Mohon tunggu...
Dini Nuris
Dini Nuris Mohon Tunggu... Penulis - penulis, blogger, dan guru

Blog saya juga bisa dibaca di: http://www.cerahdanmencerahkan.blogspot.com/ tulisandininuris.blogspot.co.id/ berwarnacerah.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pentingnya Konten Berkualitas dalam Media Sosial bagi Ketahanan Keluarga

22 Juli 2017   19:19 Diperbarui: 22 Juli 2017   20:22 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media sosial: Pixabay (by Geralt)

                            

Beberapa  waktu lalu saya menghadiri workshop menulis yang diadakan oleh Ribut  Rukun.  Satu yang paling saya ingat adalah pernyataan Bapak Wahyu  Pramudya, atau yang akrab disebut dengan Pak Wepe tentang konten-konten  di internet. Dikatakan bahwa di internet saat ini banyak bertebaran  konten-konten negatif, terutama di peringkat-peringkat teratas mesin  pencarian Google. Ribut Rukun dibangun dengan misi mengatasi masalah  tersebut, yaitu dengan berfokus pada cara agar konten-konten positif  yang dibuatnya bisa meraih peringkat atas dan terbaca duluan. “Wah, ini  sejalan dengan misi saya!”, pikir saya waktu itu. Bahagia sekali rasanya  ada orang-orang yang berpikiran serupa.

Sudah lama  saya merasa, selama ini hal-hal yang ilmiah/ilmu pengetahuan itu terlalu  eksklusif dan sulit diakses oleh masyarakat umum. Karya ilmiah atau  hal-hal bermanfaat itu hanya beredar di seputar kampus atau kalangan  tertentu. Beberapa dirupakan dalam bentuk buku (buku ditulis oleh  seorang ahli tertentu) itupun kemungkinan hanya diketahui dan dibaca  oleh orang yang masih berhubungan, misalnya buku tentang medis dibaca  oleh orang kedokteran. Sementara masyarakat zaman sekarang, terutama  yang awam (dalam ilmu tertentu) cenderung lebih suka mencarinya sendiri  di internet. Anak-anak SMP, SMA, dan orang-orang kebanyakan akan mencari  sendiri apa-apa yang dibutuhkannya melalui media online itu. Selain  karena praktis, lebih irit dan aman/nyaman terutama jika menyangkut  hal-hal yang tabu, pribadi, atau rahasia. Meskipun sudah ada  berita-berita online, aplikasi, maupun forum konsultasi yang jelas  dikelola oleh ahlinya tetapi itupun minim dan terbatas. Misalnya forum  konsultasi, tidak jelas berapa lama baru akan dibalas oleh konsultan  tersebut.

                                       

Kaum LGBT: maxpixel.freegreatpicture.com
Kaum LGBT: maxpixel.freegreatpicture.com
Ketika  saya kemudian prihatin dengan maraknya kasus LGBT dan beberapa kasus  lain di Indonesia dan dunia, betapa terkejut saya karena konten-konten  negatif keberadaannya lebih mendominasi. Selain berada di urutan atas,  lebih banyak penelitian dan berbagai aktivitas pro LGBT yang  disebarluaskan/diangkat (di-blow up). Beritanya tidak  berimbang. Mencari yang kontra sangat sulit, apalagi yang isinya bisa  menjawab segala rasa ingin tahu dari mereka yang mulai ada kecenderungan  ke arah sana (menjadi LGBT). Ditambah lagi dengan bahasanya yang  “berat”, menyebabkan tidak semua orang bisa mencernanya dengan baik.  Akhirnya, mereka yang galau-galau dengan identitasnya tadi tetap  bingung. Jika dalam kondisi demikian sugesti pro LGBT masuk disertai  dengan berbagai argumen penguatnya, hal itu bisa membuat mereka terjun  menjadi LGBT “penuh”.

Kasus semacam ini tidak hanya  terkait dengan LGBT. Beberapa masalah sosial yang saya temukan juga  demikian. Saya pun kemudian melakukan riset mendalam dan membuat tulisan  di blog tentangnya. Tulisan yang isinya berusaha menjawab semua  pertanyaan umum mereka. Ajaib. Para LGBT banyak yang masuk, terutama  dari luar negeri. Rata-rata mereka mengatakan bahwa apapun yang dicari  masuknya ke blog saya. Saya memang sengaja menulis panjang dan sedetail  mungkin (dalam batas panjang tulisan di blog yang mudah-mudahan masih  nyaman dibaca) untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut. Dari respon  yang masuk umumnya mereka senang karena jadi tahu dan merasa terbantu.  Lalu dengan sukarela mengajak teman-temannya yang lain, menyebarluaskan,  atau mendiskusikannya.

Satu yang saya percaya waktu  itu. Ketika saya melakukan riset tulisan, banyak dari mereka yang  sebenarnya ingin berubah, tetapi tidak mampu/tidak tahu caranya. Karena  hal ini juga termasuk tabu, maka carinya di internet. Lalu masuklah  mereka ke blog saya dan  semuanya berkomentar sebagai anonim, sebagai  bukti bahwa sebenarnya mereka tahu kalau pilihan hidupnya itu salah.  Saya pun merasa bersyukur bisa membuat mereka tercerahkan. Dengan  pemikiran yang menjadi terbuka (benar), Insya Allah mereka akan  berikhtiar mencari jalan kesembuhan sendiri.

Seandainya  tulisan-tulisan yang ilmiah dan bermanfaat bisa diakses umum seperti di  atas, menurut saya kemanfaatannya akan lebih besar daripada bersifat  eksklusif. Blog sendiri merupakan salah satu bentuk dari media sosial  selain Facebook, Twitter, Youtube, Whatsapp, BBM, LinkedIn, Flickr,  Instagram, dan sebagainya. Dalam kasus saya tadi, agar dapat menjangkau  kalangan yang lebih luas, postingan blog yang memuat hal tersebut  kemudian saya bagikan ke Facebook, Twitter, maupun Google Plus.

Jika  diamati dengan saksama, baik blog maupun media sosial lain yang ada  saat ini banyak yang isinya kurang berkualitas. Orang hanya mengeluh dan  mengkritik tanpa memberikan solusi, dan tidak ditujukan pada orang yang  tepat. Banyak juga yang hanya berdebat. Belum lagi dengan adanya berita  hoax, fake news, bias, copas/plagiasi, kecenderungan  untuk sekadar berbisnis/mencari jaringan, serta membuat konten-konten  yang bermuatan tidak netral/tidak jujur (baik itu lomba, artikel  berbayar, iklan, atau lainnya) membuat keberadaan konten-konten yang  jujur, bermanfaat, dan berkualitas mutlak diperlukan. Karena sudah  semakin langka. Kalau dulu testimoni misalnya bisa dipercaya  keasliannya, sekarang susah karena apa-apa sudah dibayar.

Itulah  mengapa di dalam media sosial diperlukan konten yang berkualitas.  Jangan dipikir hanya status, notes FB, tweet, tulisan di blog, atau  semacamnya itu tidak berpengaruh apa-apa! Pengaruhnya sangat besar. Bisa  menyebabkan perundungan, tidak percaya diri, iri dan dengki, pencemaran  nama baik, meluasnya tren yang tidak baik, perselingkuhan, bahkan  kehancuran negara.

Keluarga: Pixabay (by Skeeze)
Keluarga: Pixabay (by Skeeze)
Dalam  kasus LGBT ini misalnya, dengan konten yang tepat diharapkan bisa  mencegah bertambahnya lagi kaum LGBT di Indonesia. Bahkan, kalau bisa  malah menguranginya. Harapannya, penurunan jumlah LGBT tersebut membuat  ketahanan keluarga meningkat. Keluarga menjadi normal, yang pria  menikahi wanita pun sebaliknya yang wanita menikahi pria. Perubahan yang  seolah kecil tadi akan berimbas kepada kesehatan mental dan fisik yang  lebih baik, penurunan angka penggunaan narkoba dan pornografi,  pembangunan manusia yang lebih berdaya, orang-orang yang lebih  berkualitas, penurunan angka kejahatan dan sodomi, peningkatan keamanan  masyarakat, hubungan yang lebih baik, dan lain-lain. Mereka yang mungkin  telah menikah dengan lawan jenis (untuk sekadar status) pun bisa  kembali mengokohkan ikatannya dengan ikatan pernikahan yang sebenarnya  (memutuskan pasangan LGBT-nya). Anak-anak tidak perlu bingung dan labil  mengapa punya 2 ayah (tanpa ibu) atau 2 ibu (tanpa ayah), karena mereka  (orangtua yang LGBT tadi) telah terengkuh untuk kembali ke jalan yang  benar.

Jadi, konten yang berkualitas di dalam media  sosial bisa meningkatkan ketahanan keluarga. Jangan pernah berpikir  bahwa itu sekadar tulisan, karena setiap perbuatan kita akan dimintai  pertanggungjawabannya oleh Tuhan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun