Om Swastyastu,
Hari Raya Kuningan merupakan salah satu hari besar Agama Hindu yang dilaksanakan bertepatan 10 hari setelah perayaan Hari Raya Galungan. Kuningan menjadi salah satu hari besar atau hari suci bagi umat Hindu, maka semua umat Hindu menghaturkan sembah untuk memohon berkah, keselamatan dan kesejahteraan bagi semua umat Hindu.Â
Hari Raya Kuningan yang dirayakan setiap 6 bulan sekali (210 hari) menurut penanggalan kalender Bali, yaitu pada hari Saniscara (Sabtu) Kliwon, wuku Kuningan. Satu bulan dalam kalender Bali adalah 35 hari, yang dikarenakan dihitung berdasarkan pertemuan antara Panca Wara yang berjumlah 5, Sapta Wara berjumlah 7 dan Pawukon yang berjumlah 30.
Setiap umat Hindu pada saat pelaksanaan Hari Raya Kuningan akan menghaturkan persembahan kepada para leluhur. Yang bertujuan untuk memohon perlindungan, keselamatan dan kemakmuran. Tidak hanya itu tetapi juga memohon tuntunan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Persembahyangan dalam rangkaian di Hari Raya Kuningan yang dilakukan hanya setengah hari saja yaitu sebelum jam 12 siang persembahyangan sudah harus selesai.Â
Hal tersebut karena diyakini bahwa sebelum siang hari energi alam semesta yaitu Panca Mahabutha mencapai puncaknya. Jika sudah melewati siang hari maka memasuki masa pralina yang dimana energi dari Panca Mahabhuta tersebut sudah kembali ke asalnya. Beserta para Pitara, Bhatara dan Dewa sudah kembali ke surga.
Sarana nasi kuning tersebut memiliki makna yang sebagai lambang kemakmuran yang telah dianugerahkan Sang Hyang Widhi. Terdapat beberapa sarana upakara yang digunakan di Hari Raya Kuningan lainnya seperti Tamiang, Endongan, dan Ter. Terdapat sejumlah sarana yang digunakan dalam upacara di Hari Raya Kuningan. Di setiap masing-masing sarana tersebut mengandung makna arti dari sebuah simbol yang wajib digunakan pada saat pelaksanaan.
Tamiang merupakan salah satu sarana yang menjadi paling khas dalam perayaan Hari Raya Kuningan. Tamiang berbentuk bulat seperti periasi yang kemudian dirajut dengan indah dari janur.Â
Bentuk tersebut menyimbolkan sebuah tameng yang menjadi perisai dalam perang. Tamiang yang bentuknya seperti perisai yang maknanya sebagai simbol perlindungan diri. Dari bentuknya yang bulat juga bermakna sebagai lambang Dewata Nawa Sanga. Makna lain dari Tamiang lainnya yaitu sebagai roda alam atau cakraning manggilingan. Arti tersebut diibaratkan sebagai roda kehidupan yang selalu berputar.
Tidak hanya sarana Tamiang saja tetapi juga ada sarana Endongan. Bentuknya seperti sebuah kompek atau tas yang berisi perbekalan. Yang sebagai simbol dari bekal bisa berarti bekal bagi para leluhur dan juga bekal bagi kita dalam mengarungi kehidupan ke depan.Â
Sarana lainnya yaitu sarana Ter. Ter memiliki simbol dari panah yang berarti senjata untuk kelengkapan perang dalam kehidupan ini. Bahwa senjata paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Terdapat sarana Sampian gantung juga yang sebagai simbol penolak bala, sedangkan Nasi Kuning sebagai lambang kemakmuran.