Jakarta, Ibu Kota Indonesia yang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia, tidak hanya dikenal karena gemerlapnya aktivitas dan kepadatan penduduknya, tetapi juga terus bergulat dengan permasalahan serius yang berkaitan dengan polusi udara yang semakin memprihatinkan. Kualitas udara yang buruk di Kota Jakarta telah menjadi pusat perhatian dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena konsekuensinya yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat, seperti peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).Â
Jakarta sebagai pusat urbanisasi menghadapi masalah polusi udara dari emisi kendaraan bermotor yang menjadi penyumbang utama, dengan lebih dari 19 juta sepeda motor dan 5 juta mobil memenuhi jalan setiap harinya (Kusumowardani, 2023). Berdasarkan data AQI (Air Quality Index), kualitas udara Jakarta sering kali berada dalam kategori "tidak sehat" dengan konsentrasi PM2.5 dan PM10 yang melampaui ambang batas aman (Situmeang, et al. 2023). Partikel tersebut dapat masuk ke sistem pernapasan manusia dan mengiritasi atau merusak sistem pernapasan.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kasus ISPA naik hingga 102.475 kasus pada Juli 2023 dan rata-rata kasus ISPA biasanya mencapai 146.000 setiap bulan hingga pertengahan tahun 2023 (Situmeang, et al. 2023). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit gangguan pernapasan yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan polusi. Polusi udara menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, khususnya pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan bahwa PM10, CO, dan O3 memiliki hubungan terhadap peningkatan kasus pneumonia pada anak balita. Pneumonia adalah salah satu jenis ISPA yang menjadi penyebab kematian tertinggi pada anak-anak di Indonesia dengan gejala batuk, sesak napas, dan demam. (Munggaran, et al. 2024). Polusi udara mengandung partikel kecil seperti PM2.5 yang dapat masuk ke dalam saluran pernapasan hingga ke paru-paru. Polutan ini dapat menyebabkan inflamasi, iritasi, dan memperburuk kondisi kesehatan seperti asma dan ISPA. Selain itu, gas berbahaya seperti nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2) dari kendaraan bermotor dan industri juga berperan besar dalam meningkatkan risiko ISPA.
Pemerintah DKI Jakarta telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi polusi udara yang terjadi, seperti menerapkan kebijakan uji emisi kendaraan bermotor, memperkenalkan teknologi water mist generator di gedung-gedung tinggi, hingga mempromosikan penggunaan transportasi umum. Namun, kesadaran masyarakat menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke transportasi umum serta menggunakan masker yang mampu menyaring partikel-partikel adalah langkah yang bisa dilakukan pada setiap individu.
Daftar Pustaka
Kusumowardani, D. (2023). Polusi Udara Jakarta Terperangkap Diantara Gedung-gedung Tinggi. ISMETEK, 16(2).
Munggaran, G., Kusnoputranto, H., & Ariyanto, J. (2024). Korelasi Polusi Udara dengan Insiden Pneumonia Balita di DKI Jakarta pada Tahun 2017-2020. urnal romotif reventif, 7(1), 123-135.
Situmeang, B. S., Napitupulu, R., Ambu, R. S., Yohanes, A., Yoshua, S., Siahaan, C., & Faradiba, F. (2023). Pengaruh Tingkat Polusi Udara Terhadap Tingkat Pengidap Penyakit Ispa Di Lingkup Masyarakat Kramat Jati. Journal of Comprehensive Science (JCS), 2(12), 1520-1539.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H