Mohon tunggu...
Dinie Nastiti
Dinie Nastiti Mohon Tunggu... -

Melihat, Mendengar dan Mempelajari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

E-Tilang; Solusi Baru, "Lapangan Kerja Baru"

18 Maret 2017   17:37 Diperbarui: 18 Maret 2017   17:52 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Upaya pemerintah untuk menegakkan aturan, patut diacungi jempol. Salah satunya dalam penerapan tilang kendaraan bermotor secara elektronik atau e-tilang di kota Pahlawan.

Sejak diterapkannya e-tilang di awal tahun 2017, semua pembayaran sudah dilakukan secara e-payment, sehingga sudah tidak ada lagi masyarakat yang kena tilang membayar ke petugas, karena langsung ke bank.

Namun, sejak awal diberlakukannya e-tilang ini, pemerintah juga “membuka lahan pekerjaan baru” bagi para calo tilang. Ya, di Pengadilan Negeri Surabaya, Jl. Arjuno, setiap hari, puluhan calo sudah pasang badan “memagari” tempat sidang itu.

Cara itu dilakukan oleh para “calo” untuk “mempersingkat” masalah yang dihadapi masyarakat, yakni mengambil SIM maupun STNK yang ditilang karena kesalahannya. Belum juga masuk ke dalam pagar PN Arjuno, sejumlah calo sudah menawarkan jasanya dengan sedikit “memaksa”. Tarif yang “dipasang” pun juga mulai dari 100 ribu hingga 150 ribu rupiah, untuk mengambilkan SIM maupun STNK di Kejaksaan Negeri jl. Sukomanunggal Surabaya.

Gayung bersambut, sebab tidak sedikit masyarakat yang “buta hukum” bersedia untuk menggunakan “jasa” para calo tersebut. Dengan “iming-iming” biaya murah, SIM maupun STNK yang ditahan, bisa cepat berada di tangan si pemilik, tanpa bersusah payah hadir di persidangan, maupun antri di kejaksaan.

Padahal, adanya e-tilang yang diterapkan pemerintah ini selain untuk meminimalisir “uang damai” yang masuk ke kantong oknum polisi, juga dimaksudkan agar masyarakat memiliki efek jera, dengan tidak melanggar lalu lintas. Selain itu, uang yang harus dibayarkan pun juga tidak sampai 100 ribu rupiah, hanya berkisar 30 ribu sampai 65 ribu rupiah, untuk pelanggaran lalu lintas ringan, seperti lewat jembatan layang dengan menggunakan roda dua, tidak memakai helm, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan tidak menyalakan lampu.

Jika langkah pemerintah “serius” untuk memberantas pungli dan menegakkan aturan, hendaknya juga diimbangi dengan penegakan aturan bagi orang yang mencari celah dalam penegakan aturan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun