Mohon tunggu...
DINI RAHMI
DINI RAHMI Mohon Tunggu... -

A Student

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hubungan Ketersediaan Bahan Baku dengan Stabilitas Harga Gula

13 Mei 2014   15:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:33 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Gula saat ini telah menjadi komoditi utama masyarakat Indonesia maupun di dunia. Kebutuhan akan gula yang semakin meningkat didukung oleh gaya hidup masyarakat, terutama dalam konsumsi sehari-hari. Fenomena ini kemudian meningkatkan nilai pasar gula sebagai kebutuhan pokok masyarakat dan keteersediaannya selalu dicari. Permintaan pasar yang meningkat tentu membuat industri penghasil gula menambah kuantitas produksinya.

Pada kenyataannya, kebutuhan gula dalam negeri hingga saat ini belum bisa dipenuhi. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa Indonesia masih mengimpor gula dari luar negeri. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah pabrik gula serta keterbatasan fasilitas pabrik-pabrik gula yangada, sedangkan pada sisi yang lain kebutuhan gula semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan gula, maka peranan impor sangatlah penting dalam memenuhi kebutuhan gula tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan harga gula.

Penentuan besarnya impor gula tiap tahunnya dilakukan oleh BULOG bersama Departemen Perdagangan. Walaupun taksiran keperluan impor ini diusahakan secermat mungkin oleh pemerintah dengan mengingat perkiraan konsumsi dan produksi dalam negeri, namun kadang-kadang terlihat perbedaan besar antara taksiran pemerintah dan taksiran para pengusaha terutama importir. Pemerintah yang berkepentingan untuk menjaga stabilisasi harga melalui penyediaan barang yang cukup di pasaran biasanya menggunakan taksiran yang lebih tinggi daripada para pedagang/importir yang tidak menginginkan adanya kelesuan perdagangan gula (Prof. Dr. Mubyarto : 35 : 1984).

Saat ini Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Koordinator Perekonomian, sedang melakukan langkah konkret terkait masalah timpangnya harga gula di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan harga gula yang cukup signifikan.Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur (Senin, 11/2/2013) pemerintah harus lebih cermat untuk menghitung neraca gula dan mengambil langkah swasembada gula, agar terjadi pemerataan distribusi gula pada saat panen dimulai sampai selesainya musim giling.

Pemerintah dinilai lebih fokus menjaga harga gula di Jawa dibanding luar Jawa, sehingga disparitas harga sangat tinggi. Pasalnya, harga gula sudah mulai naik dari Rp8.800 per kg menjadi Rp11.500 per kg (Pulau Jawa), harga luar Jawa Rp12.800 per kg, dan daerah  perbatasan Rp19.000 per kg.

Natsir menjelaskan, program ideal capacity pemberian impor raw sugar tidak efektif, lambat dan ada perusahaan yang justru tidak sanggup melaksanakan program tersebut, sehingga membuka peluang terjadinya  perembesan gula kristal rafinasi terutama pada daerah kawasan timur Indonesia.

Harga gula domestik yang stabil dengan peningkatan yang tidak terlalu signifikan, didukung oleh beberapa faktor antara lain perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menginformasikan bahwa cuaca pada musim tanam 2011-2012 akan normal; perkiraan Staf Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI) yang mengatakan bahwa produksi gula kristal putih (GKP) bisa mencapai 2,8 juta ton atau naik 16 persen; serta pernyataan Sekretaris Perusahaan PTPN XI bahwa curah hujan yang mulai turun saat ini akan berdampak positif pada tanaman tebu sehingga rendemen tebu dapat meningkat.

Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan harga guladalam negeri dapat dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan turunnya harga gula dunia antara lain, output raw sugar Filipina musim 2010/2011 pada 31 Agustus sebesar 2,39 juta ton atau tertinggi dalam 3 tahun terakhir dan naik 21 persen dari musim 2009/2010; estimasi produksi gula Thailand musim 2011/2012 naik dari 2,2 menjadi 3,3 juta ton; serta peningkatan produksi gula beet Eropa.

Kelebihan produksi gula di masyarakat akan memacu ketidakstabilan harga karena para produsen berlomba-lomba untuk menarik perhatian konsumen dengan cara menurunkan harga. Sebaliknya, pada saat terjadinya kelangkaan gula, para produsen akan mengambil kesempatan untuk meningkatkan harga agar memperoleh keuntungan yang besar.

Adapun yang dimaksud dengan stabilitas harga adalah situasi di mana harga dalam suatu perekonomian tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Harga itu sendiri terbagi atas tiga pengertian, yaitu harga berlaku, harga normal dan harga wajar.Harga berlaku adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Harga normal adalah jumlah nilai produksi atau pendapatanatau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap (harga pada tahun dasar) yang digunakan selama satu tahun, sedangkan harga wajar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah (nilai produksiatau output dikurangi dengan biaya antara) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu.

Program stabilisasi harga gula di dalam negeri selama ini lebih mengarah kepada terciptanya pergerakan harga yang stabil. Program ini belum mengacu pada upaya menurunkan harga gula. Kondisi ini bisa tercermin pada harga gula di dalam negeri, yang dalam tiga tahun terakhir ini terus menunjukkan kenaikan yang signifikan.

Berdasarkan data Agro Indonesia,harga rata-rata gula pasir pada Januari 2008 sebesar Rp6.415 per kg, sedangkan pada Januari tahun 2009 mencapai sebesar Rp6.649 per kg. Namun, lonjakan harga cukup signifikan terjadi pada Januari 2010. Pada periode itu, harga gula putih di dalam negeri mencapai Rp10.739 per kg atau mengalami kenaikan lebih dari separuh dibandingkan harga rata-rata pada Januari tahun 2009.

Pada Januari 2011, harga gula pasir bahkan melonjak lagi mencapai Rp11.178 per kg. Pada bulan Februari, harga gula pasir turun sedikit menjadi Rp11.093 per kg. Namun, selama periode bulan Maret 2011 hingga Agustus 2011, harga gula pasir bertahan di level Rp10.000 per kg. Setelah sempat turun di level Rp10.383 per kg pada Juni 2011, harga gula pasir naik sedikit pada Juli 2011 menjadi Rp10.499 per kg. Pada Agustus, menjelang Lebaran harga gula pasir kembali naik. Harga gula pasir rata-rata sebesar Rp10.515 per kg.

Data dari Kementerian Perdagangan memang menunjukkan, harga gula pasir cenderung mengalami penurunan sejak awal tahun hingga Agustus 2011. Meski menunjukkan trend turun, namun harga gula tersebut masih tidak wajar.

Berdasarkan harga patokan petani yang ditetapkan pemerintah melalui Menteri Perdagangan sebesar Rp7.000 per kg, harga berlaku jelas jauh lebih tinggi. Padahal, harga patokan yang ditetapkan pemerintah sudah menghitung segala komponen dan petani dinilai masih untung.

Harga gula domestik relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan perkembangan harga gula dunia yang diwakili oleh data harga white sugar dan raw sugar. Hal ini tercermin dari nilai koefisien keragaman antar waktu harga bulanan untuk periode bulan September 2010 sampai dengan bulan September 2011 mencapai 8,1 persen untuk white sugar dan 10,8 persen untuk raw sugar yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan koefisien keragaman gula domestik yang mencapai 2,7 persen

Kestabilan harga ini terbukti berhubungan dengan tersedia atau tidaknya pasokan bahan baku gula tersebut, yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perkiraan cuaca dan curah hujan yang baik untuk menanam tebu agar kapasitas produksi meningkat dan penurunan harga gula dunia yang juga ditentukan dari hasil produksi beberapa negara penghasil gula di dunia.

Baiknya agar pemerintah tidak hanya memberikan perhatian akan harga suatu komoditi pada wilayah teertentu saja, tetapi secara merata. Demikian juga dengan kebijakan pendistribusian gula agar tidak dikeluarkan melebihi kebutuhan saat musim panen, namun kekurangan saat menunggu hasil produksi periode berikutnya sehingga dapat mengganggu stabilitas harga dan meminimalkan monopoli oleh para pedagang.

(3 Maret 2013, Oleh Fadlan Kurnia Elwan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun