11). Kekuatan kedua partai di DPRD DKI yaitu 26 kursi. Perolehan suara kedua partai itu di Pemilu 2014, yaitu:
Gerindra (592.558 suara)
PKS (424.400),
Total perolehan suaranya adalah 1.016.958 suara.